Login
Latest topics
» Ada apa di balik serangan terhadap Muslim Burma?by Dejjakh Sun Mar 29, 2015 9:56 am
» Diduga sekelompok muslim bersenjata menyerang umat kristen
by jaya Wed Nov 27, 2013 12:30 am
» Sekitar 6.000 orang perempuan di Suriah diperkosa
by jaya Wed Nov 27, 2013 12:19 am
» Muhammad mengaku kalau dirinya nabi palsu
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:53 pm
» Hina Islam dan Presiden, Satiris Mesir Ditangkap
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:50 pm
» Ratusan warga Eropa jihad di Suriah
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:48 pm
» Krisis Suriah, 6.000 tewas di bulan Maret
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:46 pm
» Kumpulan Hadis Aneh!!
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:43 pm
» Jihad seksual ala islam!
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:40 pm
Most active topics
Social bookmarking
Bookmark and share the address of Akal Budi Islam on your social bookmarking website
Bookmark and share the address of on your social bookmarking website
Pencarian
Most Viewed Topics
Statistics
Total 40 user terdaftarUser terdaftar terakhir adalah tutunkasep
Total 1142 kiriman artikel dari user in 639 subjects
Top posting users this month
No user |
User Yang Sedang Online
Total 76 uses online :: 0 Terdaftar, 0 Tersembunyi dan 76 Tamu :: 1 BotTidak ada
User online terbanyak adalah 101 pada Fri Nov 15, 2024 3:57 am
Moralitas Pelajar di Sekitar Unas
:: Debat Islam :: Akhlaq
Halaman 1 dari 1
Moralitas Pelajar di Sekitar Unas
Hasil Nyata Pendidikan Pesantren?
Senin, 23 Mei 2011
Oleh: M. Anwar Djaelani
Grafik dekadensi moral pelajar tampaknya makin naik saja. Jika di tahun lalu saat konvoi perayaan kelulusan SMA, sejumlah siswi menyobek roknya serta melepas kerudungnya dan lalu dikibar-kibarkan, maka di tahun ini ada siswi yang kedapatan bertelanjang dada. Di tahun lalu, di kota yang sama –Pamekasan- suasana kelulusan SMA sudah ditandai aksi memalukan. Konvoi ratusan pelajar lulusan SMA, SMK, dan MA itu diwarnai aksi penjarahan. Di tengah-tengah iring-iringan itu, mereka mendekati kios Pedagang Kaki Lima dan mengambil berbagai jenis makanan ringan dan minimum. Akibatnya, di antara pedagang itu ada yang mengaku rugi setengah juta rupiah. Kecuali itu, mereka tak sekadar corat-coret seragam. Sejumlah pelajar putri yang sehari-harinya berseragam model busana muslimah, bertindak lebih dari itu. Pelajar putri itu melepas jilbabnya dan dijadikan semacam bendera sambil berboncengan (ada yang memilih sambil berdiri) dengan teman laki-lakinya saat mereka berkonvoi. Bahkan, sejumlah siswi menggunting rok panjangnya.
”Pakaian ini sudah tidak akan saya pakai lagi, karena sudah lulus,” kata salah seorang siswi ketika itu.
Kembali ke tahun ini. Di Sumatera Utara, euforia bahkan dimulai sesaat setelah Ujian Nasional (UN) selesai diikuti para pelajar itu. Lewat judul “Edan, UN Selesai, Pesta Seks Dimulai”, situs 23 /4/ 2011 mengabarkan bahwa banyak peserta UN yang mengunjungi lokasi wisata alam dan diduga melakukan perbuatan mesum. Di sejumlah pemandian alam, dari Deliserdang hingga Binjai dan Langkat, ditemukan ratusan kondom bekas yang dibiarkan berserakan. Pada 21/4/2011 sore, polisi mengamankan dua pasang pelajar Kota Medan, yang tertangkap basah sedang melakukan adegan seks di rumah kitik-kitik, sebutan untuk gubuk di lokasi pemandian itu. Mereka mengaku baru usai melaksanakan UN 2011.
Di Binjai, setelah melakukan aksi coret-coret di dalam kota, para peserta UN menyerbu sejumlah tempat pemandian di sekitar Kota Binjai. Diduga banyak di antara mereka melakukan tindakan asusila di rumah kitik-kitik dan di bawah rerimbunan pohon di lokasi pemandian. Dugaan itu diperkuat temuan salah satu warga pengelola wisata pemandian yang menemukan ratusan kondom bekas. Apa yang diperagakan pelajar di atas, membuat ’sempurna’ keprihatinan kita. Di tengah banyaknya jumlah pelajar yang tak lulus UN, malah yang lulus merayakannya dengan cara yang jauh dari kesan kaum yang beradab.
Kenyataan di atas mendorong kita untuk menyoal:
Pertama, pendidikan seperti apa yang selama ini mereka dapatkan jika performa lulusannya sama sekali jauh dari kriteria manusia yang berakhlaq mulia? Ilmu apa mereka peroleh jika perilakunya tak terwarnai oleh nilai-nilai kebenaran yang menebarkan rahmat bagi sekitarnya? Pengetahuan apa yang mereka dapatkan jika mereka tak berkarakter positif seperti yang diharapkan pemerintah?
Kedua, mengapa (setidaknya sebagian) konvoi lulusan UN itu dikawal polisi? Tidakkah justru lebih baik diambil tindakan penjeraan dengan dalih pelaggaran aturan lalu-lintas dan bahkan bisa pula dengan dalih mengganggu ketertiban umum?
Peradaban Agung
Sejatinya, pendidikan adalah kunci sekaligus fondasi terbangunnya sebuah peradaban agung. Dalam konteks ini, benar saat Prof. Syed Muhammad Naquib Al-Attas berkata bahwa pendidikan itu bertujuan utama untuk membentuk manusia yang beradab. Adab, kata Al-Attas lebih jauh, adalah disiplin rohani, akli, dan jasmani yang memungkinkan seseorang dan masyarakat mengenal dan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya dengan benar dan wajar, sehingga menimbulkan keharmonisan dan keadilan dalam diri, masyarakat, dan lingkungannya.
Artinya, pendidikan itu bertujuan untuk membentuk manusia beradab. Orang beradab tahu yang haq dan yang bathil. Pendidikan itu akan menjadi media pemberi ilmu yang benar, yang akan menuntun seseorang kepada amal yang benar. Sayang, rupanya, pendidikan kita belum berda di track yang benar. Pendidikan belum mampu mengantarkan peserta didiknya meraih hasil tertinggi yaitu mengenal Allah dengan segala konsekwensinya. Apa akibatnya?
Lihatlah, misalnya, fenomena Kantin Kejujuran di banyak sekolah yang mengalami kerugian dan bahkan bangkrut. Lihat pula banyak kasus kecurangan saat menghadapi UN. Dan, tentu saja, kasus-kasus asusila di sekitar perayaan kelulusan UN. Kasus-kasus yang tersampaikan di tulisan ini mengindikasikan tentang ketakberimbangan antara pendidikan yang membuat pintar akal dengan yang membikin hati cerdas. Semestinya, kita sekali-kali tak boleh mengabaikan pendidikan ruhani (baca: hati). Sebab, jika hati kita baik, maka akan baiklah kita. Namun, jika hati kita rusak, maka rusaklah seluruh perilakau kita.
Kasus-kasus pelajar seperti terkutip di atas, memberi kita konfirmasi bahwa telah terjadi penomorsatuan pendidikan yang hanya berorientasi duniawi saja dan pada saat yang sama penomorduaan pendididikan yang menyeimbangkan aspek duniawi dan ukhrowi sekaligus. Jika benar kita telah berada di situasi seperti itu, maka terbukti benar kegagalan pendidikan kita dalam dembangun karakter, karena sudah mengagungkan dunia. Cermatilah sekali lagi model hura-hura pelajar di sekitar pesta kelulusan. Tampak, bahwa (setidaknya sebagian) pelajar telah mengagung-agungkan kenikmatan dunia. Pelajar berhura-hura dengan mengabaikan norma kemasyarakatan dan bahkan agama: merokok, melepas jilbab, menggunting rok panjang, berboncengan campur laki-perempuan, dan menjarah dagangan / harta orang lain. Padahal, jika ilmu mereka benar, maka ilmu itu akan menjaga mereka. Ilmu memang memiliki peran penting. Pernah, Ali bin Abi Thalib RA ditanya tentang mana yang lebih mulia, ilmu atau harta. Ali RA menjawab bahwa lebih mulia ilmu. Ilmu menjaga kita, sementara harta harus kita jaga. Ilmu jika kita berikan ke pihak lain justru akan membuat kita lebih kaya ilmu. Sementara, harta akan berkurang jika kita berikan ke pihak lain. Ilmu itu warisan para Nabi, sementara harta warisan Fir’aun dan Qarun. Ilmu itu menjadikan kita bersatu, sementara harta bisa membuat kita berpecah-belah, dan seterusnya. Bercermin kepada pemahaman Ali RA tentang ilmu, maka kita harus bisa mewariskannya kepada para pelajar. Artinya, sebagaimana Ali RA, lewat pendidikan kita antar pelajar kita untuk bisa menjadi insan beradab, yaitu manusia bisa membedakan mana pekerjaan yang haq dan manapula yang batil.
Penulis adalah alumnus Program Magister Ilmu-ilmu Sosial, PPs Unair
Senin, 23 Mei 2011
Oleh: M. Anwar Djaelani
Grafik dekadensi moral pelajar tampaknya makin naik saja. Jika di tahun lalu saat konvoi perayaan kelulusan SMA, sejumlah siswi menyobek roknya serta melepas kerudungnya dan lalu dikibar-kibarkan, maka di tahun ini ada siswi yang kedapatan bertelanjang dada. Di tahun lalu, di kota yang sama –Pamekasan- suasana kelulusan SMA sudah ditandai aksi memalukan. Konvoi ratusan pelajar lulusan SMA, SMK, dan MA itu diwarnai aksi penjarahan. Di tengah-tengah iring-iringan itu, mereka mendekati kios Pedagang Kaki Lima dan mengambil berbagai jenis makanan ringan dan minimum. Akibatnya, di antara pedagang itu ada yang mengaku rugi setengah juta rupiah. Kecuali itu, mereka tak sekadar corat-coret seragam. Sejumlah pelajar putri yang sehari-harinya berseragam model busana muslimah, bertindak lebih dari itu. Pelajar putri itu melepas jilbabnya dan dijadikan semacam bendera sambil berboncengan (ada yang memilih sambil berdiri) dengan teman laki-lakinya saat mereka berkonvoi. Bahkan, sejumlah siswi menggunting rok panjangnya.
”Pakaian ini sudah tidak akan saya pakai lagi, karena sudah lulus,” kata salah seorang siswi ketika itu.
Kembali ke tahun ini. Di Sumatera Utara, euforia bahkan dimulai sesaat setelah Ujian Nasional (UN) selesai diikuti para pelajar itu. Lewat judul “Edan, UN Selesai, Pesta Seks Dimulai”, situs 23 /4/ 2011 mengabarkan bahwa banyak peserta UN yang mengunjungi lokasi wisata alam dan diduga melakukan perbuatan mesum. Di sejumlah pemandian alam, dari Deliserdang hingga Binjai dan Langkat, ditemukan ratusan kondom bekas yang dibiarkan berserakan. Pada 21/4/2011 sore, polisi mengamankan dua pasang pelajar Kota Medan, yang tertangkap basah sedang melakukan adegan seks di rumah kitik-kitik, sebutan untuk gubuk di lokasi pemandian itu. Mereka mengaku baru usai melaksanakan UN 2011.
Di Binjai, setelah melakukan aksi coret-coret di dalam kota, para peserta UN menyerbu sejumlah tempat pemandian di sekitar Kota Binjai. Diduga banyak di antara mereka melakukan tindakan asusila di rumah kitik-kitik dan di bawah rerimbunan pohon di lokasi pemandian. Dugaan itu diperkuat temuan salah satu warga pengelola wisata pemandian yang menemukan ratusan kondom bekas. Apa yang diperagakan pelajar di atas, membuat ’sempurna’ keprihatinan kita. Di tengah banyaknya jumlah pelajar yang tak lulus UN, malah yang lulus merayakannya dengan cara yang jauh dari kesan kaum yang beradab.
Kenyataan di atas mendorong kita untuk menyoal:
Pertama, pendidikan seperti apa yang selama ini mereka dapatkan jika performa lulusannya sama sekali jauh dari kriteria manusia yang berakhlaq mulia? Ilmu apa mereka peroleh jika perilakunya tak terwarnai oleh nilai-nilai kebenaran yang menebarkan rahmat bagi sekitarnya? Pengetahuan apa yang mereka dapatkan jika mereka tak berkarakter positif seperti yang diharapkan pemerintah?
Kedua, mengapa (setidaknya sebagian) konvoi lulusan UN itu dikawal polisi? Tidakkah justru lebih baik diambil tindakan penjeraan dengan dalih pelaggaran aturan lalu-lintas dan bahkan bisa pula dengan dalih mengganggu ketertiban umum?
Peradaban Agung
Sejatinya, pendidikan adalah kunci sekaligus fondasi terbangunnya sebuah peradaban agung. Dalam konteks ini, benar saat Prof. Syed Muhammad Naquib Al-Attas berkata bahwa pendidikan itu bertujuan utama untuk membentuk manusia yang beradab. Adab, kata Al-Attas lebih jauh, adalah disiplin rohani, akli, dan jasmani yang memungkinkan seseorang dan masyarakat mengenal dan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya dengan benar dan wajar, sehingga menimbulkan keharmonisan dan keadilan dalam diri, masyarakat, dan lingkungannya.
Artinya, pendidikan itu bertujuan untuk membentuk manusia beradab. Orang beradab tahu yang haq dan yang bathil. Pendidikan itu akan menjadi media pemberi ilmu yang benar, yang akan menuntun seseorang kepada amal yang benar. Sayang, rupanya, pendidikan kita belum berda di track yang benar. Pendidikan belum mampu mengantarkan peserta didiknya meraih hasil tertinggi yaitu mengenal Allah dengan segala konsekwensinya. Apa akibatnya?
Lihatlah, misalnya, fenomena Kantin Kejujuran di banyak sekolah yang mengalami kerugian dan bahkan bangkrut. Lihat pula banyak kasus kecurangan saat menghadapi UN. Dan, tentu saja, kasus-kasus asusila di sekitar perayaan kelulusan UN. Kasus-kasus yang tersampaikan di tulisan ini mengindikasikan tentang ketakberimbangan antara pendidikan yang membuat pintar akal dengan yang membikin hati cerdas. Semestinya, kita sekali-kali tak boleh mengabaikan pendidikan ruhani (baca: hati). Sebab, jika hati kita baik, maka akan baiklah kita. Namun, jika hati kita rusak, maka rusaklah seluruh perilakau kita.
Kasus-kasus pelajar seperti terkutip di atas, memberi kita konfirmasi bahwa telah terjadi penomorsatuan pendidikan yang hanya berorientasi duniawi saja dan pada saat yang sama penomorduaan pendididikan yang menyeimbangkan aspek duniawi dan ukhrowi sekaligus. Jika benar kita telah berada di situasi seperti itu, maka terbukti benar kegagalan pendidikan kita dalam dembangun karakter, karena sudah mengagungkan dunia. Cermatilah sekali lagi model hura-hura pelajar di sekitar pesta kelulusan. Tampak, bahwa (setidaknya sebagian) pelajar telah mengagung-agungkan kenikmatan dunia. Pelajar berhura-hura dengan mengabaikan norma kemasyarakatan dan bahkan agama: merokok, melepas jilbab, menggunting rok panjang, berboncengan campur laki-perempuan, dan menjarah dagangan / harta orang lain. Padahal, jika ilmu mereka benar, maka ilmu itu akan menjaga mereka. Ilmu memang memiliki peran penting. Pernah, Ali bin Abi Thalib RA ditanya tentang mana yang lebih mulia, ilmu atau harta. Ali RA menjawab bahwa lebih mulia ilmu. Ilmu menjaga kita, sementara harta harus kita jaga. Ilmu jika kita berikan ke pihak lain justru akan membuat kita lebih kaya ilmu. Sementara, harta akan berkurang jika kita berikan ke pihak lain. Ilmu itu warisan para Nabi, sementara harta warisan Fir’aun dan Qarun. Ilmu itu menjadikan kita bersatu, sementara harta bisa membuat kita berpecah-belah, dan seterusnya. Bercermin kepada pemahaman Ali RA tentang ilmu, maka kita harus bisa mewariskannya kepada para pelajar. Artinya, sebagaimana Ali RA, lewat pendidikan kita antar pelajar kita untuk bisa menjadi insan beradab, yaitu manusia bisa membedakan mana pekerjaan yang haq dan manapula yang batil.
Penulis adalah alumnus Program Magister Ilmu-ilmu Sosial, PPs Unair
C. Akbar- Tamu
:: Debat Islam :: Akhlaq
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik