Silahkan masukkan username dan password anda!

Join the forum, it's quick and easy

Silahkan masukkan username dan password anda!
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Login

Lupa password?

Latest topics
» Ada apa di balik serangan terhadap Muslim Burma?
by Dejjakh Sun Mar 29, 2015 9:56 am

» Diduga sekelompok muslim bersenjata menyerang umat kristen
by jaya Wed Nov 27, 2013 12:30 am

» Sekitar 6.000 orang perempuan di Suriah diperkosa
by jaya Wed Nov 27, 2013 12:19 am

» Muhammad mengaku kalau dirinya nabi palsu
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:53 pm

» Hina Islam dan Presiden, Satiris Mesir Ditangkap
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:50 pm

» Ratusan warga Eropa jihad di Suriah
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:48 pm

» Krisis Suriah, 6.000 tewas di bulan Maret
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:46 pm

» Kumpulan Hadis Aneh!!
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:43 pm

» Jihad seksual ala islam!
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:40 pm

Social bookmarking

Social bookmarking reddit      

Bookmark and share the address of Akal Budi Islam on your social bookmarking website

Bookmark and share the address of on your social bookmarking website

Pencarian
 
 

Display results as :
 


Rechercher Advanced Search

Poll
Statistics
Total 40 user terdaftar
User terdaftar terakhir adalah tutunkasep

Total 1142 kiriman artikel dari user in 639 subjects
Top posting users this month
No user

User Yang Sedang Online
Total 7 uses online :: 0 Terdaftar, 0 Tersembunyi dan 7 Tamu

Tidak ada

[ View the whole list ]


User online terbanyak adalah 101 pada Fri Nov 15, 2024 3:57 am

Yesus tidak benar- benar mati di salib?

 :: Kesaksian :: Katolik

Go down

Yesus tidak benar- benar mati di salib? Empty Yesus tidak benar- benar mati di salib?

Post  kabayan Tue Nov 01, 2011 8:40 pm

Pertanyaan:
salam…….@admin
1. Bahwa Yesus tidak mencontohkan pada masa hidupnya tentang tanda salib. Bahkan pasca “kebangkitan”nya belum ada tanda salib yang dia contohkan. Yah, karena memang Yesus tidak mati disalib. Silahkan BACA DISINI
2. Para pengarang Kitab Suci tidak dapat membuat distorsi atas Wahyu Allah yang ditulisnya. Itulah sebabnya, walaupun ditulis oleh orang yang berbeda- beda, pada waktu dan tempat yang berbeda juga, namun dapat menyampaikan inti pengajaran yang sama. Fakta ini malah menjadi bukti nyata bagi keotentikan Kitab- kitab tersebut,,,,,
Jadi adakah termasuk LUPA pada LUKAS.Bagian tesebut = bagi saya adalah bukti tidak otentik=.
3. Sebab kedudukan Kitab Suci tidak lebih tinggi dari Gereja. Gereja (jemaat) adalah Tubuh Kristus, dan Kristus adalah Kepalanya
Gereja adalah rumah ibadah.
Kristus adalah imam/pemimpin.
Keduanya berjalan dengan tuntunan KITAB SUCI. Karena Kitab Suci adalah dari Tuhan baik dari sisi mana saja.
Kitab Suci = Gereja dan Kristus maka jika ada perbedaan pendapat dalam suatu perkara, mana yang akan digunakan?
1.Gereja
2.Kitab Suci
3.Gereja yang menafsirkan KS
4.KS berdasarkan tafsir Gereja?
5.Berpikir dalam kerangka KS?
Seperti kasus perceraian. Musa membolehkan, Yesus melarang. Jika saya berselingkuh, maka hukum KS/Gereja mana yang berlaku?
salam
Jawaban:
Shalom Abu Hanan,
1. Yesus tidak benar- benar mati?
Anda memberikan argumen bahwa Tanda Salib tidak diajarkan Yesus karena Yesus sendiri tidak mati di salib, namun Ia hanya ‘mati suri’/ koma. Dalam argumen anda, anda mengatakan hal yang menyebabkan Ia tidak mati adalah karena diberi minum anggur asam (Yoh 19:29), yang mempunyai efek narkotik dan menjadikan Dia koma. Ramuan ini (anda sebut juice tanaman Asclepias Acida) menurut anda adalah buatan kaum Essenes yang mahir dalam hal pengobatan. Selain ini anda juga menyebutkan bahwa orang yang dihukum salib biasanya meninggal perlahan, namun jika ingin dipercepat maka korban dipatahkan kakinya, dan hal ini tidak diperbuat atas Yesus. Prajurit hanya menikam lambungnya dan dari situ keluar air yang deras mengalir, yang menandakan bahwa Ia masih hidup. Maka menurut anda, pada saat Injil mengatakan Yesus ‘kelihatan’ sudah mati, namun sebenarnya belum mati. Jenazah kemudian diturunkan dan diberi rempah- rempah oleh Yusuf Arimatea, Nikodemus dan Magdalena yang sebenarnya adalah obat, sehingga dapat membuatnya bangun/ siuman.
Namun argumen ini sesungguhnya merupakan hipotesa, yang tidak sejalan dengan fakta-fakta berikut ini:
1. Injil Yohanes mengatakan, “Di situ ada suatu bekas penuh anggur asam. (Now there was a vessel (σκεῦος, skeúos) set there, full of vinegar (Douay Rheims Bible). Maka mereka mencucukkan bunga karang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada sebatang hisop lalu mengunjukkannya ke mulut Yesus.”
Pertanyaannya, mengapa sampai ada bejana anggur asam di tempat para prajurit itu yang menyalibkan Yesus, sehingga mereka mencucukkan bunga karang pada hisop untuk mengunjukkannya ke mulut Yesus? Walau tidak tertulis dalam Injil, sehingga dapat saja orang menduga banyak hal (seperti bahwa minuman itu dibuat dan dibawa ke sana oleh orang- orang Essenes), namun hipotesa yang lebih kuat adalah karena minuman anggur asam (Posca) tersebut merupakan minuman populer bagi para orang Romawi dan Yunani kuno. Minuman itu adalah campuran antara anggur asam/ cuka dengan air dan sari tumbuh- tumbuhan. Sumber yang netral Wikipedia juga mengatakan demikian, bahwa posca yang berasal dari Yunani aslinya adalah campuran untuk obat, namun kemudian menjadi mimuman sehari- hari bagi prajurit Romawi dan orang- orang kelas bawah, sejak abad 2 SM sampai sepanjang sejarah Romawi dan Byzantin. Dalam campuran ini, digunakan kembali anggur yang sudah rusak karena penyimpanan yang kurang baik. Dengan sifatnya yang asam, anggur ini mengandung vitamin C, dapat membunuh bakteri dan aromanya mengatasi bau air bersih lokal. Maka hipotesa bahwa anggur asam ini mempunyai efek membuat orang koma, nampaknya berlebihan. Mengingat bahwa cara memasukkan minuman ke dalam tubuh Yesus juga hanya melalui cucukan bunga karang, sehingga praktis hanya membasahi mulut, nampaknya tidak banyak efek yang bisa diharapkan dari cairan tersebut.
2. Mengapa air dan darah mengalir dengan kuatnya dari lambung Yesus yang ditikam?
Dikatakan dalam Injil Yohanes, “tetapi ketika mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa Ia telah mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya, tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air. Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya. Sebab hal itu terjadi, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci: “Tidak ada tulang-Nya yang akan dipatahkan. Dan ada pula nas yang mengatakan: “Mereka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam.” (Yoh 19:33-37)
Maka prajurit tersebut menikam lambung Yesus (kemungkinan untuk menikam jantungnya), untuk memastikan agar Dia benar- benar mati. Dari sanalah segera mengalir air dan darah. Fenomena ini memang tidak biasa pada orang- orang yang sudah meninggal, dan ini juga dicatat oleh saksi mata yang melihat sendiri dan memberikan kesaksian itu (lih. Yoh 19:35). A Catholic Commentary on Holy Scripture, Dom Orchard, ed., menjelaskan tentang hal ini sebagai berikut: “Ada banyak pandangan untuk menjelaskan hal itu, dan kebanyakan mengatakan bahwa air tersebut merupakan serum tubuh yang terkumpul di pericardium, karena penderitaan yang sangat intens yang diterima Yesus [akibat cambukan, siksa dan aniaya hukuman salib]. Namun apakah alirannya yang keras merupakan mukjizat ataupun dapat dijelaskan secara alami, sebagaimana dikatakan para ahli fisiologis, tidak menjadi penting. Sebab kenyataannya demikian, dan ini dicatat di kitab Injil. Para Bapa Gereja mengajarkan bahwa kedua cairan itu melambangkan Baptisan dan Ekaristi, dan melihat adanya rahmat Tuhan yang mengalir melalui kedua aliran yang dan menghidupkan kembali dan memberi hidup ini, yang melahirkan Hawa yang baru (yaitu Gereja) dari rusuk/ lambung Adam yang baru, yang ‘tertidur’ [sleep of death] di kayu salib.”
3. Rempah- rempah adalah obat dari kaum Essenes yang membangunkan Yesus dari koma?
Wikipedia, mengutip Kittle Gerhardt, mengatakan bahwa ritual pemurnian adalah praktek yang umum dilakukan oleh bangsa- bangsa di Palestina pada abad- abad awal, dan bukan hanya menjadi kebiasaan orang Essenes. (Kittle, Gerhardt. Theological Dictionary of the New Testament, Volume 7. pp. 814, note 99).
Menurut adat orang Yahudi, orang yang wafat harus segera dikubur. Orang Yahudi umumnya menguburkan jenazah dalam kubur batu. Umumnya jenazah dimandikan dan dibungkus dengan kain pengikat. Minyak wangi dan rempah- rempah dapat dikenakan pada jenazah. Injil Yohanes mengatakan bahwa Nikodemus datang ke kubur dengan membawa campuran minyak mur dan minyak gaharu (myrrh and aloes, lih. Yoh 19:39). Khasiat minyak mur pertama tama adalah sebagai pewangi, sedangkan gaharu adalah untuk mengobati luka. Walaupun ada pula efek medisinalnya, namun adalah suatu hipotesa yang masih harus dibuktikan untuk mengatakan bahwa minyak tersebut dapat membangunkan orang dari koma/ mati suri, apalagi jika diandaikan harus memberi efek relatif segera.
4. Kitab Suci jelas menyatakan bahwa Yesus mati.
Kami umat Kristiani menerima apa yang disampaikan oleh keseluruhan Kitab Suci, dan tidak hanya menerima sebagian ayat dan menolak ayat yang lain. Hal kematian Yesus dicatat di dalam Injil dengan jelas. Sebab walaupun di ayat Mrk 15: 39 memang dikatakan bahwa kepala pasukan “melihat” mati-Nya Yesus, namun ayat sebelumnya mengatakan, “Lalu berserulah Yesus dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawa-Nya.” (Mrk 15:37, lih. Mat 27:50, Luk 23:46, Yoh 19:30). ‘Menyerahkan nyawa’ adalah perkataan lain (sinonim) dari kata ‘mati’. Injil Lukas mencatat bahwa sebelum menyerahkan nyawa-Nya, Yesus berkata, “Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” (Luk 23:46).
Banyak Bapa Gereja yang mengartikan teriakan nyaring ini pada saat kematian-Nya sebagai indikasi bahwa Ia adalah Tuhan dan bahwa Ia wafat atas kehendak bebas-Nya sendiri. Perkataan yang diucapkan sedemikian menunjukkan bahwa Ia tetap mempunyai kesadaran penuh dan pengendalian diri yang sempurna sampai pada akhir hidup-Nya. Kematian Kristus adalah kematian yang dikehendaki oleh Diri-Nya sendiri: Ia mempunyai kuasa untuk menyerahkan nyawa-Nya dan memperoleh-Nya kembali (lih. Yoh 10:17-), namun Ia memberikannya demi menyelesaikan rencana Ilahi untuk keselamatan manusia. Kata- kata terakhir-Nya merupakan pernyataan kehendak bebas-Nya untuk menyerahkan nyawa-Nya di kayu salib demi menyelamatkan umat manusia. Pada saat jam tiga petang, pada saat anak domba paska dikorbankan di bait Allah (yang hanya beberapa yard dari tenpat penyaliban Yesus) menurut ritual Perjanjian Lama, Anak Domba Allah telah wafat (lih. 1 Kor 5:7).
Maka hipotesa yang menyatakan Yesus hanya mati suri ataupun pingsan (tidak sungguh- sungguh wafat) tidak cocok dengan banyak ayat dalam Kitab Suci yang menyatakan bahwa Kristus sungguh wafat/ menyerahkan nyawa-Nya.
“Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci…” (1Kor 15:3)
“Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal.” (1Kor 15:20)
“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan…” (1Ptr 1:3)
“Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh…” (1 Ptr 3:18)
Di atas semua itu, hal kematian Yesus telah berkali- kali dikatakan oleh Yesus sendiri (lih. Mat 17: 22; Mat 20:19; Mat 26:2; Mrk 9:30; Mrk 10:33-34; Luk 18:32).
“Ia [Yesus] berkata kepada mereka: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” (Mat 17:22)
“Ia berkata kepada mereka: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit.” (Mrk 9:30)
… kata-Nya: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, dan Ia akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh, dan sesudah tiga hari Ia akan bangkit.” (Mrk 10:33-34)
“Sebab Ia akan diserahkan kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, diolok-olokkan, dihina dan diludahi, dan mereka menyesah dan membunuh Dia, dan pada hari ketiga Ia akan bangkit.”
Maka seseorang yang mengatakan bahwa Yesus hanya mati suri, sama saja ia menuduh Yesus berdusta. Bagi kami umat Kristiani, argumen tersebut tidak berdasar, justru karena bertentangan dengan perkataan Yesus yang adalah Sang Kebenaran. Sebab yang mempunyai hipotesa tersebut adalah manusia yang tak luput dari kesalahan, sedangkan yang mengatakan bahwa Yesus wafat dibunuh adalah Tuhan Yesus sendiri, yang tidak mungkin salah. Maka argumen yang mengatakan bahwa Yesus pingsan (yang biasanya didahului gejala berangsur kehilangan kesadaran), juga tidak sesuai dengan kenyataan, karena justru sampai akhirnya, Yesus dengan sadar berseru, bahkan dengan suara lantang, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” (Luk 23:46).
Bahwa setelah wafat-Nya, ketika lambung Yesus ditusuk oleh tombak, lalu memancarlah air dan darah, juga tidak dapat dikatakan bahwa itu merupakan tanda bahwa Ia masih belum wafat. Sebab keadaan tersebut walaupun langka, dapat diterangkan secara medis, dan dapat pula merupakan tanda supernatural sebagai pemenuhan nubuat yang samar- samar digambarkan dalam Perjanjian Lama. Para Bapa Gereja mengajarkan bahwa seperti Hawa terbentuk dari tulang rusuk Adam, maka Gereja (sebagai Hawa yang baru, Mempelai Kristus) terbentuk dari air dan darah yang keluar dari lambung Kristus (Adam yang baru), seperti dikatakan juga oleh Rasul Paulus dalam Ef 5: 24-27.
2. Lukas keliru sewaktu mengatakan bahwa ada nubuatan tentang kebangkitan Yesus di kitab Mazmur?
Tidak, St. Lukas tidak keliru. Ada ayat- ayat dalam kitab Mazmur yang memang menyampaikan nubuat tentang wafat dan kebangkitan Kristus Sang Mesias. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
3. Tentang kaitan Kitab Suci, Gereja dan Kristus
Nampaknya harus diketahui terlebih dahulu, bahwa ada perbedaan antara Gereja dan gereja. Sebab Gereja (dengan huruf besar) artinya adalah jemaat/ ekklesia, sedangkan gereja (dengan huruf kecil) adalah gedungnya. Maka dalam artian Gereja sebagai jemaatlah, kita mengatakan bahwa Kristus adalah Kepalanya. Dengan Kristus sebagai Kepala Gereja, maka tidak dapat dikatakan bahwa kedudukan Kitab Suci berada di atas Kristus dan Gereja, sebab Kristus sebagai Allah Putera itu sendiri lebih tinggi dari Kitab Suci dan tidak terbatas oleh Kitab Suci. Bahwa selama penjelmaan-Nya menjadi manusia, Yesus menaati ajaran yang tertulis dalam Kitab Suci, itu benar, tetapi secara keseluruhan, dalam kodrat-Nya sebagai Allah, Kristus tidak dibatasi atau terbatas dengan apa yang tertulis dalam Kitab Suci. Kitab Suci sendiri mengajarkan bahwa tiang penopang dan dasar kebenaran adalah Gereja (jemaat) dan bukan Kitab Suci itu sendiri, seperti diajarkan oleh Rasul Paulus, “Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.” (1 Tim 3:15).
Oleh karena itu, Gereja Katolik melestarikan semua Wahyu Ilahi yang disampaikan baik dalam Kitab Suci maupun yang diajarkan dalam Tradisi Gereja. Sebab dikatakan di dalam Injil Yohanes bahwa Kitab Suci tidak memuat semua ajaran Yesus, “Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.” (Yoh 21:25). Hal- hal lain/ ajaran yang tidak tertulis dalam Kitab Suci tersebut tetap diteruskan oleh para murid Kristus kepada para penerus mereka untuk dilestarikan. Sebab Rasul Paulus mengajarkan agar Gereja berpegang kepada ajaran- ajaran para rasul baik yang tertulis dalam Kitab Suci, maupun yang tidak tertulis/ lisan (dalam Tradisi Suci), “Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.” (2 Tes 2:15). Maka Sabda-Nya dipercayakan Kristus kepada Gereja, dan Gerejalah yang paling berhak untuk menginterpretasikan Sabda-Nya dengan benar. Keempat Injilpun ditulis berdasarkan ajaran lisan (Tradisi Suci) yang diberikan oleh Kristus kepada para murid-Nya (Gereja), yang kemudian dituliskan oleh Rasul Matius dan Rasul Yohanes, St. Lukas (murid Rasul Paulus) dan St. Markus (murid Rasul Petrus). Itulah sebabnya Gereja Katolik memegang baik Tradisi Suci maupun Kitab Suci, karena keduanya berasal dari sumber yang sama.
Kristus tidak menulis Kitab Suci, namun mendirikan Gereja di atas Rasul Petrus, demikian Sabda-Nya, “Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat (Gereja)-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat 16:18); dan Ia berjanji menyertai Gereja-Nya sampai akhir jaman (Mat 28:19-20). Dengan demikian, Kristus mempercayakan kepemimpinan umat-Nya kepada Petrus dan para penerusnya, yang kini disebut sebagai Magisterium Gereja, yang diberi kuasa untuk mengajar dan mengampuni dosa, yang disebut kitab suci “kuasa untuk mengikat dan melepaskan” (Mat 16:19, Mat 18:18). Kuasa mengajar dalam hal ini adalah dalam hal iman dan moral, sehingga jika terdapat perbedaan pandangan yang berhubungan dengan iman dan moral, yang menjadi acuan adalah ajaran yang berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi Suci, seperti yang telah ditentukan oleh Magisterium Gereja, yang diberi kuasa oleh Kristus untuk memimpin Gereja. Selanjutnya Magisterium mengeluarkan ketentuan/ peraturan/ hukum Gereja yang sifatnya lebih praktis untuk melaksanakan ajaran iman dan moral tersebut. Jadi di sini terlihat adanya tiga pilar dalam Gereja yang tidak terpisahkan: yaitu Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium. Keterangan tentang hal ini, silakan klik di sini.
Selanjutnya, dalam kehidupan menggereja, para penerus rasul itu adalah Paus dan para Uskup, dan mereka dibantu oleh para imam. Para Uskup memimpin wilayahnya yang disebut keuskupan. Dan untuk penyelesaian praktis yang menyangkut pelanggaran ataupun perkara hukum Gereja, hal itu dapat diputuskan oleh Tribunal keuskupan.
4. Dasar untuk menyikapi perceraian dan perselingkuhan
Dalam Gereja Katolik, tidak diperbolehkan adanya perceraian, (lih. Mat 19:6). Namun adakalanya, perkawinan diadakan padahal tidak memenuhi persyaratan perkawinan yang sah seperti yang disyaratkan oleh hukum Gereja. Jika ini kejadiannya, maka perkara tersebut dapat diajukan ke pihak Tribunal keuskupan, dan jika hal ini dapat dibuktikan, maka Tribunal dapat memberikan ijin pembatalan perkawinan, artinya menyatakan bahwa perkawinan tersebut batal, karena tidak memenuhi syarat sebagai perkawinan yang sah. Pembatalan perkawinan tidak sama artinya dengan perceraian, sebab pembatalan artinya perkawinan itu sudah tidak sah sejak awal (karena halangan/ cacat yang sudah ada sebelum atau sejak hari H perkawinan), dan bukannya sudah sah awalnya, tetapi cerai kemudian karena alasan yang baru terjadi setelah perkawinan. Tentang hal ini, prinsipnya sudah pernah dibahas di sini, silakan klik, dan di sini, silakan klik. Sedangkan jika perkawinan sudah sah diberikan, maka tidak dapat diceraikan. Jika toh ada pihak yang meninggalkan pasangannya yang sah, maka ketentuan yang berlaku adalah keduanya tidak dapat menikah lagi. Hal bahwa dikatakan dalam Kitab Suci bahwa Musa memperbolehkan perceraian, itu sudah dijelaskan oleh Tuhan Yesus, bahwa hal itu diberikan karena ketegaran hati umat Israel, sedangkan bukan demikian yang pada awalnya ditentukan Allah (lih. Mat 19:Cool. Dengan demikian, Gereja Katolik mengacu kepada ajaran yang dikehendaki oleh Allah sejak awal mula, seperti yang diajarkan oleh Yesus, yaitu, perkawinan adalah antara seorang laki- laki dan perempuan, dan setelah dipersatukan oleh Tuhan, tidak boleh diceraikan oleh manusia (lih. Mat 19:5-6).
Sedangkan untuk perselingkuhan, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Perselingkuhan adalah tindakan yang melanggar moral namun bukan yuridis, oleh karena itu tidak dikaitkan dengan Tribunal. Kitab Hukum Kanonik mengatur tindakan yuridis, bukan moral baik atau buruk. Pelanggaran moral diselesaikan antara sang peniten di hadapan Tuhan dalam sakramen Pengakuan dosa, dan tentu ia memiliki kewajiban moral untuk tidak mengulanginya lagi ataupun bertanggungjawab untuk perbuatannya jika perselingkuhan itu sampai melahirkan kehidupan yang baru. Dalam menyelesaikan perkara- perkara di atas, baik hal perkawinan, perselingkuhan atau perkara- perkara lainnya, acuan dasarnya tetap Kitab Suci, Tradisi Suci dan ajaran Magisterium Gereja.
Kata ‘Gereja’ memang mempunyai dua makna, yaitu jemaat (dengan huruf besar: Gereja) dan gedung gereja (dengan huruf kecil: gereja). Jika dikatakan Kristus adalah Kepala Gereja, ini adalah dalam pengertian bahwa Yesus adalah Kepala jemaat. ‘Gereja’ yang menafsirkan Kitab Suci juga adalah jemaat, dan bukan bangunan. Gereja Katolik adalah Gereja (jemaat) yang didirikan oleh Tuhan Yesus sendiri, dan karena Gereja diberi kuasa oleh Kristus untuk mengajar, maka apa yang diajarkan oleh Gereja tidak mungkin bertentangan dengan Kitab Suci.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

kabayan

Jumlah posting : 128
Join date : 14.06.11

Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas

- Similar topics

 :: Kesaksian :: Katolik

 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik