Login
Latest topics
» Ada apa di balik serangan terhadap Muslim Burma?by Dejjakh Sun Mar 29, 2015 9:56 am
» Diduga sekelompok muslim bersenjata menyerang umat kristen
by jaya Wed Nov 27, 2013 12:30 am
» Sekitar 6.000 orang perempuan di Suriah diperkosa
by jaya Wed Nov 27, 2013 12:19 am
» Muhammad mengaku kalau dirinya nabi palsu
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:53 pm
» Hina Islam dan Presiden, Satiris Mesir Ditangkap
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:50 pm
» Ratusan warga Eropa jihad di Suriah
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:48 pm
» Krisis Suriah, 6.000 tewas di bulan Maret
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:46 pm
» Kumpulan Hadis Aneh!!
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:43 pm
» Jihad seksual ala islam!
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:40 pm
Most active topics
Social bookmarking
Bookmark and share the address of Akal Budi Islam on your social bookmarking website
Bookmark and share the address of on your social bookmarking website
Pencarian
Most Viewed Topics
Statistics
Total 40 user terdaftarUser terdaftar terakhir adalah tutunkasep
Total 1142 kiriman artikel dari user in 639 subjects
Top posting users this month
No user |
User Yang Sedang Online
Total 18 uses online :: 0 Terdaftar, 0 Tersembunyi dan 18 Tamu Tidak ada
User online terbanyak adalah 101 pada Fri Nov 15, 2024 3:57 am
Bhikkhu Atthadhiro : Ketidaktahuan Penyebab Penderitaan
Bhikkhu Atthadhiro : Ketidaktahuan Penyebab Penderitaan
YM. Bhikkhu Atthadhiro
Buddhistzone.com - Jadilah pelita bagi dirimu sendiri. Jadilah pelindung bagi dirimu sendiri. Jangan menyandarkan dirimu pada orang lain. Pegang teguh Dhamma sebagai pelita. Pegang teguh Dhamma sebagai pelindungmu. (Mahāparinibbāna Sutta)
Penderitaan merupakan hal yang sering dijumpai dalam kehidupan kita. Banyak orang yang sering mengeluh, mungkin juga bosan akan hal ini, mengingat bahwa setiap orang selalu ingin mendapatkan sebanyak mungkin kebahagiaan dan berkeinginan untuk sedikit mungkin akan penderitaan. Tetapi apa yang terjadi ternyata kebahagiaan yang diharapkan, justru penderitaan yang datang. Supaya kita tidak semakin menderita, maka Sang Buddha mengajarkan Dhamma kepada kita, sehingga kegelapan di dalam batin kita semakin berkurang.
Banyak orang yang hidup di dunia ini yang masih belum mengetahui akan sifat atau corak dari kehidupan. Ketika seseorang belum memahami atau mengetahui sifat dari kehidupan, maka yang terjadi adalah penderitaan. Apakah sifat atau corak dari kehidupan yang perlu kita ketahui? Sang Buddha sabdakan bahwa: Sabbe saṅkhārā aniccā, Sabbe saṅkhārā dukkhā, Sabbe dhammā anattā.
Sabbe saṅkhārā aniccā
Inilah corak dari kehidupan yang pertama yang perlu kita ketahui, bahwa segala bentukan adalah tidak kekal adanya. Pada umumnya, orang masih menganggap apa yang dimilikinya sebagai sesuatu yang kekal adanya. Mereka akan menolak akan kebenaran ini, karena mereka takut kehilangan apa yang mereka cintai dan karena mereka tidak mau berpisah dengan apa yang mereka cintai, sehingga mereka tidak mempedulikan kebenaran ini. Akibatnya, ketika seseorang tidak mengetahui akan kebenaran ini, maka yang muncul adalah derita, ratap tangis, sedih, dan lain-lain. Seperti orang yang panik, akan bertanya-tanya; “Mengapa ini bisa begini? Mengapa ini bisa terjadi?”
Kalau kita amati di sekitar kita atau diri kita sendiri, baik menggunakan penginderaan maupun pemikiran, kita akan menyimpulkan bahwa segala bentukan memang tidak ada yang tetap dan akan terus berubah. Setelah muncul akan mengalami kelenyapan. Tidak hanya fisik kita, tetapi apa saja yang merupakan kumpulan dari bentukan akan mengalami perubahan atau ketidakkekalan. Kebenaran ini bukan membuat manusia menjadi pesimis, tetapi kebenaran ini mengajarkan manusia untuk melihat realitas yang sesungguhnya, karena kebenaran ini pasti akan terjadi dalam hidup manusia.
Karena ini kebenaran yang ada dalam hidup ini, maka kita sekarang seyogyanya berlatih untuk mengamati, mencermati akan kebenaran ini. Agar sewaktu apa yang kita miliki berpisah, apa yang kita cintai berpisah atau meninggalkan kita, kita tidak lagi menderita, andai kata menderita tidak larut terlalu lama.
Sabbe saṅkhārā dukkhā
Inilah corak dari kehidupan kita yang kedua yang perlu kita ketahui. Bahwa segala bentukan yang merupakan perpaduan adalah dukkha. Pengertian dukkha sangatlah kompleks, tidak hanya pada derita, tetapi dukkha juga memiliki makna sukar bertahan, keberadaan yang menekan, menghimpit. Kebanyakan orang sesungguhnya sudah mengenalnya, tetapi hanya bersifat pemahaman biasa. Mereka pada umumnya masih menganggap kehidupan ini sebagai sukha. Ketika seseorang belum memahami corak kehidupan ini, maka yang muncul adalah derita, kecewa, sedih, ratap tangis, dan lain-lain.
Kebenaran ini sesungguhnya adalah realita yang sering muncul dalam hidup kita. Coba kita renungkan kembali, ‘Banyak mana antara bahagia dan derita?’ Tentu lebih banyak derita. Tetapi yang namanya manusia berkeinginan terbalik, inginnya banyak bahagia, sedikit derita. Apa yang terjadi, sudah menderita jadi bertambah menderita, itulah yang akan dialami. Manusia memang ingin selalu bahagia, bahagia muncul tidak harus dengan merubah derita, tetapi bahagia akan muncul tatkala seseorang bisa memahami akan derita. Dengan memahami akan kebenaran ini, derita yang kita alami akan semakin berkurang.
Sabbe dhammā anattā
Inilah corak dari kehidupan kita yang ketiga yang perlu kita ketahui, bahwa segala bentukan maupun bukan bentukan adalah bukan diri. Mengapa dikatakan bukan diri? Sebab keberadaannya tidak bisa kita atur, ia tidak bisa mengikuti kehendak kita. Sebagai contoh: kulitku jangan keriput ia tetap saja keriput, rambutku jangan menjadi putih ia tetap putih. Apakah sesuatu yang tidak bisa kita atur, tidak bisa kita perintah bisa kita sebut sebagai diriku, aku atau milikku.
Banyak sekali orang masih beranggapan diri sebagai aku, atau milikku, maka ketika apa yang disebut aku atau milikku berubah yang timbul adalah derita. Sang Buddha menjelaskan kebenaran ini dengan jelas dalam Anattalakkhana Sutta.
Dengan melepas persepsi tentang keakuan akan bebas dari kemelekatan, bebas dari derita, bebas dari kesedihan. Sebagai contoh: ketika ada keluarga kita sendiri sakit, kenapa kita sedih, tetapi kalau ada tetangga yang sakit kita tidak sedih. Ini disebabkan karena masih adanya kemelekatan terhadap keakuan bahwa itu adalah keluargaku. Kata ”ku” inilah yang menjadikan ia menderita. Jadi dengan memahami akan corak yang ketiga ini, kita akan bebas dari penderitaan.
Dengan memahami ketiga hal itu, maka kita akan tahu corak atau sifat kehidupan ini dengan sebagaimana adanya, sehingga kita akan bisa menyikapi permasalahan atau fenomena hidup dengan bijak. [Wahyudi Ekaputra]
Sumber: Dhammaniyama Sutta, Anattalakkhana Sutta & artikel ini merupakan Topik khotbah YM. Bhikkhu Atthadhiro 26 September 2010 di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya
Buddhistzone.com - Jadilah pelita bagi dirimu sendiri. Jadilah pelindung bagi dirimu sendiri. Jangan menyandarkan dirimu pada orang lain. Pegang teguh Dhamma sebagai pelita. Pegang teguh Dhamma sebagai pelindungmu. (Mahāparinibbāna Sutta)
Penderitaan merupakan hal yang sering dijumpai dalam kehidupan kita. Banyak orang yang sering mengeluh, mungkin juga bosan akan hal ini, mengingat bahwa setiap orang selalu ingin mendapatkan sebanyak mungkin kebahagiaan dan berkeinginan untuk sedikit mungkin akan penderitaan. Tetapi apa yang terjadi ternyata kebahagiaan yang diharapkan, justru penderitaan yang datang. Supaya kita tidak semakin menderita, maka Sang Buddha mengajarkan Dhamma kepada kita, sehingga kegelapan di dalam batin kita semakin berkurang.
Banyak orang yang hidup di dunia ini yang masih belum mengetahui akan sifat atau corak dari kehidupan. Ketika seseorang belum memahami atau mengetahui sifat dari kehidupan, maka yang terjadi adalah penderitaan. Apakah sifat atau corak dari kehidupan yang perlu kita ketahui? Sang Buddha sabdakan bahwa: Sabbe saṅkhārā aniccā, Sabbe saṅkhārā dukkhā, Sabbe dhammā anattā.
Sabbe saṅkhārā aniccā
Inilah corak dari kehidupan yang pertama yang perlu kita ketahui, bahwa segala bentukan adalah tidak kekal adanya. Pada umumnya, orang masih menganggap apa yang dimilikinya sebagai sesuatu yang kekal adanya. Mereka akan menolak akan kebenaran ini, karena mereka takut kehilangan apa yang mereka cintai dan karena mereka tidak mau berpisah dengan apa yang mereka cintai, sehingga mereka tidak mempedulikan kebenaran ini. Akibatnya, ketika seseorang tidak mengetahui akan kebenaran ini, maka yang muncul adalah derita, ratap tangis, sedih, dan lain-lain. Seperti orang yang panik, akan bertanya-tanya; “Mengapa ini bisa begini? Mengapa ini bisa terjadi?”
Kalau kita amati di sekitar kita atau diri kita sendiri, baik menggunakan penginderaan maupun pemikiran, kita akan menyimpulkan bahwa segala bentukan memang tidak ada yang tetap dan akan terus berubah. Setelah muncul akan mengalami kelenyapan. Tidak hanya fisik kita, tetapi apa saja yang merupakan kumpulan dari bentukan akan mengalami perubahan atau ketidakkekalan. Kebenaran ini bukan membuat manusia menjadi pesimis, tetapi kebenaran ini mengajarkan manusia untuk melihat realitas yang sesungguhnya, karena kebenaran ini pasti akan terjadi dalam hidup manusia.
Karena ini kebenaran yang ada dalam hidup ini, maka kita sekarang seyogyanya berlatih untuk mengamati, mencermati akan kebenaran ini. Agar sewaktu apa yang kita miliki berpisah, apa yang kita cintai berpisah atau meninggalkan kita, kita tidak lagi menderita, andai kata menderita tidak larut terlalu lama.
Sabbe saṅkhārā dukkhā
Inilah corak dari kehidupan kita yang kedua yang perlu kita ketahui. Bahwa segala bentukan yang merupakan perpaduan adalah dukkha. Pengertian dukkha sangatlah kompleks, tidak hanya pada derita, tetapi dukkha juga memiliki makna sukar bertahan, keberadaan yang menekan, menghimpit. Kebanyakan orang sesungguhnya sudah mengenalnya, tetapi hanya bersifat pemahaman biasa. Mereka pada umumnya masih menganggap kehidupan ini sebagai sukha. Ketika seseorang belum memahami corak kehidupan ini, maka yang muncul adalah derita, kecewa, sedih, ratap tangis, dan lain-lain.
Kebenaran ini sesungguhnya adalah realita yang sering muncul dalam hidup kita. Coba kita renungkan kembali, ‘Banyak mana antara bahagia dan derita?’ Tentu lebih banyak derita. Tetapi yang namanya manusia berkeinginan terbalik, inginnya banyak bahagia, sedikit derita. Apa yang terjadi, sudah menderita jadi bertambah menderita, itulah yang akan dialami. Manusia memang ingin selalu bahagia, bahagia muncul tidak harus dengan merubah derita, tetapi bahagia akan muncul tatkala seseorang bisa memahami akan derita. Dengan memahami akan kebenaran ini, derita yang kita alami akan semakin berkurang.
Sabbe dhammā anattā
Inilah corak dari kehidupan kita yang ketiga yang perlu kita ketahui, bahwa segala bentukan maupun bukan bentukan adalah bukan diri. Mengapa dikatakan bukan diri? Sebab keberadaannya tidak bisa kita atur, ia tidak bisa mengikuti kehendak kita. Sebagai contoh: kulitku jangan keriput ia tetap saja keriput, rambutku jangan menjadi putih ia tetap putih. Apakah sesuatu yang tidak bisa kita atur, tidak bisa kita perintah bisa kita sebut sebagai diriku, aku atau milikku.
Banyak sekali orang masih beranggapan diri sebagai aku, atau milikku, maka ketika apa yang disebut aku atau milikku berubah yang timbul adalah derita. Sang Buddha menjelaskan kebenaran ini dengan jelas dalam Anattalakkhana Sutta.
Dengan melepas persepsi tentang keakuan akan bebas dari kemelekatan, bebas dari derita, bebas dari kesedihan. Sebagai contoh: ketika ada keluarga kita sendiri sakit, kenapa kita sedih, tetapi kalau ada tetangga yang sakit kita tidak sedih. Ini disebabkan karena masih adanya kemelekatan terhadap keakuan bahwa itu adalah keluargaku. Kata ”ku” inilah yang menjadikan ia menderita. Jadi dengan memahami akan corak yang ketiga ini, kita akan bebas dari penderitaan.
Dengan memahami ketiga hal itu, maka kita akan tahu corak atau sifat kehidupan ini dengan sebagaimana adanya, sehingga kita akan bisa menyikapi permasalahan atau fenomena hidup dengan bijak. [Wahyudi Ekaputra]
Sumber: Dhammaniyama Sutta, Anattalakkhana Sutta & artikel ini merupakan Topik khotbah YM. Bhikkhu Atthadhiro 26 September 2010 di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya
Bhikkhu- Tamu
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik