Login
Latest topics
» Ada apa di balik serangan terhadap Muslim Burma?by Dejjakh Sun Mar 29, 2015 9:56 am
» Diduga sekelompok muslim bersenjata menyerang umat kristen
by jaya Wed Nov 27, 2013 12:30 am
» Sekitar 6.000 orang perempuan di Suriah diperkosa
by jaya Wed Nov 27, 2013 12:19 am
» Muhammad mengaku kalau dirinya nabi palsu
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:53 pm
» Hina Islam dan Presiden, Satiris Mesir Ditangkap
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:50 pm
» Ratusan warga Eropa jihad di Suriah
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:48 pm
» Krisis Suriah, 6.000 tewas di bulan Maret
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:46 pm
» Kumpulan Hadis Aneh!!
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:43 pm
» Jihad seksual ala islam!
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:40 pm
Most active topics
Social bookmarking
Bookmark and share the address of Akal Budi Islam on your social bookmarking website
Bookmark and share the address of on your social bookmarking website
Pencarian
Most Viewed Topics
Statistics
Total 40 user terdaftarUser terdaftar terakhir adalah tutunkasep
Total 1142 kiriman artikel dari user in 639 subjects
Top posting users this month
No user |
User Yang Sedang Online
Total 77 uses online :: 0 Terdaftar, 0 Tersembunyi dan 77 Tamu Tidak ada
User online terbanyak adalah 97 pada Tue Oct 22, 2024 12:34 pm
Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
2 posters
:: Debat Islam :: Murtadin
Halaman 2 dari 2
Halaman 2 dari 2 • 1, 2
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Pasal 9 - Mengapa Saya Tidak Akan Menandingi Nabi Islam?
“Orang Muslim sangat fasih berbicara mengenai nilai-nilai yang berhubungan dengan keluarga dan giat mencari kesalahan orang lain, terutama pihak Barat. Meski demikian, saya menantang setiap orang Muslim untuk menunjukkan kepada saya apa saja kebajikan dalam hidup keluarga Nabi Islam yang dapat mereka teladani”
Pada tanggal 1 September 2004, pesta awal tahun sekolah di Rusia berubah menjadi tragedi nasional yang akan menjadi 11 Septembernya Rusia. Hari itu merupakan hari dimana sebuah kelompok sekitar tiga puluh pria bersenjata dan dua orang wanita yang mengenakan sabuk peledak menyandera sebuah sekolah dasar di sebuah kota kecil, Beslan. Guru-guru, murid-murid, dan keluarga mereka dijadikan tawanan. Jumlah mereka mencapai seribu tiga ratus orang dan kebanyakan terdiri dari anak-anak. Para penyandera meminta penarikan pasukan Rusia dari Cheznya. Pasukan Rusia dan milisi local mengepung sekolah. Dalam serangan berdarah yang terjadi pada tanggal 3 September, kebanyakan para sandera bapat dibebaskan, tetapi selama pertempuran, gedung sekolah hancur, setidaknya sebagian besar teroris, sebelas tentara Rusia, dan lebih dari tiga ratus rakyat sipil terbunuh, dan banyak juga yang terluka. Sementara serangan ini ditujuan kepada anak-anak, kita tidak boleh melupakan anak-anak lainnya yang menjadi yatim piatu karena serangan-serangan lainnya yang tak terhitung yang terjadi di berbagai bagian dunia.
Disinilah Divyan mempersembahkan kesaksiannya bagi anak-anak yang tidak bersalah yang terbunuh di Beslan, Rusia. Ketika kebanyakan orang di dunia Islam mengklaim bahwa tindakan terorisme dapat dibenarkan oleh karena kebijakan politik dunia Barat, pembantaian dari ratusan anak-anak tak bersalah ini membuat banyak orang untuk memikirkan ulang tentang klaim Islam yang radikal. Cerita ini memyatakan bagaimana Divyan menemukan dirinya dalam ajaran Buddha dan kesaksiannya yang memberi undangan “bagi setiap orang Muslim untuk menunjukkan kepada saya apapun kebajikan dalam hidup keluarga Nabi mereka yang dapat diteladani”. Di Beslan, anak-anak dikorbankan di altar terorisme Islam. Dalam dominasi dunia laki-laki dari Islam, wanita dan anak-anak tidak mempunyai arti.
Kesaksian Divyan
Terlebih dahulu, penting untuk mengatakan sesuatu tentang saya? Saya tidak suka mengingat masa lalu saya yang pahit, ketika saya masih seorang Muslim yang prestisius. Seperti kebanyakan Muslim yang angkuh, saya sangat terpaku pada Islam. Saya adalah seorang yang tidak bisa bertoleransi terhadap kecaman yang pedas kepada kepercayaan saya, dan belajar untuk curiga dan bersikap prejudis terhadap kritik dan sang pengkritik. Saya menyerang semua pernyataan yang saya anggap tanpa bukti dengan perasaan jijik dan menghina. Saya juga, percaya nabi Islam merupakan orang yang sangat bermoral; saya diajarkan untuk hidup seperti dia, mencintainya, dan untuk berjalan di bumi ini sama seperti dia. Semua hal tersebut saya terima sampai ketika saya belajar untuk meragukannya dan mulai melihat dari sudut pandang yang berbeda.
Saya belajar sejarah dari sudut pandang Islam, namun ketika selesai, suatu pemikiran sederhana membuat saya gusar, yaitu: bagaimana mungkin cerita yang sama dapat terjadi apabila saya menulis ulang dari sudut pandang yang berbeda? Saya pikir ini adalah awal dari pencerahan saya. Saya menolak untuk kembali memainkan peran sebagai korban dan memerlukan banyak keberanian untuk tujuan tersebut.
Saya tidak ingat persisnya apa yang menuliskan keraguan dalam pikiran saya. Mungkin Buddha dan pengajarannya atau pandangan pada Yesus dan penderitaannya. Saya melajar untuk melihat melalui diri saya sendiri melalui Buddha. Kemudian, sedikit mengejutkan, saya menyadari bahwa Nabi saya tercinta ternyata adalah orang yang aneh. Dia gagal menunjukkan apapun kepada saya selain sisi gelap kemanusiaan.
Mereka yang menyuarakan kebesaran Nabi Islam memiliki tanggung jawab untuk membuktikannya dengan mengacu padanya dan pada kehidupannya. Apakah ada pelajaran tentang kemurahan hati di dalam Nabi Islam yang dapat dibandingkan dengan yang ditunjukkan Yesus kepada orang yang mengeksekusiNya, bahkan saat ia mengalami kesakitan yang luar biasa saat disalibkan? Adakah pelajaran moral yang terbuang ketika kita memiliki Budha yang rela meninggalkan mahkotanya sebagai seorang calon raja?
Muslim sangat fasih berbicara mengenai nilai-nilai yang berhubungan dengan keluarga dan giat mencari kesalahan orang lain, terutama pihak Barat. Meski demikian, saya menantang setiap Muslim untuk menunjukkan kepada saya jika ada kebajikan dalam hidup keluarga Nabi yang dapat mereka teladani.
Saya meninggalkan Nabi dan pengajarannya, tetapi ini bukanlah tindakan yang layak mendapat pujian, ketika saya seharusnya malu telah menjadi bagian dari pemujaan tersebut, setidaknya untuk beberapa waktu lamanya dari kehidupan masa lalu saya. Saya merasa wajib untuk bertobat dan meminta maaf. Biarkan saya mencoba yang terbaik yang bisa saya lakukan.
Saya mempersembahkan kesaksian ini kepada semua orang yang menderita; saya mempersembahkan tulisan ini kepada anak-anak tidak bersalah yang telah dibantai di Beslan. Seharusnya kalian orang-orang Muslim merasa malu; sebab kalian masih mencicipi darah mereka yang manis!
“Orang Muslim sangat fasih berbicara mengenai nilai-nilai yang berhubungan dengan keluarga dan giat mencari kesalahan orang lain, terutama pihak Barat. Meski demikian, saya menantang setiap orang Muslim untuk menunjukkan kepada saya apa saja kebajikan dalam hidup keluarga Nabi Islam yang dapat mereka teladani”
Pada tanggal 1 September 2004, pesta awal tahun sekolah di Rusia berubah menjadi tragedi nasional yang akan menjadi 11 Septembernya Rusia. Hari itu merupakan hari dimana sebuah kelompok sekitar tiga puluh pria bersenjata dan dua orang wanita yang mengenakan sabuk peledak menyandera sebuah sekolah dasar di sebuah kota kecil, Beslan. Guru-guru, murid-murid, dan keluarga mereka dijadikan tawanan. Jumlah mereka mencapai seribu tiga ratus orang dan kebanyakan terdiri dari anak-anak. Para penyandera meminta penarikan pasukan Rusia dari Cheznya. Pasukan Rusia dan milisi local mengepung sekolah. Dalam serangan berdarah yang terjadi pada tanggal 3 September, kebanyakan para sandera bapat dibebaskan, tetapi selama pertempuran, gedung sekolah hancur, setidaknya sebagian besar teroris, sebelas tentara Rusia, dan lebih dari tiga ratus rakyat sipil terbunuh, dan banyak juga yang terluka. Sementara serangan ini ditujuan kepada anak-anak, kita tidak boleh melupakan anak-anak lainnya yang menjadi yatim piatu karena serangan-serangan lainnya yang tak terhitung yang terjadi di berbagai bagian dunia.
Disinilah Divyan mempersembahkan kesaksiannya bagi anak-anak yang tidak bersalah yang terbunuh di Beslan, Rusia. Ketika kebanyakan orang di dunia Islam mengklaim bahwa tindakan terorisme dapat dibenarkan oleh karena kebijakan politik dunia Barat, pembantaian dari ratusan anak-anak tak bersalah ini membuat banyak orang untuk memikirkan ulang tentang klaim Islam yang radikal. Cerita ini memyatakan bagaimana Divyan menemukan dirinya dalam ajaran Buddha dan kesaksiannya yang memberi undangan “bagi setiap orang Muslim untuk menunjukkan kepada saya apapun kebajikan dalam hidup keluarga Nabi mereka yang dapat diteladani”. Di Beslan, anak-anak dikorbankan di altar terorisme Islam. Dalam dominasi dunia laki-laki dari Islam, wanita dan anak-anak tidak mempunyai arti.
Kesaksian Divyan
Terlebih dahulu, penting untuk mengatakan sesuatu tentang saya? Saya tidak suka mengingat masa lalu saya yang pahit, ketika saya masih seorang Muslim yang prestisius. Seperti kebanyakan Muslim yang angkuh, saya sangat terpaku pada Islam. Saya adalah seorang yang tidak bisa bertoleransi terhadap kecaman yang pedas kepada kepercayaan saya, dan belajar untuk curiga dan bersikap prejudis terhadap kritik dan sang pengkritik. Saya menyerang semua pernyataan yang saya anggap tanpa bukti dengan perasaan jijik dan menghina. Saya juga, percaya nabi Islam merupakan orang yang sangat bermoral; saya diajarkan untuk hidup seperti dia, mencintainya, dan untuk berjalan di bumi ini sama seperti dia. Semua hal tersebut saya terima sampai ketika saya belajar untuk meragukannya dan mulai melihat dari sudut pandang yang berbeda.
Saya belajar sejarah dari sudut pandang Islam, namun ketika selesai, suatu pemikiran sederhana membuat saya gusar, yaitu: bagaimana mungkin cerita yang sama dapat terjadi apabila saya menulis ulang dari sudut pandang yang berbeda? Saya pikir ini adalah awal dari pencerahan saya. Saya menolak untuk kembali memainkan peran sebagai korban dan memerlukan banyak keberanian untuk tujuan tersebut.
Saya tidak ingat persisnya apa yang menuliskan keraguan dalam pikiran saya. Mungkin Buddha dan pengajarannya atau pandangan pada Yesus dan penderitaannya. Saya melajar untuk melihat melalui diri saya sendiri melalui Buddha. Kemudian, sedikit mengejutkan, saya menyadari bahwa Nabi saya tercinta ternyata adalah orang yang aneh. Dia gagal menunjukkan apapun kepada saya selain sisi gelap kemanusiaan.
Mereka yang menyuarakan kebesaran Nabi Islam memiliki tanggung jawab untuk membuktikannya dengan mengacu padanya dan pada kehidupannya. Apakah ada pelajaran tentang kemurahan hati di dalam Nabi Islam yang dapat dibandingkan dengan yang ditunjukkan Yesus kepada orang yang mengeksekusiNya, bahkan saat ia mengalami kesakitan yang luar biasa saat disalibkan? Adakah pelajaran moral yang terbuang ketika kita memiliki Budha yang rela meninggalkan mahkotanya sebagai seorang calon raja?
Muslim sangat fasih berbicara mengenai nilai-nilai yang berhubungan dengan keluarga dan giat mencari kesalahan orang lain, terutama pihak Barat. Meski demikian, saya menantang setiap Muslim untuk menunjukkan kepada saya jika ada kebajikan dalam hidup keluarga Nabi yang dapat mereka teladani.
Saya meninggalkan Nabi dan pengajarannya, tetapi ini bukanlah tindakan yang layak mendapat pujian, ketika saya seharusnya malu telah menjadi bagian dari pemujaan tersebut, setidaknya untuk beberapa waktu lamanya dari kehidupan masa lalu saya. Saya merasa wajib untuk bertobat dan meminta maaf. Biarkan saya mencoba yang terbaik yang bisa saya lakukan.
Saya mempersembahkan kesaksian ini kepada semua orang yang menderita; saya mempersembahkan tulisan ini kepada anak-anak tidak bersalah yang telah dibantai di Beslan. Seharusnya kalian orang-orang Muslim merasa malu; sebab kalian masih mencicipi darah mereka yang manis!
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Pasal 10 - Seorang Wanita Amerika Yang Menjadi Muslim
“Saya diperkenalkan dengan pria yang akan menjadi suami saya. Saya dibawa ke dalam sebuah ruangan dan diberitahukan bahwa pria yang bernama Muhammad ini adalah orang yang akan saya nikahi. Saya tidak memiliki pilihan lain. Kami pun menikah pada bulan Mei. Segera setelah itu saya memasuki neraka.”
Tidak semua orang yang namanya dimasukkan ke dalam buku ini dilahirkan sebagai Islam. Meskipun begitu, sebagaimana yang akan kita lihat, banyak orang yang memeluk agama ini harus menghadapi banyak masalah. Mary bertumbuh sebagai seorang Kristen di Amerika Serikat dan pada tahun 1991 ia pindah agama menjadi seorang pemeluk Islam. Setelah pindah agama, Mary sangat yakin bahwa sekarang ia sudah menemukan jalan yang lurus. Namun demikian, sama halnya dengan wanita-wanita lain yang tak terhitung banyaknya, sekarang ia bisa ingat bagaimana hidupnya mulai berantakan setelah ia pindah agama Mary menjelaskan kisah mengerikan yang ia alami dan memperingatkan setiap wanita yang bermaksud menjadi pemeluk Islam. Islam tetap menjadi agama yang paling gampang untuk anda masuki, tetapi yang paling sulit adalah untuk meninggalkannya dan tetap hidup; khususnya bagi para wanita. Dan jika Islam pada akhirnya bisa menguasai Barat maupun negara-negara non Muslim, maka tidak hanya Mary, para wanita lainnya pun akan membayar harganya.
Kesaksian Mary
Saya masih ingat kenangan masa kecilku yang terbentuk di sekitar gereja. Aku diajak untuk menghadiri banyak aktifitas-aktifitas gereja sejak masih seorang gadis kecil. Kendati demikian, setelah lebih besar, keluarga kami semakin jarang pergi ke gereja, dan segera kami menghabiskan Hari Minggu menonton televisi dan melakukan aktifitas santai lainnya. Ketika berusia 9 tahun, keluarga kami mulai menghadiri sebuah gereja independen kecil dengan doktrin yang berat. Retorika yang biasa disuarakan dari gereja ini adalah keyakinan-keyakinan seperti “singkirkan rotan, manjakan anak,” dan “isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu.” Mereka tak pernah menyebutkan tanggungjawab yang menjadi bagian suami atau orangtua. Sebagai akibatnya, saya menjadi sangat takut ketika saya pergi ke sekolah, ke gereja, dan ke Sekolah Minggu, dan meyakini bahwa saya akan dipukul atau dipermalukan. Mereka tidak akan membiarkan para gadis memimpin pernghormatan kepada bendera atau berdoa karena para gadis dianggap lebih rendah dari anak laki-laki. Kami hanya pergi ke gereja itu selama beberapa bulan, tetapi hal itu memberikan pengaruh yang besar atas kehidupan saya.
Setelah pindah ketika saya berusia dua belas tahun, kami kembali mulai menghadiri kebaktian di gereja secara regular. Saya gembira saat kembali merasa sebagai bagian dari “keluarga gereja”. Tetapi apa yang tidak saya perhatikan pada waktu itu bahwa gereja ini adalah jenis gereja yang “sangat mengutamakan kesalehan, tetapi menyangkali kuasa yang ada di dalamnya.” Saya menghadiri kebaktian secara regular, meskipun orang tua saya semakin lama semakin jarang hadir di kebaktian. Segera saya menjadi satu-satunya anggota keluarga yang hadir. Saya mendengarkan kisah-kisah mengenai kebaikan dan iman yang disampaikan oleh pendeta, tetapi kisah-kisah itu tak bermakna apa-apa di telingaku, khususnya ketika anggota-anggota jemaat terlibat dalam dusta, menipu satu sama lain, dan saling memperlihatkan siapa yang memiliki uang paling banyak. Saat lulus dari SMA, saya hanya hadir di kebaktian secara sporadis.
Saya meninggalkan kota kami untuk belajar di College pada tahun 1990 dan mulai menjalani hidup saya sebagai seorang agnostik, dan penganut paham feminisme radikal. Saya tidak akan mempercayai agama apa pun yang mengajarkan bahwa wanita harus patuh. Ketika hubunganku dengan seorang pria bubar, saya mulai mencari Tuhan dan agama secara umum. Sekelompok besar mahasiswa Muslim mulai menghadiri universitas di sekitar tahun itu dan saya mulai berbicara dengan mereka melalui cara hidup yang dinamakan Islam. Mereka beritahukan kepadaku bahwa Islam itu adalah sebuah cara hidup, dan bukan hanya sebuah agama. Saya menjadi tertarik pada semua aspek dan semakin tertarik lagi pada fakta bahwa pria-pria Muslim terikat untuk merawat dan menjaga isteri mereka dengan penuh kelemahlembutan. Saya diberitahukan bahwa Nabi Muhammad menyampaikan kepada para pengikutnya bahwa “Yang terbesar diantara kalian adalah yang memperlakukan isterinya paling baik”, tetapi tak seorang pun memberitahukan saya dari Surah bahwa jika isterimu tidak taat, maka engkau bisa memukulnya sampai ia taat. Saya menginginkan seorang suami yang baik yang kelak akan mensupport saya dan memperlakukan saya dengan baik.
Saya menjadi seorang Muslim pada bulan November 1991, dan segera situasi di dalam kehidupanku menjadi kacau. Saya begitu yakin bahwa saya telah menemukan jalan yang benar sehingga saya jadi suka berdebat dengan rekan-rekan kerjaku dan tak lama kemudian saya pun dipecat. Saya mulai mencari pekerjaan lain dan imam memberitahukan padaku bahwa saya harus pulang ke rumah orang tuaku sebab Islam melarang wanita single hidup sendiri. Saya pulang ke rumah bulan Januari 1992. Bisa dimengerti ketika orang tuaku tidak suka melihatku mengenakan pakaian tradisional Muslim dan mereka coba melarangku untuk mengenakannya saat mereka memiliki kesempatan. Tetapi semuanya itu tidak merubah pendirianku, aku tetap mengenakannya. Segera keluarga dan teman-temanku sebelumnya menjadi enggan ada di sekitarku dan aku secara eksklusif menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang-orang Muslim.
Bulan Februari 1992, saya diperkenalkan dengan calon suami saya. Saya cuma diajak memasuki sebuah ruangan dan diberitahukan bahwa ia adalah pria yang akan saya nikahi. Namanya Muhammad. Saya tidak punya pilihan lain. Kami pun menikah bulan Mey. Segera saya masuk ke dalam neraka. Saya tidak diijinkan meninggalkan apartemen tanpa seijinnya, dan dilarang menyalakan ac dalam kondisi apa pun. Saya berkeringat selama musim panas yang membuat kulitku menjadi gatal. Muhammad memaksaku untuk mengembalikan mobilku pada orangtua saya, karena itu sejak bulan September saya benar-benar terkungkung di rumah. Hal yang tidak saya mengerti dari suami saya adalah bahwa ia akan menghabiskan waktu berjam-jam di luar rumah dan tak pernah mengajakku pergi dengannya. Kemudian saya segera menyadari bahwa Islam melarang kami mendengarkan musik. Ini pertama kali saya merasa terpukul.
Setelah setahun menikah, ia bersiap-siap untuk kembali ke Maroko (tanpa saya) untuk mengunjungi keluarganya. Sebelum ia berangkat, kami melakukan perjalanan sehari ke Dallas dimana ia tidak mengijinkanku membawa makanan kecuali sekantung kecil keripik. Karena kami tidak punya apa pun untuk dimakan di rumah, maka saya menelepon salah seorang dari teman saya yang tahu bahwa Muhamamad sering meninggalkan aku sendirian di rumah tanpa makanan.
Saya menunggunya untuk membawakanku roti sandwich untuk makan malam, ketika tanpa disangka-sangka Muhamamad pulang ke rumah. Ia telah mendengar telepon itu dan menjadi penasaran. Ia memberitahukan saya untuk mempersiapkan barang-barang saya dan berangkat keesokan harinya. Ia mulai memukuliku dan berteriak kepadaku, hingga memekakkan salah satu gendang telingaku. Saya berlari meminta pertolongan ke rumah seorang teman. Dengan menangis Muhammad datang meminta maaf dan kami pun kembali bersama-sama.
Setelah ia kembali dari Maroko, saya berhasil mendapatkan pekerjaan dan sanggup membayar sejumlah tagihan dan memiliki cukup makanan untuk dimakan (ia membiarkan aku mengambil kembali mobilku dari orang tua aku). Meski demikian saya mulai menyadari bahwa ini bukanlah sebuah pernikahan. Kami hanya sekedar teman satu kamar dan yang satu meneror yang lain.
Saya mulai mempertanyakan sejumlah hal mengenai Islam: kemunafikan dan perkelahian di kalangan tertentu, disamping perlakuan terhadap kaum wanita. Saya diberitahukan untuk tidak menanyakan apa pun dan apa yang harus saya lakukan adalah membaca maka saya akan mengerti. Saya mulai merindukan menjadi seorang wanita yang tidak harus mengenakan pakaian yang berat dan harus menghadapi tatapan yang tidak menyenangkan dari orang lain. Saya dituduh sebagai penyebab terjadinya keguguran ketika saya mencoba dengan sekuat tenaga untuk bisa hamil. Saya menangis kepada Allah mengapa Ia tidak mengijinkan saya menjadi seorang perempuan Muslim yang berhasil menunaikan kewajibannya dengan melahirkan anak. Saya menjadi lebih depresi dan bahwa berdoa kepada Allah agar Ia mengambil nyawaku. Di akhir usia pernikahan kami yang ketiga, Muhammad memutuskan bahwa ia akan berangkat lagi ke Maroko. Ia beritahukan kepadaku bahwa ia tidak perduli kemana aku akan pergi atau apa yang akan aku lakukan; ia akan pulang ke rumahnya. Saya mendapatkan kembali apartemenku dan ketika aku tidak lagi mendengar kabarnya selama satu bulan, maka aku pun mengajukan cerai. Imanku menjadi hancur begitu juga kesehatan dan keuanganku. Setelah banyak menangis, saya kembali mengunjungi sebuah gereja. Hal ini memerlukan waktu berbulan-bulan, tetapi pada akhirnya saya merasa seperti berada di rumah kembali
“Saya diperkenalkan dengan pria yang akan menjadi suami saya. Saya dibawa ke dalam sebuah ruangan dan diberitahukan bahwa pria yang bernama Muhammad ini adalah orang yang akan saya nikahi. Saya tidak memiliki pilihan lain. Kami pun menikah pada bulan Mei. Segera setelah itu saya memasuki neraka.”
Tidak semua orang yang namanya dimasukkan ke dalam buku ini dilahirkan sebagai Islam. Meskipun begitu, sebagaimana yang akan kita lihat, banyak orang yang memeluk agama ini harus menghadapi banyak masalah. Mary bertumbuh sebagai seorang Kristen di Amerika Serikat dan pada tahun 1991 ia pindah agama menjadi seorang pemeluk Islam. Setelah pindah agama, Mary sangat yakin bahwa sekarang ia sudah menemukan jalan yang lurus. Namun demikian, sama halnya dengan wanita-wanita lain yang tak terhitung banyaknya, sekarang ia bisa ingat bagaimana hidupnya mulai berantakan setelah ia pindah agama Mary menjelaskan kisah mengerikan yang ia alami dan memperingatkan setiap wanita yang bermaksud menjadi pemeluk Islam. Islam tetap menjadi agama yang paling gampang untuk anda masuki, tetapi yang paling sulit adalah untuk meninggalkannya dan tetap hidup; khususnya bagi para wanita. Dan jika Islam pada akhirnya bisa menguasai Barat maupun negara-negara non Muslim, maka tidak hanya Mary, para wanita lainnya pun akan membayar harganya.
Kesaksian Mary
Saya masih ingat kenangan masa kecilku yang terbentuk di sekitar gereja. Aku diajak untuk menghadiri banyak aktifitas-aktifitas gereja sejak masih seorang gadis kecil. Kendati demikian, setelah lebih besar, keluarga kami semakin jarang pergi ke gereja, dan segera kami menghabiskan Hari Minggu menonton televisi dan melakukan aktifitas santai lainnya. Ketika berusia 9 tahun, keluarga kami mulai menghadiri sebuah gereja independen kecil dengan doktrin yang berat. Retorika yang biasa disuarakan dari gereja ini adalah keyakinan-keyakinan seperti “singkirkan rotan, manjakan anak,” dan “isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu.” Mereka tak pernah menyebutkan tanggungjawab yang menjadi bagian suami atau orangtua. Sebagai akibatnya, saya menjadi sangat takut ketika saya pergi ke sekolah, ke gereja, dan ke Sekolah Minggu, dan meyakini bahwa saya akan dipukul atau dipermalukan. Mereka tidak akan membiarkan para gadis memimpin pernghormatan kepada bendera atau berdoa karena para gadis dianggap lebih rendah dari anak laki-laki. Kami hanya pergi ke gereja itu selama beberapa bulan, tetapi hal itu memberikan pengaruh yang besar atas kehidupan saya.
Setelah pindah ketika saya berusia dua belas tahun, kami kembali mulai menghadiri kebaktian di gereja secara regular. Saya gembira saat kembali merasa sebagai bagian dari “keluarga gereja”. Tetapi apa yang tidak saya perhatikan pada waktu itu bahwa gereja ini adalah jenis gereja yang “sangat mengutamakan kesalehan, tetapi menyangkali kuasa yang ada di dalamnya.” Saya menghadiri kebaktian secara regular, meskipun orang tua saya semakin lama semakin jarang hadir di kebaktian. Segera saya menjadi satu-satunya anggota keluarga yang hadir. Saya mendengarkan kisah-kisah mengenai kebaikan dan iman yang disampaikan oleh pendeta, tetapi kisah-kisah itu tak bermakna apa-apa di telingaku, khususnya ketika anggota-anggota jemaat terlibat dalam dusta, menipu satu sama lain, dan saling memperlihatkan siapa yang memiliki uang paling banyak. Saat lulus dari SMA, saya hanya hadir di kebaktian secara sporadis.
Saya meninggalkan kota kami untuk belajar di College pada tahun 1990 dan mulai menjalani hidup saya sebagai seorang agnostik, dan penganut paham feminisme radikal. Saya tidak akan mempercayai agama apa pun yang mengajarkan bahwa wanita harus patuh. Ketika hubunganku dengan seorang pria bubar, saya mulai mencari Tuhan dan agama secara umum. Sekelompok besar mahasiswa Muslim mulai menghadiri universitas di sekitar tahun itu dan saya mulai berbicara dengan mereka melalui cara hidup yang dinamakan Islam. Mereka beritahukan kepadaku bahwa Islam itu adalah sebuah cara hidup, dan bukan hanya sebuah agama. Saya menjadi tertarik pada semua aspek dan semakin tertarik lagi pada fakta bahwa pria-pria Muslim terikat untuk merawat dan menjaga isteri mereka dengan penuh kelemahlembutan. Saya diberitahukan bahwa Nabi Muhammad menyampaikan kepada para pengikutnya bahwa “Yang terbesar diantara kalian adalah yang memperlakukan isterinya paling baik”, tetapi tak seorang pun memberitahukan saya dari Surah bahwa jika isterimu tidak taat, maka engkau bisa memukulnya sampai ia taat. Saya menginginkan seorang suami yang baik yang kelak akan mensupport saya dan memperlakukan saya dengan baik.
Saya menjadi seorang Muslim pada bulan November 1991, dan segera situasi di dalam kehidupanku menjadi kacau. Saya begitu yakin bahwa saya telah menemukan jalan yang benar sehingga saya jadi suka berdebat dengan rekan-rekan kerjaku dan tak lama kemudian saya pun dipecat. Saya mulai mencari pekerjaan lain dan imam memberitahukan padaku bahwa saya harus pulang ke rumah orang tuaku sebab Islam melarang wanita single hidup sendiri. Saya pulang ke rumah bulan Januari 1992. Bisa dimengerti ketika orang tuaku tidak suka melihatku mengenakan pakaian tradisional Muslim dan mereka coba melarangku untuk mengenakannya saat mereka memiliki kesempatan. Tetapi semuanya itu tidak merubah pendirianku, aku tetap mengenakannya. Segera keluarga dan teman-temanku sebelumnya menjadi enggan ada di sekitarku dan aku secara eksklusif menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang-orang Muslim.
Bulan Februari 1992, saya diperkenalkan dengan calon suami saya. Saya cuma diajak memasuki sebuah ruangan dan diberitahukan bahwa ia adalah pria yang akan saya nikahi. Namanya Muhammad. Saya tidak punya pilihan lain. Kami pun menikah bulan Mey. Segera saya masuk ke dalam neraka. Saya tidak diijinkan meninggalkan apartemen tanpa seijinnya, dan dilarang menyalakan ac dalam kondisi apa pun. Saya berkeringat selama musim panas yang membuat kulitku menjadi gatal. Muhammad memaksaku untuk mengembalikan mobilku pada orangtua saya, karena itu sejak bulan September saya benar-benar terkungkung di rumah. Hal yang tidak saya mengerti dari suami saya adalah bahwa ia akan menghabiskan waktu berjam-jam di luar rumah dan tak pernah mengajakku pergi dengannya. Kemudian saya segera menyadari bahwa Islam melarang kami mendengarkan musik. Ini pertama kali saya merasa terpukul.
Setelah setahun menikah, ia bersiap-siap untuk kembali ke Maroko (tanpa saya) untuk mengunjungi keluarganya. Sebelum ia berangkat, kami melakukan perjalanan sehari ke Dallas dimana ia tidak mengijinkanku membawa makanan kecuali sekantung kecil keripik. Karena kami tidak punya apa pun untuk dimakan di rumah, maka saya menelepon salah seorang dari teman saya yang tahu bahwa Muhamamad sering meninggalkan aku sendirian di rumah tanpa makanan.
Saya menunggunya untuk membawakanku roti sandwich untuk makan malam, ketika tanpa disangka-sangka Muhamamad pulang ke rumah. Ia telah mendengar telepon itu dan menjadi penasaran. Ia memberitahukan saya untuk mempersiapkan barang-barang saya dan berangkat keesokan harinya. Ia mulai memukuliku dan berteriak kepadaku, hingga memekakkan salah satu gendang telingaku. Saya berlari meminta pertolongan ke rumah seorang teman. Dengan menangis Muhammad datang meminta maaf dan kami pun kembali bersama-sama.
Setelah ia kembali dari Maroko, saya berhasil mendapatkan pekerjaan dan sanggup membayar sejumlah tagihan dan memiliki cukup makanan untuk dimakan (ia membiarkan aku mengambil kembali mobilku dari orang tua aku). Meski demikian saya mulai menyadari bahwa ini bukanlah sebuah pernikahan. Kami hanya sekedar teman satu kamar dan yang satu meneror yang lain.
Saya mulai mempertanyakan sejumlah hal mengenai Islam: kemunafikan dan perkelahian di kalangan tertentu, disamping perlakuan terhadap kaum wanita. Saya diberitahukan untuk tidak menanyakan apa pun dan apa yang harus saya lakukan adalah membaca maka saya akan mengerti. Saya mulai merindukan menjadi seorang wanita yang tidak harus mengenakan pakaian yang berat dan harus menghadapi tatapan yang tidak menyenangkan dari orang lain. Saya dituduh sebagai penyebab terjadinya keguguran ketika saya mencoba dengan sekuat tenaga untuk bisa hamil. Saya menangis kepada Allah mengapa Ia tidak mengijinkan saya menjadi seorang perempuan Muslim yang berhasil menunaikan kewajibannya dengan melahirkan anak. Saya menjadi lebih depresi dan bahwa berdoa kepada Allah agar Ia mengambil nyawaku. Di akhir usia pernikahan kami yang ketiga, Muhammad memutuskan bahwa ia akan berangkat lagi ke Maroko. Ia beritahukan kepadaku bahwa ia tidak perduli kemana aku akan pergi atau apa yang akan aku lakukan; ia akan pulang ke rumahnya. Saya mendapatkan kembali apartemenku dan ketika aku tidak lagi mendengar kabarnya selama satu bulan, maka aku pun mengajukan cerai. Imanku menjadi hancur begitu juga kesehatan dan keuanganku. Setelah banyak menangis, saya kembali mengunjungi sebuah gereja. Hal ini memerlukan waktu berbulan-bulan, tetapi pada akhirnya saya merasa seperti berada di rumah kembali
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Pasal 11 - Kebohongan: Sebuah Kisah Nyata Dari Para Wanita Saudi Arabia
“Hukum Islam Saudi Arabia membuat para wanita hanya bernilai seperti barang bergerak milik kaum pria, yang dipaksa untuk melayani pria, dan yang martabat, kehormatan, dan penghargaan yang layak mereka terima sebagai kaum wanita telah dirampas. Bisa dikatakan bahwa Islam telah mengguncangkan dan mempermalukan pondasi dasar dari kewanitaan.”
Salah satu aspek yang paling memalukan dari Islam adalah perlakuannya terhadap kaum wanita. Hal ini merajela berlaku di negara-negara Islam. Agar kita bisa mengerti kisah Walid, adalah penting untuk memahami dengan benar bagaimana kehidupan kaum wanita di Saudi Arabia. Kendati masyarakat Internasional menjadi sangat geram ketika wanita-wanita Saudi dihukum dengan cambukan, tetapi masih banyak juga orang yang masih sangat sulit mengerti penindasan-penindasan lainnya yang harus dialami oleh wanita-wanita Saudi. Tak ada yang lebih nyata jika dibandingkan dengan hukum-hukum dan pandangan-pandangan terhadap kaum wanita sebagaimana yang berlaku di Kerajaan ini. Adalah hal yang menyedihkan bahwa wanita dilarang mengemudikan mobil di Saudi Arabia; meskipun bulan Januari 2008 sebuah peraturan baru yang mengijinkan wanita untuk menginap di hotel sendirian telah diberlakukan. Meskipun demikian, banyak sekali hak-hak kaum wanita yang dilanggar, dan hal ini bisa menolong kita untuk memahami sistem dalam Kerajaan itu sendiri. Mengapa banyak negara-negara Barat tetap menjalin hubungan dengan Saudi Arabia, dan mengapa raja Saudi masih diterima di Istana Buckingham dan di Camp David?
Di Saudi Arabia, wanita hanya memiliki sedikit hak, jika hal itu bisa dikategorikan sebagai hak. Di McDonald, wanita memesan dari satu sisi counter yang terpisah dan menghilang dengan makanan mereka ke bagian yang disebut “ruangan keluarga”. Pria memesan dari sisi yang lain, kemudian mereka bisa duduk sambil menikmati makanannya di tempat dimana mereka bisa memandang ke segala arah.
Karena Saudi Arabia adalah sebuah negara Islam konservatif tanpa gedung bioskop, bar, disko; maka orang-orang Saudi cenderung menghabiskan waktu mereka berjalan-jalan di mall. Namun dari semua kegemerlapan gaya Barat yang mereka miliki, tampaknya mall-mall di Ryadh juga merefleksikan budaya Saudi, dengan ketentuan bahwa para wanita harus menutupi tubuh mereka – bahkan di cover-cover cd pun tetap terjadi segregasi berdasarkan kelamin.
Bahkan mencoba pakaian pun menjadi hal yang sulit bagi wanita Saudi yang harus menyerahkan uang deposit sebelum bisa membawa pakaian itu ke kamar pas. Meskipun reformasi untuk merubah segregasi tengah berlangsung, Saudi Arabia masih tetap menjadi salah satu negara dengan masyarakat yang paling konservatif, ada yang mengatakan negara yang paling represif di dunia.
Mengapa hal ini menjadi urusan kita yang hidup di Barat? Terlepas daripada isu mengenai kekerasan terhadap hak-hak kemanusiaan, kecenderungan bahwa hal seperti ini akan terjadi di negara-negara Barat sedang muncul! Sementara populasi Muslim di negara-negara Barat semakin besar, maka seruan mereka agar hukum Islam diberlakukan di situ pun semakin nyaring terdengar.
Bagi perempuan Saudi, hidup bukanlah sesuatu yang mudah, dimana mereka hanya dianggap sebagai properti para pria dan mereka harus tinggal di bawah hukum-hukum Saudi yang keras. Seringkali wanita dibatasi untuk hanya boleh ada di dalam rumah atau di rumah teman-teman wanita mereka. Seringkali mereka hanya bisa berhubungan dengan dunia luar melalui internet. Sebab kecuali mereka ada bersama dengan pasangan atau keluarga mereka, wanita di Saudi Arabia tidak boleh mengunjungi rumah pria lain dan tidak diijinkan terlihat bersamanya di hadapan publik. Pada hakekatnya wanita Saudi Arabia adalah masyarakat kelas dua. Ketika menikah maka mereka harus menikah dengan orang yang sudah dipilihkan untuk mereka. Jika mereka tidak menikah, mereka menjadi mahluk yang tidak disukai. Ketidakadilan ini terus berlangsung di Saudi Arabia sehingga Whalid menawarkan kesaksiannya mengenai pergumulan-pergumulan yang sedang dihadapi oleh saudari-saudarinya di Kerajaan ini.
Yang berikutnya, anda akan membaca kesaksian Whalid yang memberitahukan kepada kita bagaimana seorang ayah bisa berubah menjadi orang yang menentang anak-anak perempuannya sendiri. Islam mengijinkan hal ini bahkan mendorong hal ini. Dan hal ini semakin menambahkan alasan kepada kita mengapa kita harus menentang keras cara-cara Islam yang represif yang berusaha untuk merubah budaya Barat.
Banyak orang berkata bahwa Islam menghormati dan menghargai kaum wanita. Tetapi dalam pengalaman saya, saya menemukan bahwa yang mereka katakan itu sepenuhnya dusta. Sebagai seorang asli Saudi Arabia, saya menyaksikan sendiri betapa hinanya perlakuan masyarakat Islam kami terhadap kaum wanita. Dalam kesaksian ini saya akan menceritakan kesaksian saya mengenai penindasan dan perlakuan keji terhadap wanita-wanita kami, sebagaimana yang diajarkan oleh Islam. Setiap kata yang saya tulis sepenuhnya benar – tak satupun yang hanya karangan saja atau dilebih-lebihkan. Tak seorang pun memaksa saya untuk menuliskan kisah ini, sebab saya dilahirkan sebagai seorang Saudi dan saya pun tinggal di negara ini.
Saya memiliki 3 saudara perempuan. Mereka sangat termotivasi untuk mempunyai pendidikan yang tinggi, dan dengan usaha mereka sendiri, mereka mengejar pendidikan modern. Tetapi disebabkan oleh banyaknya peraturan-peraturan yang tidak masuk akal, kadaluarsa dan tidak adil yang diberlakukan oleh masyarakat kami terhadap kaum wanita, maka mereka tidak bisa menyelesaikan bidang studi yang mereka pilih. Terlepas dari perhatianku yang tulus, maka aku sendiri tidak bisa melakukan apa pun untuk membantu mereka mendapatkan pendidikan yang tepat. Tanganku terikat, masyarakat kami tidak mau menerima wanita dengan pendidikan tinggi.
Salah seorang saudara perempuanku menyelesaikan SMP, kemudian ia berhenti sekolah sebab ia ingin mempelajari bidang kecantikan. Tetapi di masyarakat Islam yang murni seperti di negara kami, bukanlah hal yang mudah baginya untuk mengejar ambisinya menjadi seorang terapis kecantikan.
Kedua saudara perempuanku yang lainnya ingin menjadi guru di sekolah. Karena itu mereka meneruskan pendidikan dan menyelesaikan Tingkat dua di perguruan tinggi.
Saya sangat ingat ketika mereka sedang belajar di perguruan tinggi , di kartu pengenal mereka tertulis nama mereka, tetapi foto di kartu itu adalah wajah ayah kami! Hal ini berarti bahwa saudara perempuanku tidak memiliki eksistensi secara fisik. Hanya nama mereka saja yang eksis, yaitu di selembar kertas. Para pembaca, jangan kaget dengan perlakuan yang mengejutkan seperti ini terhadap para wanita kami – mereka sama nilainya seperti binatang peliharaan – selalu dimiliki oleh seseorang. Keberadaan mereka tidak seperti manusia. Hukum di Saudi Arabia, melarang wanita untuk menaruh foto mereka di kartu pengenal mereka; melainkan foto ayah, saudara laki-laki, suami, atau penjaga merekalah yang harus dipasang di kartu itu.
Kendati demikian, setelah menyelesaikan training guru mereka, kedua saudara perempuanku ini harus menunggu pekerjaan yang hanya akan mereka dapatkan di sekitar tempat tinggal mereka. Mereka tidak boleh keluar dari kontrol ayah kami. Jika mereka berani melakukannya, maka mereka tidak akan pernah mendapatkan pekerjaan.
Sebagai seorang saudara yang memiliki hati nurani, saya sangat percaya bahwa saudara-saudara perempuanku adalah orang-orang yang memiliki hikmat dan bertanggungjawab, lebih daripada banyak orang yang ada di lingkungan kami, bahkan lebih daripada saya. Saya sangat yakin jika mereka diberikan kesempatan untuk hidup dan mengatur hidup mereka sendiri, maka mereka pasti sukses tanpa masalah. Pada kenyataannya, mereka sanggup untuk menyelesaikan lebih banyak tugas-tugas yang sulit daripada yang bisa dilakukan oleh kebanyakan daripada kita.
Tetapi celaka! Ketiga wanita berpendidikan, berhikmat, bertanggungjawab, dan berambisi ini dipaksa harus tinggal di rumah oleh ayah mereka yang buta huruf. Ia tidak mengetahui apa pun mengenai dunia yang ada di luar rumah. Ia tidak melihat pentingnya mengembangkan dan membangun masyarakat. Dan ia memaksa saudara-saudara perempuan saya untuk hidup dalam batasan-batasan kehidupannya.
Ayah yang buta huruf ini melarang mereka (saudara-saudara perempuanku) untuk menikah. Hal ini ia lakukan karena ia menuntut seorang pengantin pria yang tidak merokok, penganut Islam yang kuat dari suku yang sama dengannya. Tuntutan ayah kami membuat masa depan saudara-saudara perempuanku menjadi suram.
Dalam masyarakat kami yang sangat kuat menganut Islam, semua pria perokok dan tidak sembahyang secara regular di mesjid dianggap bukan pasangan yang cocok untuk dinikahi. Sebagai sebuah peraturan buta, seorang pria yang akan menikah harus memiliki paling tidak dua orang saksi yang siap bersumpah bahwa ia tahu persis jika pria yang akan menikah itu memang benar-benar sembahyang secara regular di mesjid. Kondisi ini begitu penting dalam masyarakat Saudi dimana kegagalan memiliki dua orang saksi seperti ini dapat mengakibatkan dibatalkannya pertunangan. Lebih penting lagi, seorang wanita Saudi dari sebuah suku tidak diijinkan menikah dengan wanita lain dari suku berbeda, atau dari bangsa yang berbeda, meski pun pria itu adalah seorang Muslim. Lupakanlah bagi seorang wanita Saudi untuk menikahi seorang non-Muslim – ini haram hukumnya.
Dalam suku kami jumlah wanita 2 atau 3 kali daripada pria. Hal ini berarti bahwa banyak dari wanita-wanita kami tidak akan pernah menikah, sebab menikahi orang dari luar suku kami sama sekali tidak diperkenankan. Dalam masyarakat kami, pria-pria lebih suka menikahi wanita yang lebih muda dari dua puluh tahun. Mereka bahkan lebih suka jika gadis-gadis itu berusia sekitar enam belas tahun atau bahkan lebih muda lagi. Kesimpulan dari hasrat yang tak masuk akal untuk mendapatkan gadis-gadis muda adalah bahwa prospek untuk menikah bagi wanita-wanita yang lebih tua dari dua puluh tahun nyaris nol. Atau mereka mungkin akan menikah tetapi dengan pria yang lebih tua.
Karena peraturan Islamik yang gila ini, hidup dari para wanita yang sudah matang seperti itu tidak lagi memiliki makna di masyarakat puritan kami.
Sekarang saya ingin membahas mentalitas ayah saya dan coba memperlihatkan alasan utama mengapa ia tidak ingin anak-anak perempuannya menikah dengan orang asing (yang saya maksudkan adalah para pria dari suku atau kebangsaan yang lain).
Para pria Saudi sangat percaya bahwa wanita tidak memiliki harapan-harapan, keinginan, dan aspirasi dari dalam diri mereka sendiri. Karena itu, berhubungan dengan pernikahan, maka pendapat wanita dianggap tidak relevan. Nasibnya sepenuhnya bergantung pada pemiliknya. Para pria Saudi juga menganggap sebagai hal yang memalukan menyerahkan putri mereka untuk dinikahi oleh seorang pria asing – di luar batas dari sukunya. Sulit bagi seorang pria Saudi menerima orang luar yang dapat memandang “kehormatan” rahasia dari putri-putri mereka. Pria Saudi akan merasa keberatan jika anak perempuan mereka melakukan hubungan seks dengan orang asing, meskipun hal itu dilakukan setelah mereka menikah, dan meskipun pengantin pria nya adalah seorang Muslim. Jadi inilah alasan sehingga ayah saya tidak akan mengijinkan anak perempuannya menikahi “orang asing”. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa ia mengidap penyakit paranoid bahwa “orang asing” akan berhubungan seks dengan anak perempuannya.
Untuk alasan sebagaimana diutarakan di atas, banyak ayah Saudi yang meminta pernikahan ganda – yaitu: berikan kepada saya anak perempuanmu dan aku akan memberikan kepadamu anak perempuanku atau saudara perempuanku....dan begitu seterusnya. Mereka merasa nyaman melakukan cara seperti ini: Bahwa kami akan menjaga kehormatannya jika ia menjaga kehormatan saya. Inilah yang dilakukan orang-orang dalam masyarakat kami yaitu memanfaatkan wanita untuk keuntungan mereka sendiri – ketika mereka membutuhkan uang, atau ketika mereka membutuhkan isteri-isteri baru. Ada sejumlah wanita Saudi yang menghasilkan uang, tetapi uang yang mereka hasilkan pergi ke kantung ayah atau suami-suami mereka. Karena takut bahwa gaji dari anak perempuan mereka mungkin tidak cukup bagi suami-suami mereka, banyak ayah Saudi yang tidak mau anak perempuan mereka menikah. Bagi saya, ini mungkin alasan lain mengapa ayah saya secara literal melarang saudara perempuan saya untuk menikah.
Jika demikian, bagaimana saudari-saudari kandungku hidup dalam masyarakat seperti ini?
Sebagai wanita Saudi, saudari-saudari kandungku telah melalui banyak penderitaan. Mereka tidak memiliki hak untuk mengatur hidup mereka sendiri. Mereka sepenuhnya bergantung pada ayah kami, kepadaku, dan kepada saudara-saudara laki-laki mereka yang lain. Mereka tidak boleh pergi kemana pun sendirian. Kapan saja seseorang dari mereka harus bepergian ke luar, maka beberapa orang pria (saudara laki-laki atau ayah) harus menemaninya sebagai pelindung dan yang mengingatkannya. Bahkan mereka dilarang pergi ke luar untuk keperluar-keperluan mendesak seperti misalnya jika ada kecelakaan, keadaan darurat, dan lain sebagainya. Percayalah pada apa yang saya katakan, ketika mereka perlu untuk pergi ke rumah sakit, maka mereka harus menelepon saudara laki-laki saya untuk mengantar mereka ke sana. Dan ia harus datang dari kota lain yang jauhnya 300 km. Sebab para wanita tidak bisa mengemudikan mobil (wanita di Saudi Arabia dilarang mengendarai mobil dan dilarang bepergian dengan orang yang bukan muhrimnya), dan ayahku pun tidak bisa mengemudikan mobil, maka saudara perempuan saya tak punya pilihan lain selain harus menjalani siksaan itu tanpa bisa protes. Tak peduli seberapa penting urusannya, mereka tetap harus menunggu muhrim mereka (dalam hal ini saudara laki-laki kandung mereka) untuk membawa mereka ke rumah sakit.
Tidak ada jalan keluar bagi mereka. Karena ayah kami tidak tahu bagaimana menggunakan ATM, ketika saudara perempuan saya ingin menarik uang dari ATM, maka ia harus memberikan kartu ATM nya kepada seorang asing untuk mengambilkan uang baginya. Ketika saudara perempuan saya ingin berbelanja secara regular, maka mereka harus memberikan uang itu kepada seorang asing dan pria itu akan membayar harga barang sesuai dengan yang pria itu inginkan. Ini adalah beberapa contoh dari keadaan yang menyedihkan yang harus dihadapi oleh perempuan Saudi dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Terkadang saya berpikir untuk meninggalkan pekerjaan, hanya supaya saya bisa tinggal bersama-sama dengan mereka.
Jadi mungkin anda berkata: Mengapa tidak membawa mereka keluar dari Saudi Arabia? Hal ini mustahil dilakukan. Di Saudi Arabia, untuk mendapatkan pasport, seorang perempuan harus menyerahkan ijin tertulis dari muhrimnya (ayah, saudara laki-laki kandung, atau suami). Hanya memiliki sebuah pasport tidak cukup bagi seorang perempuan Saudi untuk melakukan perjalanan sendiri. Ayahnya (seandainya ia belum menikah) harus menandatangani sebuah surat khusus yang menyatakan bahwa ia memberi ijin kepada anak perempuannya untuk bepergian seorang diri. Sebagai seorang yang buta huruf, ayahku tidak akan pernah mengijinkan saudara perempuanku untuk meninggalkan Saudi Arabia; saya sangat yakin akan hal ini.
Terkadang, saya benar-benar heran mengapa penyiksaan yang sangat berat untuk ditanggung harus diterapkan kepada wanita-wanita kami. Saudari-saudariku tidak bisa melakukan apa pun tanpa ijin dan pertolongan dari ayah atau saudara laki-laki mereka. Hampir di sepanjang waktu mereka harus tinggal di rumah, menonton televisi. Tak ada olah raga yang bisa mereka mainkan, tak ada pekerjaan yang bisa mereka lakukan di luar rumah, tak ada harapan, dan tak ada apa pun yang bisa mereka hidupi. Mereka berada di penjara terbesar yang ada dalam dunia ini, yaitu Saudi Arabia, sebuah negeri yang murni, negeri Islam tanpa perselingkuhan.
Seseorang mungkin bertanya seperti ini: Mengapa hal-hal ini terjadi pada perempuan Saudi? Siapa yang harus dipersalahkan atas cobaan berat yang dilakukan kepada para wanita kami? Memang mudah untuk mempersalahkan orang-orang pandir, hukum Saudi yang tidak waras, dan tradisi-tradisi kuno yang diterapkan pada wanita-wanita kami yang kondisinya tanpa harapan. Tetapi coba pikirkan kembali. Semua faktor-faktor ini sebenarnya berakar dalam Islam. Islam sendirilah yang nyata-nyata melakukan kejahatan ini. Hukum-hukum Islam di Saudi Arabialah yang menetapkan posisi wanita Saudi tak lebih dari sekedar barang bergerak milik pria, memaksa mereka untuk melayaninya, dan sepenuhnya merampas martabat, kehormatan, dan penghargaan yang sebenarnya adalah hak mereka sebagai kaum wanita. Bisa dikatakan bahwa Islam telah mengguncangkan dan mempermalukan pondasi dasar dari kewanitaan.
Islam memberikan otoritas mutlak bagi seorang ayah untuk mengontrol putri-putri mereka. Ia memiliki kontrol mutlak untuk menikahkan mereka, melarang mereka dari kehidupan sosial, bahkan membunuh mereka. Anda mungkin akan syok ketika mempelajari bahwa seorang ayah Saudi dapat membunuh anak perempuannya tanpa dianggap bersalah oleh hukum. Ketahuilah bahwa ketika ia membunuh anak perempuannya, pemerintah tidak akan membunuh ayah itu sebab anak perempuan itu melambangkan kejujurannya. Berdasarkan syaria, pemerintah tidak diijinkan membunuh seorang ayah jika ia membunuh anak perempuan atau anak laki-lakinya atas alasan apa pun.
Dalam Islam, seorang wanita tidak diijinkan menikah tanpa ijin dari ayahnya – jika ia melakukannya maka tindakan itu dianggap haram. Dalam Islam, ayah dianggap sebagai seorang yang suci, seorang komandan, dan seorang diktator yang gampang marah. Meskipun ia seorang buta huruf, keras kepala, tidak adil, dan tidak berpikiran sehat, anak-anaknya, khususnya anak perempuannya, tidak bisa melakukan apa pun menentangnya.
Jadi, apa yang harus saya lakukan?
Jawaban langsung atas pertanyaan itu adalah: TAK ADA! Saya tidak bisa melakukan apa pun untuk merubah situasi ini. Jika saya menentang ayah saya, maka hakim agama akan bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak mengijinkan anak-anak gadismu untuk menikah?” Maka kemungkinkan jawaban ayah saya adalah sbb: “Anak-anak gadis ini adalah tanggungjawabku (mereka ada di bawah pengawasanku), dan Allah akan menghukum aku jika aku tidak memilihkan suami yang baik untuk mereka.” Sebagai bukti atas usahanya yang tulus, ia mungkin akan menunjukkan bukti bahwa semua pria yang ia cari adalah perokok dan ia pun mungkin akan membawa saksi yang menyatakan bahwa para pria itu adalah para Muslim yang tidak berdoa di mesjid. Hal ini sepenuhnya akan meyakinkan hakim Islamik itu. Ia tidak akan menemukan dasar untuk menghukum ayah kami; sebaliknya, ia akan menjatuhkan penghukuman kepadaku sebab tidak menghormati ayahku dan keputusan-keputusannya.
Dengan kesedihan dan frustasi dalam hati saya, maka aku hanya bisa menanti dengan sabar hingga ayah kami mati. Jika ia sudah mati, secara otomatis kontrol atas saudara perempuanku akan jatuh kepada saya. Kepemilikan resmi sepenuhnya akan menjadi milik saya.
Saya akan menjadi pemilik baru atas hidup mereka – sama seperti mobil, rumah, kambing, unta, dan lain sebagainya. Kemudian saya akan sepenuhnya bebas untuk melakukan apa pun yang saya inginkan atas mereka – Islam memberikan saya semua otoritas itu. Saya bisa membawa mereka ke surga atau ke neraka – semuanya bergantung pada saya.
Para pembaca, jangan merasa kasihan atau menyesal untuk saudara-saudara perempuan saya. Dibandingkan dengan banyak perempuan Saudi lainnya, mereka masih cukup beruntung – mereka masih bisa mengunjungi shopping center sekali atau dua kali setahun. Mereka juga masih bisa mengenakan make up dan bahkan masih bisa mendengarkan musik. Kebebasan terbesar yang masih mereka miliki adalah bahwa mereka masih bisa memilih saluran televisi apa pun yang mereka sukai. Bagi banyak wanita Saudi, ini sudah merupakan hak yang besar, jika anda belum mengetahuinya.
“Hukum Islam Saudi Arabia membuat para wanita hanya bernilai seperti barang bergerak milik kaum pria, yang dipaksa untuk melayani pria, dan yang martabat, kehormatan, dan penghargaan yang layak mereka terima sebagai kaum wanita telah dirampas. Bisa dikatakan bahwa Islam telah mengguncangkan dan mempermalukan pondasi dasar dari kewanitaan.”
Salah satu aspek yang paling memalukan dari Islam adalah perlakuannya terhadap kaum wanita. Hal ini merajela berlaku di negara-negara Islam. Agar kita bisa mengerti kisah Walid, adalah penting untuk memahami dengan benar bagaimana kehidupan kaum wanita di Saudi Arabia. Kendati masyarakat Internasional menjadi sangat geram ketika wanita-wanita Saudi dihukum dengan cambukan, tetapi masih banyak juga orang yang masih sangat sulit mengerti penindasan-penindasan lainnya yang harus dialami oleh wanita-wanita Saudi. Tak ada yang lebih nyata jika dibandingkan dengan hukum-hukum dan pandangan-pandangan terhadap kaum wanita sebagaimana yang berlaku di Kerajaan ini. Adalah hal yang menyedihkan bahwa wanita dilarang mengemudikan mobil di Saudi Arabia; meskipun bulan Januari 2008 sebuah peraturan baru yang mengijinkan wanita untuk menginap di hotel sendirian telah diberlakukan. Meskipun demikian, banyak sekali hak-hak kaum wanita yang dilanggar, dan hal ini bisa menolong kita untuk memahami sistem dalam Kerajaan itu sendiri. Mengapa banyak negara-negara Barat tetap menjalin hubungan dengan Saudi Arabia, dan mengapa raja Saudi masih diterima di Istana Buckingham dan di Camp David?
Di Saudi Arabia, wanita hanya memiliki sedikit hak, jika hal itu bisa dikategorikan sebagai hak. Di McDonald, wanita memesan dari satu sisi counter yang terpisah dan menghilang dengan makanan mereka ke bagian yang disebut “ruangan keluarga”. Pria memesan dari sisi yang lain, kemudian mereka bisa duduk sambil menikmati makanannya di tempat dimana mereka bisa memandang ke segala arah.
Karena Saudi Arabia adalah sebuah negara Islam konservatif tanpa gedung bioskop, bar, disko; maka orang-orang Saudi cenderung menghabiskan waktu mereka berjalan-jalan di mall. Namun dari semua kegemerlapan gaya Barat yang mereka miliki, tampaknya mall-mall di Ryadh juga merefleksikan budaya Saudi, dengan ketentuan bahwa para wanita harus menutupi tubuh mereka – bahkan di cover-cover cd pun tetap terjadi segregasi berdasarkan kelamin.
Bahkan mencoba pakaian pun menjadi hal yang sulit bagi wanita Saudi yang harus menyerahkan uang deposit sebelum bisa membawa pakaian itu ke kamar pas. Meskipun reformasi untuk merubah segregasi tengah berlangsung, Saudi Arabia masih tetap menjadi salah satu negara dengan masyarakat yang paling konservatif, ada yang mengatakan negara yang paling represif di dunia.
Mengapa hal ini menjadi urusan kita yang hidup di Barat? Terlepas daripada isu mengenai kekerasan terhadap hak-hak kemanusiaan, kecenderungan bahwa hal seperti ini akan terjadi di negara-negara Barat sedang muncul! Sementara populasi Muslim di negara-negara Barat semakin besar, maka seruan mereka agar hukum Islam diberlakukan di situ pun semakin nyaring terdengar.
Bagi perempuan Saudi, hidup bukanlah sesuatu yang mudah, dimana mereka hanya dianggap sebagai properti para pria dan mereka harus tinggal di bawah hukum-hukum Saudi yang keras. Seringkali wanita dibatasi untuk hanya boleh ada di dalam rumah atau di rumah teman-teman wanita mereka. Seringkali mereka hanya bisa berhubungan dengan dunia luar melalui internet. Sebab kecuali mereka ada bersama dengan pasangan atau keluarga mereka, wanita di Saudi Arabia tidak boleh mengunjungi rumah pria lain dan tidak diijinkan terlihat bersamanya di hadapan publik. Pada hakekatnya wanita Saudi Arabia adalah masyarakat kelas dua. Ketika menikah maka mereka harus menikah dengan orang yang sudah dipilihkan untuk mereka. Jika mereka tidak menikah, mereka menjadi mahluk yang tidak disukai. Ketidakadilan ini terus berlangsung di Saudi Arabia sehingga Whalid menawarkan kesaksiannya mengenai pergumulan-pergumulan yang sedang dihadapi oleh saudari-saudarinya di Kerajaan ini.
Yang berikutnya, anda akan membaca kesaksian Whalid yang memberitahukan kepada kita bagaimana seorang ayah bisa berubah menjadi orang yang menentang anak-anak perempuannya sendiri. Islam mengijinkan hal ini bahkan mendorong hal ini. Dan hal ini semakin menambahkan alasan kepada kita mengapa kita harus menentang keras cara-cara Islam yang represif yang berusaha untuk merubah budaya Barat.
Banyak orang berkata bahwa Islam menghormati dan menghargai kaum wanita. Tetapi dalam pengalaman saya, saya menemukan bahwa yang mereka katakan itu sepenuhnya dusta. Sebagai seorang asli Saudi Arabia, saya menyaksikan sendiri betapa hinanya perlakuan masyarakat Islam kami terhadap kaum wanita. Dalam kesaksian ini saya akan menceritakan kesaksian saya mengenai penindasan dan perlakuan keji terhadap wanita-wanita kami, sebagaimana yang diajarkan oleh Islam. Setiap kata yang saya tulis sepenuhnya benar – tak satupun yang hanya karangan saja atau dilebih-lebihkan. Tak seorang pun memaksa saya untuk menuliskan kisah ini, sebab saya dilahirkan sebagai seorang Saudi dan saya pun tinggal di negara ini.
Saya memiliki 3 saudara perempuan. Mereka sangat termotivasi untuk mempunyai pendidikan yang tinggi, dan dengan usaha mereka sendiri, mereka mengejar pendidikan modern. Tetapi disebabkan oleh banyaknya peraturan-peraturan yang tidak masuk akal, kadaluarsa dan tidak adil yang diberlakukan oleh masyarakat kami terhadap kaum wanita, maka mereka tidak bisa menyelesaikan bidang studi yang mereka pilih. Terlepas dari perhatianku yang tulus, maka aku sendiri tidak bisa melakukan apa pun untuk membantu mereka mendapatkan pendidikan yang tepat. Tanganku terikat, masyarakat kami tidak mau menerima wanita dengan pendidikan tinggi.
Salah seorang saudara perempuanku menyelesaikan SMP, kemudian ia berhenti sekolah sebab ia ingin mempelajari bidang kecantikan. Tetapi di masyarakat Islam yang murni seperti di negara kami, bukanlah hal yang mudah baginya untuk mengejar ambisinya menjadi seorang terapis kecantikan.
Kedua saudara perempuanku yang lainnya ingin menjadi guru di sekolah. Karena itu mereka meneruskan pendidikan dan menyelesaikan Tingkat dua di perguruan tinggi.
Saya sangat ingat ketika mereka sedang belajar di perguruan tinggi , di kartu pengenal mereka tertulis nama mereka, tetapi foto di kartu itu adalah wajah ayah kami! Hal ini berarti bahwa saudara perempuanku tidak memiliki eksistensi secara fisik. Hanya nama mereka saja yang eksis, yaitu di selembar kertas. Para pembaca, jangan kaget dengan perlakuan yang mengejutkan seperti ini terhadap para wanita kami – mereka sama nilainya seperti binatang peliharaan – selalu dimiliki oleh seseorang. Keberadaan mereka tidak seperti manusia. Hukum di Saudi Arabia, melarang wanita untuk menaruh foto mereka di kartu pengenal mereka; melainkan foto ayah, saudara laki-laki, suami, atau penjaga merekalah yang harus dipasang di kartu itu.
Kendati demikian, setelah menyelesaikan training guru mereka, kedua saudara perempuanku ini harus menunggu pekerjaan yang hanya akan mereka dapatkan di sekitar tempat tinggal mereka. Mereka tidak boleh keluar dari kontrol ayah kami. Jika mereka berani melakukannya, maka mereka tidak akan pernah mendapatkan pekerjaan.
Sebagai seorang saudara yang memiliki hati nurani, saya sangat percaya bahwa saudara-saudara perempuanku adalah orang-orang yang memiliki hikmat dan bertanggungjawab, lebih daripada banyak orang yang ada di lingkungan kami, bahkan lebih daripada saya. Saya sangat yakin jika mereka diberikan kesempatan untuk hidup dan mengatur hidup mereka sendiri, maka mereka pasti sukses tanpa masalah. Pada kenyataannya, mereka sanggup untuk menyelesaikan lebih banyak tugas-tugas yang sulit daripada yang bisa dilakukan oleh kebanyakan daripada kita.
Tetapi celaka! Ketiga wanita berpendidikan, berhikmat, bertanggungjawab, dan berambisi ini dipaksa harus tinggal di rumah oleh ayah mereka yang buta huruf. Ia tidak mengetahui apa pun mengenai dunia yang ada di luar rumah. Ia tidak melihat pentingnya mengembangkan dan membangun masyarakat. Dan ia memaksa saudara-saudara perempuan saya untuk hidup dalam batasan-batasan kehidupannya.
Ayah yang buta huruf ini melarang mereka (saudara-saudara perempuanku) untuk menikah. Hal ini ia lakukan karena ia menuntut seorang pengantin pria yang tidak merokok, penganut Islam yang kuat dari suku yang sama dengannya. Tuntutan ayah kami membuat masa depan saudara-saudara perempuanku menjadi suram.
Dalam masyarakat kami yang sangat kuat menganut Islam, semua pria perokok dan tidak sembahyang secara regular di mesjid dianggap bukan pasangan yang cocok untuk dinikahi. Sebagai sebuah peraturan buta, seorang pria yang akan menikah harus memiliki paling tidak dua orang saksi yang siap bersumpah bahwa ia tahu persis jika pria yang akan menikah itu memang benar-benar sembahyang secara regular di mesjid. Kondisi ini begitu penting dalam masyarakat Saudi dimana kegagalan memiliki dua orang saksi seperti ini dapat mengakibatkan dibatalkannya pertunangan. Lebih penting lagi, seorang wanita Saudi dari sebuah suku tidak diijinkan menikah dengan wanita lain dari suku berbeda, atau dari bangsa yang berbeda, meski pun pria itu adalah seorang Muslim. Lupakanlah bagi seorang wanita Saudi untuk menikahi seorang non-Muslim – ini haram hukumnya.
Dalam suku kami jumlah wanita 2 atau 3 kali daripada pria. Hal ini berarti bahwa banyak dari wanita-wanita kami tidak akan pernah menikah, sebab menikahi orang dari luar suku kami sama sekali tidak diperkenankan. Dalam masyarakat kami, pria-pria lebih suka menikahi wanita yang lebih muda dari dua puluh tahun. Mereka bahkan lebih suka jika gadis-gadis itu berusia sekitar enam belas tahun atau bahkan lebih muda lagi. Kesimpulan dari hasrat yang tak masuk akal untuk mendapatkan gadis-gadis muda adalah bahwa prospek untuk menikah bagi wanita-wanita yang lebih tua dari dua puluh tahun nyaris nol. Atau mereka mungkin akan menikah tetapi dengan pria yang lebih tua.
Karena peraturan Islamik yang gila ini, hidup dari para wanita yang sudah matang seperti itu tidak lagi memiliki makna di masyarakat puritan kami.
Sekarang saya ingin membahas mentalitas ayah saya dan coba memperlihatkan alasan utama mengapa ia tidak ingin anak-anak perempuannya menikah dengan orang asing (yang saya maksudkan adalah para pria dari suku atau kebangsaan yang lain).
Para pria Saudi sangat percaya bahwa wanita tidak memiliki harapan-harapan, keinginan, dan aspirasi dari dalam diri mereka sendiri. Karena itu, berhubungan dengan pernikahan, maka pendapat wanita dianggap tidak relevan. Nasibnya sepenuhnya bergantung pada pemiliknya. Para pria Saudi juga menganggap sebagai hal yang memalukan menyerahkan putri mereka untuk dinikahi oleh seorang pria asing – di luar batas dari sukunya. Sulit bagi seorang pria Saudi menerima orang luar yang dapat memandang “kehormatan” rahasia dari putri-putri mereka. Pria Saudi akan merasa keberatan jika anak perempuan mereka melakukan hubungan seks dengan orang asing, meskipun hal itu dilakukan setelah mereka menikah, dan meskipun pengantin pria nya adalah seorang Muslim. Jadi inilah alasan sehingga ayah saya tidak akan mengijinkan anak perempuannya menikahi “orang asing”. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa ia mengidap penyakit paranoid bahwa “orang asing” akan berhubungan seks dengan anak perempuannya.
Untuk alasan sebagaimana diutarakan di atas, banyak ayah Saudi yang meminta pernikahan ganda – yaitu: berikan kepada saya anak perempuanmu dan aku akan memberikan kepadamu anak perempuanku atau saudara perempuanku....dan begitu seterusnya. Mereka merasa nyaman melakukan cara seperti ini: Bahwa kami akan menjaga kehormatannya jika ia menjaga kehormatan saya. Inilah yang dilakukan orang-orang dalam masyarakat kami yaitu memanfaatkan wanita untuk keuntungan mereka sendiri – ketika mereka membutuhkan uang, atau ketika mereka membutuhkan isteri-isteri baru. Ada sejumlah wanita Saudi yang menghasilkan uang, tetapi uang yang mereka hasilkan pergi ke kantung ayah atau suami-suami mereka. Karena takut bahwa gaji dari anak perempuan mereka mungkin tidak cukup bagi suami-suami mereka, banyak ayah Saudi yang tidak mau anak perempuan mereka menikah. Bagi saya, ini mungkin alasan lain mengapa ayah saya secara literal melarang saudara perempuan saya untuk menikah.
Jika demikian, bagaimana saudari-saudari kandungku hidup dalam masyarakat seperti ini?
Sebagai wanita Saudi, saudari-saudari kandungku telah melalui banyak penderitaan. Mereka tidak memiliki hak untuk mengatur hidup mereka sendiri. Mereka sepenuhnya bergantung pada ayah kami, kepadaku, dan kepada saudara-saudara laki-laki mereka yang lain. Mereka tidak boleh pergi kemana pun sendirian. Kapan saja seseorang dari mereka harus bepergian ke luar, maka beberapa orang pria (saudara laki-laki atau ayah) harus menemaninya sebagai pelindung dan yang mengingatkannya. Bahkan mereka dilarang pergi ke luar untuk keperluar-keperluan mendesak seperti misalnya jika ada kecelakaan, keadaan darurat, dan lain sebagainya. Percayalah pada apa yang saya katakan, ketika mereka perlu untuk pergi ke rumah sakit, maka mereka harus menelepon saudara laki-laki saya untuk mengantar mereka ke sana. Dan ia harus datang dari kota lain yang jauhnya 300 km. Sebab para wanita tidak bisa mengemudikan mobil (wanita di Saudi Arabia dilarang mengendarai mobil dan dilarang bepergian dengan orang yang bukan muhrimnya), dan ayahku pun tidak bisa mengemudikan mobil, maka saudara perempuan saya tak punya pilihan lain selain harus menjalani siksaan itu tanpa bisa protes. Tak peduli seberapa penting urusannya, mereka tetap harus menunggu muhrim mereka (dalam hal ini saudara laki-laki kandung mereka) untuk membawa mereka ke rumah sakit.
Tidak ada jalan keluar bagi mereka. Karena ayah kami tidak tahu bagaimana menggunakan ATM, ketika saudara perempuan saya ingin menarik uang dari ATM, maka ia harus memberikan kartu ATM nya kepada seorang asing untuk mengambilkan uang baginya. Ketika saudara perempuan saya ingin berbelanja secara regular, maka mereka harus memberikan uang itu kepada seorang asing dan pria itu akan membayar harga barang sesuai dengan yang pria itu inginkan. Ini adalah beberapa contoh dari keadaan yang menyedihkan yang harus dihadapi oleh perempuan Saudi dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Terkadang saya berpikir untuk meninggalkan pekerjaan, hanya supaya saya bisa tinggal bersama-sama dengan mereka.
Jadi mungkin anda berkata: Mengapa tidak membawa mereka keluar dari Saudi Arabia? Hal ini mustahil dilakukan. Di Saudi Arabia, untuk mendapatkan pasport, seorang perempuan harus menyerahkan ijin tertulis dari muhrimnya (ayah, saudara laki-laki kandung, atau suami). Hanya memiliki sebuah pasport tidak cukup bagi seorang perempuan Saudi untuk melakukan perjalanan sendiri. Ayahnya (seandainya ia belum menikah) harus menandatangani sebuah surat khusus yang menyatakan bahwa ia memberi ijin kepada anak perempuannya untuk bepergian seorang diri. Sebagai seorang yang buta huruf, ayahku tidak akan pernah mengijinkan saudara perempuanku untuk meninggalkan Saudi Arabia; saya sangat yakin akan hal ini.
Terkadang, saya benar-benar heran mengapa penyiksaan yang sangat berat untuk ditanggung harus diterapkan kepada wanita-wanita kami. Saudari-saudariku tidak bisa melakukan apa pun tanpa ijin dan pertolongan dari ayah atau saudara laki-laki mereka. Hampir di sepanjang waktu mereka harus tinggal di rumah, menonton televisi. Tak ada olah raga yang bisa mereka mainkan, tak ada pekerjaan yang bisa mereka lakukan di luar rumah, tak ada harapan, dan tak ada apa pun yang bisa mereka hidupi. Mereka berada di penjara terbesar yang ada dalam dunia ini, yaitu Saudi Arabia, sebuah negeri yang murni, negeri Islam tanpa perselingkuhan.
Seseorang mungkin bertanya seperti ini: Mengapa hal-hal ini terjadi pada perempuan Saudi? Siapa yang harus dipersalahkan atas cobaan berat yang dilakukan kepada para wanita kami? Memang mudah untuk mempersalahkan orang-orang pandir, hukum Saudi yang tidak waras, dan tradisi-tradisi kuno yang diterapkan pada wanita-wanita kami yang kondisinya tanpa harapan. Tetapi coba pikirkan kembali. Semua faktor-faktor ini sebenarnya berakar dalam Islam. Islam sendirilah yang nyata-nyata melakukan kejahatan ini. Hukum-hukum Islam di Saudi Arabialah yang menetapkan posisi wanita Saudi tak lebih dari sekedar barang bergerak milik pria, memaksa mereka untuk melayaninya, dan sepenuhnya merampas martabat, kehormatan, dan penghargaan yang sebenarnya adalah hak mereka sebagai kaum wanita. Bisa dikatakan bahwa Islam telah mengguncangkan dan mempermalukan pondasi dasar dari kewanitaan.
Islam memberikan otoritas mutlak bagi seorang ayah untuk mengontrol putri-putri mereka. Ia memiliki kontrol mutlak untuk menikahkan mereka, melarang mereka dari kehidupan sosial, bahkan membunuh mereka. Anda mungkin akan syok ketika mempelajari bahwa seorang ayah Saudi dapat membunuh anak perempuannya tanpa dianggap bersalah oleh hukum. Ketahuilah bahwa ketika ia membunuh anak perempuannya, pemerintah tidak akan membunuh ayah itu sebab anak perempuan itu melambangkan kejujurannya. Berdasarkan syaria, pemerintah tidak diijinkan membunuh seorang ayah jika ia membunuh anak perempuan atau anak laki-lakinya atas alasan apa pun.
Dalam Islam, seorang wanita tidak diijinkan menikah tanpa ijin dari ayahnya – jika ia melakukannya maka tindakan itu dianggap haram. Dalam Islam, ayah dianggap sebagai seorang yang suci, seorang komandan, dan seorang diktator yang gampang marah. Meskipun ia seorang buta huruf, keras kepala, tidak adil, dan tidak berpikiran sehat, anak-anaknya, khususnya anak perempuannya, tidak bisa melakukan apa pun menentangnya.
Jadi, apa yang harus saya lakukan?
Jawaban langsung atas pertanyaan itu adalah: TAK ADA! Saya tidak bisa melakukan apa pun untuk merubah situasi ini. Jika saya menentang ayah saya, maka hakim agama akan bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak mengijinkan anak-anak gadismu untuk menikah?” Maka kemungkinkan jawaban ayah saya adalah sbb: “Anak-anak gadis ini adalah tanggungjawabku (mereka ada di bawah pengawasanku), dan Allah akan menghukum aku jika aku tidak memilihkan suami yang baik untuk mereka.” Sebagai bukti atas usahanya yang tulus, ia mungkin akan menunjukkan bukti bahwa semua pria yang ia cari adalah perokok dan ia pun mungkin akan membawa saksi yang menyatakan bahwa para pria itu adalah para Muslim yang tidak berdoa di mesjid. Hal ini sepenuhnya akan meyakinkan hakim Islamik itu. Ia tidak akan menemukan dasar untuk menghukum ayah kami; sebaliknya, ia akan menjatuhkan penghukuman kepadaku sebab tidak menghormati ayahku dan keputusan-keputusannya.
Dengan kesedihan dan frustasi dalam hati saya, maka aku hanya bisa menanti dengan sabar hingga ayah kami mati. Jika ia sudah mati, secara otomatis kontrol atas saudara perempuanku akan jatuh kepada saya. Kepemilikan resmi sepenuhnya akan menjadi milik saya.
Saya akan menjadi pemilik baru atas hidup mereka – sama seperti mobil, rumah, kambing, unta, dan lain sebagainya. Kemudian saya akan sepenuhnya bebas untuk melakukan apa pun yang saya inginkan atas mereka – Islam memberikan saya semua otoritas itu. Saya bisa membawa mereka ke surga atau ke neraka – semuanya bergantung pada saya.
Para pembaca, jangan merasa kasihan atau menyesal untuk saudara-saudara perempuan saya. Dibandingkan dengan banyak perempuan Saudi lainnya, mereka masih cukup beruntung – mereka masih bisa mengunjungi shopping center sekali atau dua kali setahun. Mereka juga masih bisa mengenakan make up dan bahkan masih bisa mendengarkan musik. Kebebasan terbesar yang masih mereka miliki adalah bahwa mereka masih bisa memilih saluran televisi apa pun yang mereka sukai. Bagi banyak wanita Saudi, ini sudah merupakan hak yang besar, jika anda belum mengetahuinya.
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Pasal 12 - Aku Tersadar
Sama halnya dengan banyak orang lain, Andrea berpindah agama menjadi pemeluk Islam, dan sementara tidak setiap orang yang berpindah agama memiliki pengalaman yang sama, tetapi Andrea sungguh-sungguh percaya bahwa banyak yang memiliki pengalaman yang sama. Ia membagikan kisahnya untuk memperingatkan setiap orang agar mereka sungguh-sungguh merenungkan kengerian-kengerian yang ia alami; dan di sini Andrea merasa bahwa merupakan kewajibannya untuk memperingatkan mereka. Karena tampaknya untuk jatuh cinta dengan seorang Muslim yang tegas berarti bahwa seseorang juga harus dengan sepenuhnya memeluk setiap aspek dari Islam!
Mereka berkata jika cinta itu buta. Dalam hal ini, cinta Andrea kepada suaminya telah membutakan matanya terhadap realitas betapa kerasnya keyakinan Islam suaminya itu. Bisakah seorang Kristen dari Barat berbahagia menikahi seorang pria Muslim? Sebelumnya Andrea berpikir bahwa hal itu mungkin. Tetapi kemudian mimpi pernikahannya berubah menjadi sebuah mimpi buruk.
Kesaksian Andrea
Kisah saya seperti cerita dari ribuan orang-orang yang telah mengganti agamanya menjadi Islam. Saya bertumbuh jadi seorang pemberontak, dan benci pergi ke gereja setiap Minggu. Saya tipe orang yang suka mempelajari orang lain, budaya lain, dan agama-agama yang lain. Ketika saya mulai belajar Islam, saya benar-benar merasa tertarik. Buku-buku yang ditulis untuk mereka yang tertarik dengan agama ini menunjukkan betapa sempurnanya agama Islam itu. “Membunuh seorang manusia sama nilainya dengan membunuh seluruh manusia.” Saya benar-benar menyukai kalimat itu. (Kini ketika mengingat hal itu, saya bisa melihat betapa bodohnya kalimat itu).
Saya mempelajari Islam secara dalam; situs-situs Islam yang saya kunjungi secara khusus telah didisain oleh mereka yang benar-benar paham apa yang ingin ditemukan oleh mereka yang mau memeluk Islam. Seorang pemeluk Islam yang masih baru mencari sebuah agama yang secara umum tidak membantah ilmu pengetahuan alam, agama yang damai, dan agama yang didasarkan pada pemahaman bahwa Tuhan itu satu. Mereka yang membuat situs ini tahu akan hal itu, dan mereka mempengaruhi pemikiran mereka yang sedang mencari spiritualitas dengan pemikiran yang naif. Sesungguhnya saya adalah orang yang tengah mencari hal-hal rohani; saya merasa bahwa saya ingin terhubung dengan sesuatu yang lebih besar daripada diriku sendiri, dan saya ingin dikelilingi oleh orang-orang bermoral, dengan keyakinan yang tegas menolak hal-hal yang tidak bermoral. Islam oleh karena itu adalah semua yang baik untuk saya. Kemudian saya menjadi sangat terlibat dengan agama ini, dan manakala saya tersandung dengan kata “radikal” atau seperti saya menyebut mereka hari ini “kebenaran Islamik”, secara sederhana saya berkata,”Mereka adalah orang-orang dengan pandangan yang kacau, bukankah semua agama memiliki kelompok radikal dan bahwa mereka malu akan hal itu?” Saya bertemu dengan banyak orang Muslim di ruang chatting, dan kami semua bersatu dalam pandangan kami bahwa penyebab dari radikalisme ini adalah karena Israel telah merampas Tanah Palestina, Barat sudah terkorupsi dan jahat, dan orang-orang Yahudi ada di belakang semua aksi-aksi jahat itu. Lucu sekali, betapa mudahnya anda meyakini kata-kata yang kelihatannya mengesankan!
Lalu kemudian suatu hari saya bertemu dengan Muhammad (bukan si pedofil yang memulai bidat ini). Ini adalah Muhammad dari Maroko, dan ia datang ke Amerika Serikat dan tinggal sangat dekat denganku. Kami banyak mendiskusikan mengenai Islam, dan kami berdua sangat cukup liberal; kami mendengarkan musik, dan setuju bahwa wanita tidak boleh dipaksa mengenakan jilbab, dan bahwa jika seorang wanita ingin bekerja, hal itu boleh-boleh saja, dan bahwa poligami sudah kadaluwarsa. Saya sangat menyukai pandangannya, karena itu kami berbicara hampir setiap malam, chatting dengan suara, dengan menggunakan webcam (ini sesungguhnya dosa besar dalam Islam, berbicara dengan non-Muslim, khususnya dengan saling melihat wajah).
Kami hanya berteman, dan sebenarnya ia sudah memiliki tunangan di Maroko, tetapi ia menyampaikan kepada saya bahwa tunangannya itu sangat berkeinginan untuk bisa berbaring di pantai dengan bikini. Kami berdua setuju bahwa pikiran tunangannya itu sudah terkontaminasi oleh nilai-nilai Barat, dan wanita seharusnya tidak memperlihatkan tubuhnya untuk dilihat oleh pria. Karena itu ia kemudian memutuskan hubungan dengan tunangannya itu. Ya, kami memutuskan bahwa kamilah pasangan serasi untuk masuk ke pelaminan. Lalu ia pun mengunjungiku, dan kami menegaskan keyakinan itu lebih besar lagi. Kemudian saya segera pindah ke negara bagian yang lain, dan ia juga memutuskan untuk pindah bersama dengan saya, dan segera setelah ia sendiri mapan secara finansial maka kami akan segera menikah. Inilah hal yang tampaknya sangat sempurna bagiku: Sebelumnya ia selalu ingin kembali ke negaranya dan tinggal di sana setelah menyelesaikan pendidikannya, tetapi sekarang, karena ia sudah mengenal saya, ia rela untuk membatalkan semua yang ia rencanakan untuk ia lakukan. Betapa romantisnya bukan? Bagaimana seseorang bisa berkata bahwa pria Muslim sangat mengendalikan wanita?
Hal-hal berjalan lebih baik bagi Mo, itulah panggilanku untuknya; karena itu kami pun mulai merencanakan seluruh masa depan kami. Saya bekerja di bidang politik, dan ia bekerja di bidang komputer. Kami tinggal di Connecticut (di pinggiran kota). Saya benar-benar jatuh cinta. Kemudian suatu malam, saya mengatakan sesuatu yang di luar dari rencana masa depan kami. Aku berkata,”Aku tidak bisa membayangkan para pria yang ingin memiliki lebih dari satu isteri; maksudku hal itu benar-benar bodoh, dan hal itu membuat para wanita jadi tidak berarti.”
Sebenarnya waktu itu aku tidak sedang berbicara mengenai Muslim, tetapi mengenai Mormon dan orang-orang primitif lainnya yang tidak setuju dengan ide ini. Tiba-tiba wajahnya yang biasanya gembira berubah menjadi wajah yang merendahkan. Ia berkata: “Bagaimana engkau bisa membantah firman Allah?” Saya katakan, “Pada masa Muhammad, budayanya kan berbeda, karena itu ia tidak melihat sebagai sesuatu yang salah jika orang memiliki lebih dari satu isteri, dan peperangan-peperangan itu menyebabkan banyak wanita menjadi janda, dan mereka membutuhkan orang lain untuk merawat mereka.” Di sini saya mengulangi respon Islam yang biasanya mereka karang-karang ketika ada orang yang menanyakan hal ini. Kemudian ia bertanya kepadaku apakah Islam itu sudah kadaluwarsa. Saya menjawab, “Bukankah engkau setuju jika memenggal kepala manusia itu adalah sebuah tindakan barbar, dan bahwa wanita yang bekerja adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat kita?” Ia berkata,”Ya, tetapi aku tidak akan coba membantah kehendak Allah. Engkau mengatakan bahwa Allah itu salah ketika berpendapat bahwa poligami itu salah...dan mereka yang tidak sepenuhnya percaya kepada firman-firman Allah adalah orang-orang kafir, dan kafir akan pergi ke neraka.” Wow, benar-benar sebuah perubahan drastis! Saya segera mengucapkan selamat malam, karena saya tidak mau berbicara dengan orang yang irasional seperti itu. Keesokan harinya saya menerima sebuah email bernada ramah, yang penuh dengan permohonan maaf. Saya merasa lega. Sangat naif, bahwa saya menerima permintaan maafnya dan kami pun meneruskan hubungan seperti sebelumnya. Saya harus menambahkan, saya sangat khawatir mengenai bagaimana saya harus membiayai aspek-aspek tertentu dalam pendidikan saya yang sangat mahal.
Saya tidak tahu persis dimana titik balik itu datang, tetapi saya mulai sedikit curiga dengan sejumlah ide di dalam Islam sementara saya menelitinya lebih jauh. Tidak berteman dengan kafir, MEMBUNUH, berdusta, STATUS WANITA. Wow, apa yang saya lewatkan di sini? Karena itu aku membicarakan hal-hal itu dengan Mo, dan apa yang terjadi, ia tiba pada titik mendidih. Inilah email yang saya terima darinya. Kata-kata saya dibold di paragrapf berikutnya. Apa sebenarnya masalahmu? Saya rela mengorbankan segalanya bagimu, negara saya, hidup saya, kebanggaan saya....dan ketika saya memintamu untuk mengorbankan satu hal, engkau menjadi takut akan hal itu, takut dengan kehendak Allah (Catat: Pengorbanan yang ia sebut di sini adalah ketidaksetujuan saya menjadi seorang ibu rumah tangga). Bagaimana engkau menolak apa yang dengan jelas telah dikatakan oleh Allah? Engkau hanya memperdulikan uang....Memperdulikan? Bukan itu kata yang saya maksudkan....Engkau sangat terobsesi dengan uang sama buruknya dengan orang Yahudi. Mimpimu bukanlah bagaimana engkau bisa menyembah Tuhanmu, dan tunduk kepada kehendakNya, tetapi bagaimana engkau bisa mendapatkan uang lebih banyak lagi, dan mendapatkan kekuasaan. Ketika aku bermimpi, aku bermimpi pulang ke rumah untukmu, setelah seharian bekerja keras, dan aku melihatmu menyiapkan makanan untukku, membersihkan rumah, dan setelah itu, kita menghabiskan waktu kita di tempat tidur. Ketika engkau bermimpi, engkau bermimpi bagaimana bisa mendapatkan uang lebih banyak lagi, bagaimana engkau bisa mendapatkan suami yang sanggup membelikan apa yang engkau inginkan. Ini adalah pikiran dari seorang wanita yang sakit. (Aku seorang wanita yang sakit?). Dengarkan di sini, Allah berkata bahwa pria lebih berkuasa daripada wanita, dan tugasnya adalah untuk memeliharanya, tetapi engkau menolak kesemuanya itu. Ini adalah tuntutan-tuntutanku dan engkau akan mengikutinya bukan karena aku menuntutmu melakukannya, tetapi karena Allah sendiri yang menuntutnya. Dan Allah menghendaki kepatuhan terhadap suami. Engkau harus mengenakan jilbab kapan pun. Engkau tidak boleh berteman dengan wanita-wanita Muslim yang tidak mengenakan jilbab, dan engkau sama sekali tidak boleh berteman dengan orang-orang kafir. Ketika seorang teman pria atau rekan kerjaku masuk ke rumah, maka engkau harus pergi ke ruangan yang terpisah, dan tinggal di sana hingga ia pulang, kecuali saat engkau menyediakan makanan atau minuman kepadanya. Engkau tidak boleh bekerja, bahkan ketika aku tidak sanggup mensupportmu secara finansial, sebab engkau akan dikelilingi orang-orang kafir di tempat kerja, dan mereka akan memandangmu dengan nafsu dan menggodamu untuk melakukan hal yang salah. Perempuan itu lemah, engkau lemah, dan besar kemungkinan engkau akan dilecehkan oleh seorang kafir.
Jika engkau bepergian, bahkan dengan teman-temanmu sendiri, engkau harus memberitahukan kepadaku dimana saja engkau berada pada waktu-waktu itu, dan apa pun yang engkau beli engkau harus menunjukkannya kepadaku ketika sudah sampai di rumah. Saya diinjinkan untuk memukulmu dengan pelan, tetapi hanya pada sebuah situasi ekstrem, misalnya ketika engkau menyangkal.
Tanggapanku:
Hai Mo, Saya merasa sangat bodoh dengan ketidaktahuanku, dalam kenaifanku, aku tidak bisa melihat kebenaran. Sebelumnya engkau memperlihatkan hal yang sangat sempurna kepadaku. Sekarang saya melihat diri saya sebagai seorang wanita yang sulit menerima hal-hal yang diharapkan oleh Islam kepadaku. Islam menginginkanku menjadi seorang ibu rumah tangga. Islam mau supaya aku tunduk pada semua permintaanmu. Islam mau supaya tubuhku sepenuhnya tertutup, kecuali wajah dan tanganku. Bagaimana aku bisa tidak mengetahui hal ini sebelumnya? Sekarang saya benar-benar berterimakasih kepadamu sebab engkau menunjukkan kebenaran kepadaku, sebab dalam emailmu engkau dengan jelas menunjukkan apa yang selama ini tersembunyi bagiku.
Engkau menunjukkan padaku bahwa Islam percaya jika wanita itu hanyalah obyek seks dan harta milik kaum pria. Bahwa Islam itu ciptaan seorang Nabi benar-benar busuk dan seorang pedofil. Bahwa Islam menginjinkanmu untuk memukulku. Islam juga mengijinkanmu berpoligami. Apa yang diijinkan oleh Islam untuk aku lakukan? Islam mengijinkanku untuk tinggal di rumah, karena aku ini bukan apa-apa selain sebagai obyek dosa. Jika Allah itu Maha Pemurah, dan Maha Pengampun, maka mustahil Ia memilih seorang Nabi dengan pemikiran yang sangat sakit. Jika Allah itu adalah Tuhan yang harus kita sembah, dan yang padaNya kita mencari pertolongan, maka jangan harap aku akan mengikuti Allah seperti itu! Aku tidak akan mencari pertolongan dari Allah yang pendendam, yang berpikir bahwa memenggal kepala orang itu okay, yang berpikir bahwa memukul wanita itu okay, yang berpikir bahwa melakukan pedofilia itu okay.
Ibuku selalu mengajariku untuk menghargai mereka yang berpandangan berbeda denganmu, dan memahami bahwa setiap orang memiliki pencerahan spiritualnya sendiri. Ia juga selalu mengajariku untuk tidak pernah memakai bahasa yang kacau. Dan yang paling utama, jangan pernah menjadi marah, sebab kelak engkau akan menyesali apa yang engkau katakan. Maaf ibu, sebab kali ini aku tidak melakukan apa yang engkau sarankan.
F (Bangsat) you! (Wow aku benar-benar puas dengan kalimat itu). Aku tidak mau melayanimu, dan aku tidak mau melayani Tuhan yang adalah seorang Monster sebagaimana yang diajarkan oleh Quran. Silahkan saja kau sebut aku seorang kafir, sebab aku lebih suka diasosiasikan dengan budaya itu, daripada menjadi salah seorang yang percaya bahwa membunuh 750 orang Yahudi dalam satu hari bisa diterima, memenggal orang tidak beriman, dan bisa menerima seorang tua untuk menikah dengan anak kecil berusia 6 tahun dan menidurinya saat ia berusia 9 tahun. Jika jannah (surga) yang kau katakan dipenuhi dengan orang-orang seperti engkau, apa kau kira aku mau masuk ke surga seperti itu? Neraka yang sebenarnya adalah neraka yang berisi jutaan orang yang melakukan hal yang sama seperti engkau.
Aku akan mengunci pintu rumahku, mengganti nama, dan pindah ... karena bagi Muslim yang meninggalkan Islam, akan dihukum mati.
Sama halnya dengan banyak orang lain, Andrea berpindah agama menjadi pemeluk Islam, dan sementara tidak setiap orang yang berpindah agama memiliki pengalaman yang sama, tetapi Andrea sungguh-sungguh percaya bahwa banyak yang memiliki pengalaman yang sama. Ia membagikan kisahnya untuk memperingatkan setiap orang agar mereka sungguh-sungguh merenungkan kengerian-kengerian yang ia alami; dan di sini Andrea merasa bahwa merupakan kewajibannya untuk memperingatkan mereka. Karena tampaknya untuk jatuh cinta dengan seorang Muslim yang tegas berarti bahwa seseorang juga harus dengan sepenuhnya memeluk setiap aspek dari Islam!
Mereka berkata jika cinta itu buta. Dalam hal ini, cinta Andrea kepada suaminya telah membutakan matanya terhadap realitas betapa kerasnya keyakinan Islam suaminya itu. Bisakah seorang Kristen dari Barat berbahagia menikahi seorang pria Muslim? Sebelumnya Andrea berpikir bahwa hal itu mungkin. Tetapi kemudian mimpi pernikahannya berubah menjadi sebuah mimpi buruk.
Kesaksian Andrea
Kisah saya seperti cerita dari ribuan orang-orang yang telah mengganti agamanya menjadi Islam. Saya bertumbuh jadi seorang pemberontak, dan benci pergi ke gereja setiap Minggu. Saya tipe orang yang suka mempelajari orang lain, budaya lain, dan agama-agama yang lain. Ketika saya mulai belajar Islam, saya benar-benar merasa tertarik. Buku-buku yang ditulis untuk mereka yang tertarik dengan agama ini menunjukkan betapa sempurnanya agama Islam itu. “Membunuh seorang manusia sama nilainya dengan membunuh seluruh manusia.” Saya benar-benar menyukai kalimat itu. (Kini ketika mengingat hal itu, saya bisa melihat betapa bodohnya kalimat itu).
Saya mempelajari Islam secara dalam; situs-situs Islam yang saya kunjungi secara khusus telah didisain oleh mereka yang benar-benar paham apa yang ingin ditemukan oleh mereka yang mau memeluk Islam. Seorang pemeluk Islam yang masih baru mencari sebuah agama yang secara umum tidak membantah ilmu pengetahuan alam, agama yang damai, dan agama yang didasarkan pada pemahaman bahwa Tuhan itu satu. Mereka yang membuat situs ini tahu akan hal itu, dan mereka mempengaruhi pemikiran mereka yang sedang mencari spiritualitas dengan pemikiran yang naif. Sesungguhnya saya adalah orang yang tengah mencari hal-hal rohani; saya merasa bahwa saya ingin terhubung dengan sesuatu yang lebih besar daripada diriku sendiri, dan saya ingin dikelilingi oleh orang-orang bermoral, dengan keyakinan yang tegas menolak hal-hal yang tidak bermoral. Islam oleh karena itu adalah semua yang baik untuk saya. Kemudian saya menjadi sangat terlibat dengan agama ini, dan manakala saya tersandung dengan kata “radikal” atau seperti saya menyebut mereka hari ini “kebenaran Islamik”, secara sederhana saya berkata,”Mereka adalah orang-orang dengan pandangan yang kacau, bukankah semua agama memiliki kelompok radikal dan bahwa mereka malu akan hal itu?” Saya bertemu dengan banyak orang Muslim di ruang chatting, dan kami semua bersatu dalam pandangan kami bahwa penyebab dari radikalisme ini adalah karena Israel telah merampas Tanah Palestina, Barat sudah terkorupsi dan jahat, dan orang-orang Yahudi ada di belakang semua aksi-aksi jahat itu. Lucu sekali, betapa mudahnya anda meyakini kata-kata yang kelihatannya mengesankan!
Lalu kemudian suatu hari saya bertemu dengan Muhammad (bukan si pedofil yang memulai bidat ini). Ini adalah Muhammad dari Maroko, dan ia datang ke Amerika Serikat dan tinggal sangat dekat denganku. Kami banyak mendiskusikan mengenai Islam, dan kami berdua sangat cukup liberal; kami mendengarkan musik, dan setuju bahwa wanita tidak boleh dipaksa mengenakan jilbab, dan bahwa jika seorang wanita ingin bekerja, hal itu boleh-boleh saja, dan bahwa poligami sudah kadaluwarsa. Saya sangat menyukai pandangannya, karena itu kami berbicara hampir setiap malam, chatting dengan suara, dengan menggunakan webcam (ini sesungguhnya dosa besar dalam Islam, berbicara dengan non-Muslim, khususnya dengan saling melihat wajah).
Kami hanya berteman, dan sebenarnya ia sudah memiliki tunangan di Maroko, tetapi ia menyampaikan kepada saya bahwa tunangannya itu sangat berkeinginan untuk bisa berbaring di pantai dengan bikini. Kami berdua setuju bahwa pikiran tunangannya itu sudah terkontaminasi oleh nilai-nilai Barat, dan wanita seharusnya tidak memperlihatkan tubuhnya untuk dilihat oleh pria. Karena itu ia kemudian memutuskan hubungan dengan tunangannya itu. Ya, kami memutuskan bahwa kamilah pasangan serasi untuk masuk ke pelaminan. Lalu ia pun mengunjungiku, dan kami menegaskan keyakinan itu lebih besar lagi. Kemudian saya segera pindah ke negara bagian yang lain, dan ia juga memutuskan untuk pindah bersama dengan saya, dan segera setelah ia sendiri mapan secara finansial maka kami akan segera menikah. Inilah hal yang tampaknya sangat sempurna bagiku: Sebelumnya ia selalu ingin kembali ke negaranya dan tinggal di sana setelah menyelesaikan pendidikannya, tetapi sekarang, karena ia sudah mengenal saya, ia rela untuk membatalkan semua yang ia rencanakan untuk ia lakukan. Betapa romantisnya bukan? Bagaimana seseorang bisa berkata bahwa pria Muslim sangat mengendalikan wanita?
Hal-hal berjalan lebih baik bagi Mo, itulah panggilanku untuknya; karena itu kami pun mulai merencanakan seluruh masa depan kami. Saya bekerja di bidang politik, dan ia bekerja di bidang komputer. Kami tinggal di Connecticut (di pinggiran kota). Saya benar-benar jatuh cinta. Kemudian suatu malam, saya mengatakan sesuatu yang di luar dari rencana masa depan kami. Aku berkata,”Aku tidak bisa membayangkan para pria yang ingin memiliki lebih dari satu isteri; maksudku hal itu benar-benar bodoh, dan hal itu membuat para wanita jadi tidak berarti.”
Sebenarnya waktu itu aku tidak sedang berbicara mengenai Muslim, tetapi mengenai Mormon dan orang-orang primitif lainnya yang tidak setuju dengan ide ini. Tiba-tiba wajahnya yang biasanya gembira berubah menjadi wajah yang merendahkan. Ia berkata: “Bagaimana engkau bisa membantah firman Allah?” Saya katakan, “Pada masa Muhammad, budayanya kan berbeda, karena itu ia tidak melihat sebagai sesuatu yang salah jika orang memiliki lebih dari satu isteri, dan peperangan-peperangan itu menyebabkan banyak wanita menjadi janda, dan mereka membutuhkan orang lain untuk merawat mereka.” Di sini saya mengulangi respon Islam yang biasanya mereka karang-karang ketika ada orang yang menanyakan hal ini. Kemudian ia bertanya kepadaku apakah Islam itu sudah kadaluwarsa. Saya menjawab, “Bukankah engkau setuju jika memenggal kepala manusia itu adalah sebuah tindakan barbar, dan bahwa wanita yang bekerja adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat kita?” Ia berkata,”Ya, tetapi aku tidak akan coba membantah kehendak Allah. Engkau mengatakan bahwa Allah itu salah ketika berpendapat bahwa poligami itu salah...dan mereka yang tidak sepenuhnya percaya kepada firman-firman Allah adalah orang-orang kafir, dan kafir akan pergi ke neraka.” Wow, benar-benar sebuah perubahan drastis! Saya segera mengucapkan selamat malam, karena saya tidak mau berbicara dengan orang yang irasional seperti itu. Keesokan harinya saya menerima sebuah email bernada ramah, yang penuh dengan permohonan maaf. Saya merasa lega. Sangat naif, bahwa saya menerima permintaan maafnya dan kami pun meneruskan hubungan seperti sebelumnya. Saya harus menambahkan, saya sangat khawatir mengenai bagaimana saya harus membiayai aspek-aspek tertentu dalam pendidikan saya yang sangat mahal.
Saya tidak tahu persis dimana titik balik itu datang, tetapi saya mulai sedikit curiga dengan sejumlah ide di dalam Islam sementara saya menelitinya lebih jauh. Tidak berteman dengan kafir, MEMBUNUH, berdusta, STATUS WANITA. Wow, apa yang saya lewatkan di sini? Karena itu aku membicarakan hal-hal itu dengan Mo, dan apa yang terjadi, ia tiba pada titik mendidih. Inilah email yang saya terima darinya. Kata-kata saya dibold di paragrapf berikutnya. Apa sebenarnya masalahmu? Saya rela mengorbankan segalanya bagimu, negara saya, hidup saya, kebanggaan saya....dan ketika saya memintamu untuk mengorbankan satu hal, engkau menjadi takut akan hal itu, takut dengan kehendak Allah (Catat: Pengorbanan yang ia sebut di sini adalah ketidaksetujuan saya menjadi seorang ibu rumah tangga). Bagaimana engkau menolak apa yang dengan jelas telah dikatakan oleh Allah? Engkau hanya memperdulikan uang....Memperdulikan? Bukan itu kata yang saya maksudkan....Engkau sangat terobsesi dengan uang sama buruknya dengan orang Yahudi. Mimpimu bukanlah bagaimana engkau bisa menyembah Tuhanmu, dan tunduk kepada kehendakNya, tetapi bagaimana engkau bisa mendapatkan uang lebih banyak lagi, dan mendapatkan kekuasaan. Ketika aku bermimpi, aku bermimpi pulang ke rumah untukmu, setelah seharian bekerja keras, dan aku melihatmu menyiapkan makanan untukku, membersihkan rumah, dan setelah itu, kita menghabiskan waktu kita di tempat tidur. Ketika engkau bermimpi, engkau bermimpi bagaimana bisa mendapatkan uang lebih banyak lagi, bagaimana engkau bisa mendapatkan suami yang sanggup membelikan apa yang engkau inginkan. Ini adalah pikiran dari seorang wanita yang sakit. (Aku seorang wanita yang sakit?). Dengarkan di sini, Allah berkata bahwa pria lebih berkuasa daripada wanita, dan tugasnya adalah untuk memeliharanya, tetapi engkau menolak kesemuanya itu. Ini adalah tuntutan-tuntutanku dan engkau akan mengikutinya bukan karena aku menuntutmu melakukannya, tetapi karena Allah sendiri yang menuntutnya. Dan Allah menghendaki kepatuhan terhadap suami. Engkau harus mengenakan jilbab kapan pun. Engkau tidak boleh berteman dengan wanita-wanita Muslim yang tidak mengenakan jilbab, dan engkau sama sekali tidak boleh berteman dengan orang-orang kafir. Ketika seorang teman pria atau rekan kerjaku masuk ke rumah, maka engkau harus pergi ke ruangan yang terpisah, dan tinggal di sana hingga ia pulang, kecuali saat engkau menyediakan makanan atau minuman kepadanya. Engkau tidak boleh bekerja, bahkan ketika aku tidak sanggup mensupportmu secara finansial, sebab engkau akan dikelilingi orang-orang kafir di tempat kerja, dan mereka akan memandangmu dengan nafsu dan menggodamu untuk melakukan hal yang salah. Perempuan itu lemah, engkau lemah, dan besar kemungkinan engkau akan dilecehkan oleh seorang kafir.
Jika engkau bepergian, bahkan dengan teman-temanmu sendiri, engkau harus memberitahukan kepadaku dimana saja engkau berada pada waktu-waktu itu, dan apa pun yang engkau beli engkau harus menunjukkannya kepadaku ketika sudah sampai di rumah. Saya diinjinkan untuk memukulmu dengan pelan, tetapi hanya pada sebuah situasi ekstrem, misalnya ketika engkau menyangkal.
Tanggapanku:
Hai Mo, Saya merasa sangat bodoh dengan ketidaktahuanku, dalam kenaifanku, aku tidak bisa melihat kebenaran. Sebelumnya engkau memperlihatkan hal yang sangat sempurna kepadaku. Sekarang saya melihat diri saya sebagai seorang wanita yang sulit menerima hal-hal yang diharapkan oleh Islam kepadaku. Islam menginginkanku menjadi seorang ibu rumah tangga. Islam mau supaya aku tunduk pada semua permintaanmu. Islam mau supaya tubuhku sepenuhnya tertutup, kecuali wajah dan tanganku. Bagaimana aku bisa tidak mengetahui hal ini sebelumnya? Sekarang saya benar-benar berterimakasih kepadamu sebab engkau menunjukkan kebenaran kepadaku, sebab dalam emailmu engkau dengan jelas menunjukkan apa yang selama ini tersembunyi bagiku.
Engkau menunjukkan padaku bahwa Islam percaya jika wanita itu hanyalah obyek seks dan harta milik kaum pria. Bahwa Islam itu ciptaan seorang Nabi benar-benar busuk dan seorang pedofil. Bahwa Islam menginjinkanmu untuk memukulku. Islam juga mengijinkanmu berpoligami. Apa yang diijinkan oleh Islam untuk aku lakukan? Islam mengijinkanku untuk tinggal di rumah, karena aku ini bukan apa-apa selain sebagai obyek dosa. Jika Allah itu Maha Pemurah, dan Maha Pengampun, maka mustahil Ia memilih seorang Nabi dengan pemikiran yang sangat sakit. Jika Allah itu adalah Tuhan yang harus kita sembah, dan yang padaNya kita mencari pertolongan, maka jangan harap aku akan mengikuti Allah seperti itu! Aku tidak akan mencari pertolongan dari Allah yang pendendam, yang berpikir bahwa memenggal kepala orang itu okay, yang berpikir bahwa memukul wanita itu okay, yang berpikir bahwa melakukan pedofilia itu okay.
Ibuku selalu mengajariku untuk menghargai mereka yang berpandangan berbeda denganmu, dan memahami bahwa setiap orang memiliki pencerahan spiritualnya sendiri. Ia juga selalu mengajariku untuk tidak pernah memakai bahasa yang kacau. Dan yang paling utama, jangan pernah menjadi marah, sebab kelak engkau akan menyesali apa yang engkau katakan. Maaf ibu, sebab kali ini aku tidak melakukan apa yang engkau sarankan.
F (Bangsat) you! (Wow aku benar-benar puas dengan kalimat itu). Aku tidak mau melayanimu, dan aku tidak mau melayani Tuhan yang adalah seorang Monster sebagaimana yang diajarkan oleh Quran. Silahkan saja kau sebut aku seorang kafir, sebab aku lebih suka diasosiasikan dengan budaya itu, daripada menjadi salah seorang yang percaya bahwa membunuh 750 orang Yahudi dalam satu hari bisa diterima, memenggal orang tidak beriman, dan bisa menerima seorang tua untuk menikah dengan anak kecil berusia 6 tahun dan menidurinya saat ia berusia 9 tahun. Jika jannah (surga) yang kau katakan dipenuhi dengan orang-orang seperti engkau, apa kau kira aku mau masuk ke surga seperti itu? Neraka yang sebenarnya adalah neraka yang berisi jutaan orang yang melakukan hal yang sama seperti engkau.
Aku akan mengunci pintu rumahku, mengganti nama, dan pindah ... karena bagi Muslim yang meninggalkan Islam, akan dihukum mati.
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Pasal 13 - Kamu Sepenuhnya Benar
“Mereka memberitahukan padaku bahwa arti sebenarnya dari Islam adalah “damai”. Namun mereka berbohong. Sekarang saya tahu bahwa arti sebenarnya adalah “penundukan”, yang berlawanan dengan damai. Saya berlaku tidak adil kepada dunia ketika saya berusaha memuliakan Islam.”
Sebagaimana telah kita saksikan, meninggalkan Islam bukanlah sebuah pilihan yang mudah atau sebuah opsi yang mudah untuk dijalankan. Untuk menjadi seorang murtadin artinya bukan saja memperlihatkan punggungmu terhadap imanmu sebelumnya, atau terhadap teman-temanmu, tetapi dalam banyak kasus bahkan engkau harus membelakangi keluargamu. Hal itu pun membuatmu harus mempertanyakan dan menyangkali sepenuhnya segala hal yang sebelumnya engkau percayai. Ketika kesadaran ini dialami oleh Dee Anna dia merasa terdorong untuk menulis surat kepada Ali Sina di situs Faith Freedom, sebab ia mulai berpikir bahwa ia dan banyak murtadin lainnya sepenuhnya benar.
Hal yang paling penting yang coba diangkat dalam buku ini diungkapkan dengan jelas dalam surat pendek yang ditulis oleh Dee Anna: Islam artinya penundukan, bukan damai. Kisah Dee Anna membuktikan bahwa apa yang terjadi pada dirinya, bisa juga terjadi pada orang lain.
Kesaksian Dee Anna
Saya sangat berharap bahwa Islam itu adalah sesuatu yang baik, hingga saya jatuh ke dalam perangkapnya dan mencoba untuk membuatnya sebagai sesuatu yang baik. Lalu kemudian saya perhatikan saudara-saudaraku yang ada di Islam, yang memuji aku saat aku memuji Islam, mereka pun dengan segera menyebut aku setan ketika aku mulai mempertanyakan kebohongan-kebohongan yang diberitahukan kepadaku mengenai Islam...karena, anda lihat bahwa sesungguhnya aku tidak tahu apa pun tentang Islam, sama sekali tidak tahu. Tanggal 11 September adalah kali pertama aku mempertanyakan Islam.
Tetapi saya sangat berhasrat untuk mengasihi dunia sehingga ia bisa menjadi sebuah dunia yang lebih baik. Orang-orang Muslim mulai berkata kepadaku bahwa Osama Bin Laden bagi Islam sama seperti Anti-Kristus bagi orang-orang Kristen. Mereka memberitahukan kepadaku bahwa semua hal tentang Islam berarti damai dan kasih, dan bahwa Muhammad adalah seorang nabi agung yang mempromosikan perdamaian. Mereka memujinya seolah-olah ia sangat mendukung sekali kesejahteraan kaum wanita. Pada dasarnya mereka menjadikan Muhammad seolah-olah seorang dewa. Tetapi mereka tidak memberitahukan kepadaku aksi-aksinya yang jahat, dan ketika aku mulai mempelajarinya dan ingin berdiskusi dengan mereka sebab aku masih berharap bahwa Islam itu memang benar-benar sesuatu yang baik, dan barangkali disana ada penjelasan yang masuk akal mengapa Muhammad melakukan hal-hal yang dianggap jahat itu, maka dengan cepat aku belajar bahwa berani mempertanyakan Muhammad sama artinya dengan memperlakukannya seolah-olah ia setan, mengancam, melecehkan, dan lain sebagainya. Mereka juga melihat diri mereka sebagai orang-orang yang melakukan yang baik. Sebagai hasilnya, saya mulai mempelajari lebih banyak lagi, dan setelah melakukan riset selama empat hingga lima tahun dan mencoba membuktikan bahwa murtad dari Islam adalah sesuatu yang salah untuk dilakukan, maka saya menemukan bahwa para murtadin itu sepenuhnya benar.
Saya mengajukan tantangan-tantangan mengenai kemurtadan dihadapan teman-teman Islam saya, dengan menganggap mereka seolah-olah tengah menantang saya. Tetapi mereka tidak bisa membantah tantangan-tantangan yang saya ajukan. Mereka hanya menyerang dan mengata-ngatai saya sebagai setan. Orang terdekat yang dengannya aku bekerja paling keras untuk mempertahankan diri sekarang menjadi musuhku. Karena mereka mengata-ngataiku sebagai setan, maka kemarahanku pun semakin lama semakin besar. Semakin banyak aku melihat kebenaran mengenai Islam, maka aku pun semakin menjadi marah. Aku merasa terluka, sangat-sangat terluka, takut, syok, dan terhina.
Di satu sisi mereka coba membawa non-Muslim kepada Islam – coba meyakinkan orang bahwa Islam adalah pembawa damai dan kasih, tetapi mereka sendiri tidak pernah menunjukkan kepadaku makna dari kasih dan perdamaian ini. Mereka juga tidak pernah menunjukkan kasih ini kepada orang lain yang tidak memuliakan Islam seperti yang mereka lakukan. Saya mulai dengan mengasihi Islam secara penuh dan memiliki hasrat yang besar untuk memeluknya dan dipeluk olehnya. Saya mempertahankannya. Aku menyampaikan kebohongan-kebohongan yang ia latih untuk aku katakan. Mereka memberitahukan padaku bahwa arti sebenarnya dari Islam adalah “damai”. Namun mereka berbohong. Sekarang saya tahu bahwa arti sebenarnya adalah “penundukan”, yang berlawanan dengan damai. Saya berlaku tidak adil kepada dunia ketika saya berusaha memuliakan Islam. Dan sekarang, setelah aku mengetahui kebenaran tentang Islam, yaitu seluruh kebenaran tentang Islam; dan karena semua hal yang ia lakukan kepadaku dan oleh karena apa yang ia lakukan kepada orang-orang percaya dan yang tidak percaya adalah berbeda, maka sekarang aku membenci Islam. Dengan mengatakan hal ini seringkali aku dikata-katai sebagai setan, dan mereka memandangku hanya dengan kebencian. Tetapi mereka tidak mengerti. Saya membenci Islam sebab saya mencintai kemanusiaan. Saya mengasihi orang-orang percaya, tetapi juga orang-orang yang tidak percaya, dan aku benci dengan apa yang dilakukan oleh Islam kepada mereka, dan apa yang ia telah lakukan kepada kemanusiaan. Aku benci kepada Islam dan aku tidak akan pernah lagi mau membelanya, tidak akan pernah lagi tunduk dan menyerah kepadanya!
“Mereka memberitahukan padaku bahwa arti sebenarnya dari Islam adalah “damai”. Namun mereka berbohong. Sekarang saya tahu bahwa arti sebenarnya adalah “penundukan”, yang berlawanan dengan damai. Saya berlaku tidak adil kepada dunia ketika saya berusaha memuliakan Islam.”
Sebagaimana telah kita saksikan, meninggalkan Islam bukanlah sebuah pilihan yang mudah atau sebuah opsi yang mudah untuk dijalankan. Untuk menjadi seorang murtadin artinya bukan saja memperlihatkan punggungmu terhadap imanmu sebelumnya, atau terhadap teman-temanmu, tetapi dalam banyak kasus bahkan engkau harus membelakangi keluargamu. Hal itu pun membuatmu harus mempertanyakan dan menyangkali sepenuhnya segala hal yang sebelumnya engkau percayai. Ketika kesadaran ini dialami oleh Dee Anna dia merasa terdorong untuk menulis surat kepada Ali Sina di situs Faith Freedom, sebab ia mulai berpikir bahwa ia dan banyak murtadin lainnya sepenuhnya benar.
Hal yang paling penting yang coba diangkat dalam buku ini diungkapkan dengan jelas dalam surat pendek yang ditulis oleh Dee Anna: Islam artinya penundukan, bukan damai. Kisah Dee Anna membuktikan bahwa apa yang terjadi pada dirinya, bisa juga terjadi pada orang lain.
Kesaksian Dee Anna
Saya sangat berharap bahwa Islam itu adalah sesuatu yang baik, hingga saya jatuh ke dalam perangkapnya dan mencoba untuk membuatnya sebagai sesuatu yang baik. Lalu kemudian saya perhatikan saudara-saudaraku yang ada di Islam, yang memuji aku saat aku memuji Islam, mereka pun dengan segera menyebut aku setan ketika aku mulai mempertanyakan kebohongan-kebohongan yang diberitahukan kepadaku mengenai Islam...karena, anda lihat bahwa sesungguhnya aku tidak tahu apa pun tentang Islam, sama sekali tidak tahu. Tanggal 11 September adalah kali pertama aku mempertanyakan Islam.
Tetapi saya sangat berhasrat untuk mengasihi dunia sehingga ia bisa menjadi sebuah dunia yang lebih baik. Orang-orang Muslim mulai berkata kepadaku bahwa Osama Bin Laden bagi Islam sama seperti Anti-Kristus bagi orang-orang Kristen. Mereka memberitahukan kepadaku bahwa semua hal tentang Islam berarti damai dan kasih, dan bahwa Muhammad adalah seorang nabi agung yang mempromosikan perdamaian. Mereka memujinya seolah-olah ia sangat mendukung sekali kesejahteraan kaum wanita. Pada dasarnya mereka menjadikan Muhammad seolah-olah seorang dewa. Tetapi mereka tidak memberitahukan kepadaku aksi-aksinya yang jahat, dan ketika aku mulai mempelajarinya dan ingin berdiskusi dengan mereka sebab aku masih berharap bahwa Islam itu memang benar-benar sesuatu yang baik, dan barangkali disana ada penjelasan yang masuk akal mengapa Muhammad melakukan hal-hal yang dianggap jahat itu, maka dengan cepat aku belajar bahwa berani mempertanyakan Muhammad sama artinya dengan memperlakukannya seolah-olah ia setan, mengancam, melecehkan, dan lain sebagainya. Mereka juga melihat diri mereka sebagai orang-orang yang melakukan yang baik. Sebagai hasilnya, saya mulai mempelajari lebih banyak lagi, dan setelah melakukan riset selama empat hingga lima tahun dan mencoba membuktikan bahwa murtad dari Islam adalah sesuatu yang salah untuk dilakukan, maka saya menemukan bahwa para murtadin itu sepenuhnya benar.
Saya mengajukan tantangan-tantangan mengenai kemurtadan dihadapan teman-teman Islam saya, dengan menganggap mereka seolah-olah tengah menantang saya. Tetapi mereka tidak bisa membantah tantangan-tantangan yang saya ajukan. Mereka hanya menyerang dan mengata-ngatai saya sebagai setan. Orang terdekat yang dengannya aku bekerja paling keras untuk mempertahankan diri sekarang menjadi musuhku. Karena mereka mengata-ngataiku sebagai setan, maka kemarahanku pun semakin lama semakin besar. Semakin banyak aku melihat kebenaran mengenai Islam, maka aku pun semakin menjadi marah. Aku merasa terluka, sangat-sangat terluka, takut, syok, dan terhina.
Di satu sisi mereka coba membawa non-Muslim kepada Islam – coba meyakinkan orang bahwa Islam adalah pembawa damai dan kasih, tetapi mereka sendiri tidak pernah menunjukkan kepadaku makna dari kasih dan perdamaian ini. Mereka juga tidak pernah menunjukkan kasih ini kepada orang lain yang tidak memuliakan Islam seperti yang mereka lakukan. Saya mulai dengan mengasihi Islam secara penuh dan memiliki hasrat yang besar untuk memeluknya dan dipeluk olehnya. Saya mempertahankannya. Aku menyampaikan kebohongan-kebohongan yang ia latih untuk aku katakan. Mereka memberitahukan padaku bahwa arti sebenarnya dari Islam adalah “damai”. Namun mereka berbohong. Sekarang saya tahu bahwa arti sebenarnya adalah “penundukan”, yang berlawanan dengan damai. Saya berlaku tidak adil kepada dunia ketika saya berusaha memuliakan Islam. Dan sekarang, setelah aku mengetahui kebenaran tentang Islam, yaitu seluruh kebenaran tentang Islam; dan karena semua hal yang ia lakukan kepadaku dan oleh karena apa yang ia lakukan kepada orang-orang percaya dan yang tidak percaya adalah berbeda, maka sekarang aku membenci Islam. Dengan mengatakan hal ini seringkali aku dikata-katai sebagai setan, dan mereka memandangku hanya dengan kebencian. Tetapi mereka tidak mengerti. Saya membenci Islam sebab saya mencintai kemanusiaan. Saya mengasihi orang-orang percaya, tetapi juga orang-orang yang tidak percaya, dan aku benci dengan apa yang dilakukan oleh Islam kepada mereka, dan apa yang ia telah lakukan kepada kemanusiaan. Aku benci kepada Islam dan aku tidak akan pernah lagi mau membelanya, tidak akan pernah lagi tunduk dan menyerah kepadanya!
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Pasal 14 - Tidak Diakui
“Allah menunjukkan kepadaku bagaimana aku bisa menjadi sama seperti mereka (memiliki damai) dalam Islam...Tetapi jawabannya tidak pernah datang. Aku selesai membaca keseluruhan Qur’an tetapi tidak sanggup mengidentifikasikan Tuhan yang sama. Mungkinkah ia adalah Tuhan yang berbeda? Jika Islam itu benar, maka kekristenan tidak mungkin benar.”
Bagi banyak orang yang telah meninggalkan Islam, proses yang dilibatkan tidak hanya berhenti dari agama itu; tetapi bagi beberapa orang hal itu bisa berarti tidak lagi diakui oleh keluarga dan dibuang oleh teman-teman. Selagi Iran menemukan dirinya diisolasi oleh komunitas internasional, banyak orang Iran yang secara individual diisolasi dari keluarga mereka, yaitu setelah mereka melihat cara rejim Iran memerintah dan bagaimana hal itu mempengaruhi hidup mereka.
Ketika suaminya menjadi seorang Kristen, Sarah menemukan dirinya bergulat dengan agama Islam yang sejak lahir ia anut. Pada akhirnya, ia memutuskan bahwa kejahatan dari ajaran Islam tidak cocok dengan anugerah dan kasih yang dahsyat yang diajarkan oleh Alkitab. Ia mengenal Islam. Dan ia tahu bahaya yang hadir melalui agama ini. Pesannya kepada semua yang membaca kisah ini adalah: Kristus adalah damai, Islam tidak. Ia khawatir bahwa Barat tidak memahami hal ini. Dan ia khawatir akan masa depan.
Kesaksian Sarah
Saya dilahirkan di Iran pada tahun 1950. Saya dibesarkan di sebuah keluarga Shiah yang terdidik dan kaya raya. Ayah saya adalah seorang Muslim yang taat dan rindu untuk menyukakan hati Allah. Ia sangat sensitif secara spiritual dan biasanya hampir selalu berbicara mengenai iman, kasih dan ketaatan. Sebelumnya ia menjalani kehidupan yang liar, tetapi ketika berusia sekitar 35 an tahun, yaitu setelah memiliki tiga atau empat anak, ia lebih stabil dan berpaling kepada Allah. Ia mencoba untuk mengenal Allah dengan semua kebesaranNya, dan apa yang bisa diberikan oleh Islam kepadanya. Ia juga mempelajari agama-agama lain untuk mengetahui apakah ada hal lain dalam agama itu yang tidak bisa ditawarkan oleh Islam. Sayangnya, studinya mengenai kekristenan tidak cukup dalam. Tidak ada orang Kristen yang ingin membagikan hidup mereka di dalam Kristus dengan ayahku. Ayah saya dilatih oleh militer Amerika Serikat, jadi ia pernah hidup cukup lama di Amerika. Sekali bepergian ke Amerika ia bisa tinggal di sana selama tiga hingga delapan belas bulan. Tetapi sejauh yang saya ketahui, tak seorang pun pernah memberikan kesaksian kepadanya.
Saya mengasihi ayah saya; ia adalah seorang yang luar biasa. Sebagai anak bungsu saya melihatnya sebagai pahlawan saya. Kendati aku seorang wanita di sebuah negeri Muslim, tetapi ia selalu memberikanku kesempatan-kesempatan yang biasanya dalam budaya kami hanya diperuntukkan bagi anak laki-laki. Ketika aku menginjak remaja, ia mengirimku ke Amerika untuk meneruskan pendidikanku dan menjadi seorang dokter suatu hari kelak. Aku adalah siswa yang sangat baik dan ayahku menginginkanku meraih hal yang terbesar dalam hidupku.
Saat tiba kembali Amerika, saya terkejut dengan budaya di negara ini. Gaya hidup orang di sini agak liar. Itu terjadi tahun 1970 an, dan sejumlah gadis SMA kelihatannya terlalu liar. Saya selalu memiliki teman-teman putra, tetapi ketika saya di Iran saya tidak bisa berpacaran. Pacaran terbuka seperti itu adalah sesuatu yang sangat baru bagi saya. Saya tidak bergabung dalam kancah berpacaran hingga aku memasuki perguruan tinggi. Tentu saja, orang tuaku tidak menyadari sisi kehidupanku ini. Mereka pastilah tidak akan pernah menyetujuinya. Saya bertemu dengan banyak pria Amerika; karena saya seorang mahasiswi yang populer di perguruan tinggi, saya pun berganti-ganti teman kencan. Namun setelah para pria itu menemukan bahwa ciuman perpisahan pada malam hari pun adalah sesuatu yang berlebihan bagiku, maka mereka tidak lagi mengajakku kencan untuk keduakalinya. Ketika berada di perguruan tinggi, saya tinggal bersama dengan satu keluarga Amerika yang pergi beribadah ke gereja setiap hari Minggu. Saya bahkan pergi juga ke gereja bersama mereka. Injil diberitakan, tetapi hal itu tidak mempengaruhi saya. Saya percaya bahwa Roh Kudus akan membuka telinga dan mata kita saat waktunya tiba bagi kita mendengar pesannya.
Saya mengenal Alex saat masih di SMA. Ia seorang yang populer, seorang pemain sepak bola, tampan; pria yang menyenangkan dimana semua gadis-gadis populer pernah berkencan dengannya. Saya bertemu dengannya dua tahun kemudian. Kami pun mulai keluar bersama-sama. Ia tahu bahwa saya adalah seorang Muslim, kendati pada saat itu hanyalah seorang Muslim KTP. Ia sendiri seorang Katolik KTP. Kami mulai berkencan secara eksklusif; ia cukup sabar untuk tidak memaksaku masuk ke dalam sebuah hubungan yang biasanya dicari oleh para pria. Saya jatuh cinta dengannya, dan setelah berkencan selama tiga atau empat bulan, kami pun memutuskan untuk menikah. Pada waktu itu kami bahkan belum berusia 20 tahun. Kami memutuskan untuk tidak memberitahukan kepada orang tua kami akan keputusan kami. Saat orang tuanya tahu, mereka agak gusar, tetapi mereka mengenal saya dan menyukai saya. Iman mereka tidaklah begitu kuat, karena itu tidak jadi masalah bagi mereka bahwa putra mereka menikahi seorang Muslim.
Kendati saya tidak mempraktekkan Islam, saya beritahukan kepada Alex bahwa saya tidak akan pernah mengganti agama saya demi dia. Saya sangat bangga dengan warisan dan agama saya. Baginya, hal itu sama sekali bukan masalah, karena ia pun tidak lagi memiliki keyakinan dalam Yesus Kristus.
Ketika orang tua saya mengetahui bahwa saya telah menikah dengan seorang lulusan SMA, berkebangsaan Spanyol dan seorang Katolik, mereka menjadi gila. Ayah saya tidak lagi mengakui saya, dan ibuku menjadi sangat marah kepadaku sampai-sampai ia tidak bisa lagi berbicara kepadaku di telepon. Saya merasa sangat hancur hati. Saya tidak bisa menghadapi kenyataan bahwa sekarang saya menjadi terpisah dengan mereka. Apa yang saya pikirkan saat menikah dengan Alex? Ini tak mungkin berhasil. Saya beritahukan kepada Alex bahwa jika orang tuaku tidak mengampuniku, maka aku akan meninggalkannya. Ini adalah saat yang sangat sulit buat kami berdua. Kami saling mengasihi, tetapi keluarga harus didahulukan.
Tiga minggu kemudian, saya menerima telepon dari ayah. Ya, ayah saya. Dia dan ibu akan datang ke Amerika untuk bertemu dengan suamiku. Saya sangat gembira tetapi pada saat yang sama juga merasa takut. Begitu juga dengan Alex. Ketika mereka tiba dan bertemu selama beberapa waktu dengan Alex, mereka pun menyadari mengapa saya menikahi Alex. Dia sangat mirip dengan ayah saya. Ayah saya menghabiskan waktu berjam-jam menjelaskan tentang Islam kepada Alex. Tujuan dalam hidupnya sekarang adalah berusaha membawa suami saya kepada Islam. Alex merasa sangat tertantang secara spiritual dan sangat terkesan akan pengetahuan ayah saya dan semangatnya kepada iman Islamnya. Percaya atau tidak, Tuhan memakai ayah saya yang Muslim untuk mendorong Alex bersemangat untuk menemukan imannya, dan kemudian ternyata ia menemukan bahwa kekristenan memiliki banyak fakta-fakta yang menarik mengenai hal itu, dan apa artinya itu bagi dia. Mengapa ia menyebut dirinya sebagai seorang Kristen?
Setelah menikah selama lima tahun, Alex dipindahkan ke Timur Jauh oleh pihak militer. Saya tidak bisa mendampinginya, karena harus menyelesaikan kuliah. Saya benar-benar sendirian dan tanpa keluarga atau teman dekat. Alex menemukan teman-teman baru di tempat yang baru, dan mereka mulai mengajaknya untuk pergi ke gereja mereka. Ia sungguh-sungguh berusaha menemukan arti sebenarnya dari imannya, dan sekali untuk selama-lamanya ia akan membuat sebuah keputusan apa yang akan ia lakukan mengenai hal itu. Ribuan mil jauhnya, Tuhan pun mulai bekerja dalam diri saya. Ia mulai mengelilingiku dengan orang-orang Kristen.
Saya bertemu dengan Mary di salah satu mata pelajaran. Ia memiliki senyum yang besar di wajahnya, dan menunjukkan ketertarikan yang besar kepada siswa-siswa dari negara-negara lain. Ia dan saya menjadi teman baik, dan ia menjadi saudaraku. Sebelumnya ia adalah seorang Katolik, kemudian ia menyerahkan hatinya kepada Yesus Kristus dan bergabung dengan Gereja Injili. Kali pertama dalam hidup saya, saya mulai melihat apa yang Yesus Kristus dapat lakukan dalam hidup seseorang. Ia selalu ada untuk saya. Ia tidak pernah menyerangku dengan Alkitabnya, sebaliknya ia membagikan banyak ayat-ayat yang indah dari dalamnya. Ia hadir saat aku memerlukan teman untuk bisa menangis di bahunya karena merindukan suamiku. Ia hadir untuk belajar bersama-sama denganku saat kami sedang mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir. Ia hadir ketika aku membaca surat dari Alex saat ia menjelaskan kepadaku perjalanannya untuk bertemu dengan Kristus. Ia sangat tertarik mendengar kisah Alex, meskipun temanku ini belum pernah bertemu dengannya.
Beberapa bulan kemudian, untuk menghadiri wisudaku, Alex pulang ke rumah. Ia menjadi seorang yang baru. Ia telah dibaptis di gerejanya dan telah “dilahirkan kembali”. Saya tidak mengerti hal itu. Bukankah dia sudah menjadi seorang Kristen sebelumnya? Mary dan Alex, ketika mereka bertemu, mereka seakan-akan sudah berkenalan selama bertahun-tahun. Hal itu kelihatan janggal! Alex dan saya berlibur setelah wisuda saya dan melakukan perjalanan yang panjang pulang ke rumah, sehingga saya bisa tinggal bersamanya ketika ia kembali ke Timur Jauh.
Selama menempuh perjalanan yang panjang ini, Alex membagikan kepadaku imannya yang baru. Ia benar-benar telah berubah. Ia merasa sangat senang, merasa damai yang aku sendiri tidak bisa menjelaskannya. Ia juga sangat yakin, dan sangat memperhatikan saya. Ia benar-benar menjadi seorang pria yang berubah. Ia sampaikan kepadaku bahwa ia memiliki kasih bagiku supaya aku bisa mengenal Tuhan melalui Yesus Kristus. Saya menjadi sangat marah mendengarnya. Saya ingatkan dia bahwa saya akan tetap menjadi Muslim hingga saya mati. Ia sangat sedih mendengar pernyataanku, karena itu ia tidak pernah menyinggung hal ini lagi. Ia datang kepada Tuhan di dalam doa dan menyerahkanku kepadaNya. Alex menyadari bahwa saya terlalu sulit baginya untuk ia kerjakan sendiri. Saya sangat keras kepala dan saya tidak akan pernah menyerah kepada keinginannya. Ia pernah menantangku untuk paling tidak meninggalkan imanku.
Setelah ia kembali ke Timur Jauh dan saya mendapatkan pekerjaan pertama dan sudah lebih mapan, saya mulai berdoa setiap hari, dan membaca Quran. Saya mencari damai yang sudah ia temukan. Disamping itu, bukankah kami menyembah Tuhan yang sama? Karena itu Tuhan yang sama ini pastilah membagikan berkat yang sama di dalam Islam sebagaimana yang Ia lakukan di dalam Kekristenan. Ketika saya mencarinya Tuhan yang penuh kasih dan damai ini dalam Islam, Tuhan tidak menghentikan karyaNya di dalam hidup saya. Saya bertemu dengan pria pertama di tempat kerja yang baru yang kebetulan juga seorang Kristen “lahir baru”, eks Katolik! Bagaimana saya bisa melepaskan diri dari orang-orang seperti ini?
Ia juga sangat bersemangat dengan imannya, dan tidak ragu untuk membagikan empat hukum rohani kepadaku. Saya beritahukan kepadanya untuk mundur, sebab aku tahu apa yang ia percayai dan saya tidak tertarik. Sekarang ia tahu bahwa Tuhan sedang bekerja di dalamku. Ia sangat ramah; ia menolongku ketika mobilku mogok. Ia juga selalu hadir untuk membantuku ketika tengah mengerjakan proyek-proyek kami. Ketika saya melakukan kesalahan, maka ia membiarkan dirinya dipersalahkan atas hal itu. Ia benar-benar penuh dengan kasih dan memiliki damai yang tak bisa saya jelaskan. Saya telah menyaksikan hal ini dalam diri Mary, Alex dan sekarang dalam diri Matt. Ada banyak sekali kesamaan dalam diri orang-orang ini, dan bahkan mereka tidak saling mengenal! Allah, tunjukkanlah kepadaku bagaimana aku bisa menjadi seperti mereka melalui Islam.
Tetapi jawabannya tak pernah datang. Saya selesai membaca seluruh Quran dan tak mampu mengidentifikasikan Tuhan yang sama. Mungkinkah Ia Tuhan yang berbeda? Jika Islam itu benar, maka mustahil Kristen benar. Seseorang menyampaikan kebohongan di sini! Saya akan berdoa kepada Tuhan agar Ia menyatakan kebenaranNya. Saya sekarang menjadi curiga dengan Islam, dengan semua kebencian, penghakiman, murka, kebohongan-kebohongan, hidup Nabi yang tidak kudus, dan lain sebagainya. Saya tidak bisa mempercayai pesan Kristen bahwa saya memerlukan seorang Juru Selamat, yaitu Yesus Kristus, Tuhan sendiri! Benar-benar pesan yang aneh. Allah, tunjukkanlah kepadaku dimana kebenaran itu!
Delapan belas bulan berlalu sejak suami saya memintaku mempertimbangkan untuk menerima Kristus. Sekarang saya menjadi lebih bingung dan lebih defensif daripada sebelumnya. Ia pulang ke rumah dengan baik-baik hanya untuk bertemu denganku menantangnya dengan kuat. Saya benar-benar membuat hidupnya menjadi susah. Ada peperangan rohani di rumah kami. Kemudian saya pergi ke gereja bersamanya, tetapi sama sekali tidak terlibat dengan doa, atau menyanyikan lagu-lagu himne bersama jemaat. Saya tidak percaya dengan apa yang mereka katakan, jadi saya tidak akan berpartisipasi dengan aktifitas-aktifitas itu.
Saya tidak bisa diyakinkan dengan fakta bahwa Yesus itu adalah Tuhan sendiri. Hal ini adalah sebuah penghujatan! Tidak hanya hal itu tidak masuk akal, tetapi hal itu juga membuat bulu kudukku berdiri. Bagaimana orang-orang ini mempercayai semuanya itu?
Setelah kami menghadiri kebaktian di gereja itu selama empat atau lima bulan, saya menghadiri kebaktian sendirian karena suami saya ada di luar kota. Karena saya mengenal pendetanya dan banyak pasangan-pasangan muda lainnya – mereka sekarang menjadi teman-teman saya – saya merasa cukup nyaman untuk pergi sendiri. Hari itu, ketika ada panggilan untuk maju ke depan, saya sendiri mendapati diri saya menyanyikan “Amazing Grace”. Saya hampir tidak bisa mempercayainya. Saya berhenti di pertengahan lagu dan tidak lagi menyanyikannya. Kemudian pendeta bertanya kepada jemaat, “Jika anda merasa bahwa Roh Kudus memanggilmu untuk maju ke depan, jangan ragu-ragu.”
Tak mungkin saya maju ke depan. Saya sedang dipengaruhi oleh emosi pada saat itu, suamiku tidak ada di situ, dan saya sendiri masih tidak percaya bahwa Yesus itu adalah Tuhan sendiri. Pastor menunggu dan tak ada seorang pun yang maju. Malam itu ketika Alex pulang ke rumah, saya tidak mengatakan apa-apa kepadanya. Pagi berikutnya, tanggal 2 Oktober 1983, saya membangunkan suami saya dan memberitahukan kepadanya bahwa sekarang saya percaya bahwa Yesus adalah Tuhan sendiri, dan saya membutuhkannya supaya Ia mengampuni dosa-dosaku, dan menjadi Juru Selamatku. Alex benar-benar terkejut sampai-sampai ia menangis seperti seorang bayi. Ia hampir tidak bisa mempercayai bahwa Tuhan telah merubah hatiku yang keras kepadaNya. Ia telah melaksanakan karyaNya, melalui kesaksian-kesaksian yang disampaikan oleh teman-teman dan suamiku. Benar-benar sebuah sukacita besar bahwa sekarang Saya telah DILAHIRKAN KEMBALI
“Allah menunjukkan kepadaku bagaimana aku bisa menjadi sama seperti mereka (memiliki damai) dalam Islam...Tetapi jawabannya tidak pernah datang. Aku selesai membaca keseluruhan Qur’an tetapi tidak sanggup mengidentifikasikan Tuhan yang sama. Mungkinkah ia adalah Tuhan yang berbeda? Jika Islam itu benar, maka kekristenan tidak mungkin benar.”
Bagi banyak orang yang telah meninggalkan Islam, proses yang dilibatkan tidak hanya berhenti dari agama itu; tetapi bagi beberapa orang hal itu bisa berarti tidak lagi diakui oleh keluarga dan dibuang oleh teman-teman. Selagi Iran menemukan dirinya diisolasi oleh komunitas internasional, banyak orang Iran yang secara individual diisolasi dari keluarga mereka, yaitu setelah mereka melihat cara rejim Iran memerintah dan bagaimana hal itu mempengaruhi hidup mereka.
Ketika suaminya menjadi seorang Kristen, Sarah menemukan dirinya bergulat dengan agama Islam yang sejak lahir ia anut. Pada akhirnya, ia memutuskan bahwa kejahatan dari ajaran Islam tidak cocok dengan anugerah dan kasih yang dahsyat yang diajarkan oleh Alkitab. Ia mengenal Islam. Dan ia tahu bahaya yang hadir melalui agama ini. Pesannya kepada semua yang membaca kisah ini adalah: Kristus adalah damai, Islam tidak. Ia khawatir bahwa Barat tidak memahami hal ini. Dan ia khawatir akan masa depan.
Kesaksian Sarah
Saya dilahirkan di Iran pada tahun 1950. Saya dibesarkan di sebuah keluarga Shiah yang terdidik dan kaya raya. Ayah saya adalah seorang Muslim yang taat dan rindu untuk menyukakan hati Allah. Ia sangat sensitif secara spiritual dan biasanya hampir selalu berbicara mengenai iman, kasih dan ketaatan. Sebelumnya ia menjalani kehidupan yang liar, tetapi ketika berusia sekitar 35 an tahun, yaitu setelah memiliki tiga atau empat anak, ia lebih stabil dan berpaling kepada Allah. Ia mencoba untuk mengenal Allah dengan semua kebesaranNya, dan apa yang bisa diberikan oleh Islam kepadanya. Ia juga mempelajari agama-agama lain untuk mengetahui apakah ada hal lain dalam agama itu yang tidak bisa ditawarkan oleh Islam. Sayangnya, studinya mengenai kekristenan tidak cukup dalam. Tidak ada orang Kristen yang ingin membagikan hidup mereka di dalam Kristus dengan ayahku. Ayah saya dilatih oleh militer Amerika Serikat, jadi ia pernah hidup cukup lama di Amerika. Sekali bepergian ke Amerika ia bisa tinggal di sana selama tiga hingga delapan belas bulan. Tetapi sejauh yang saya ketahui, tak seorang pun pernah memberikan kesaksian kepadanya.
Saya mengasihi ayah saya; ia adalah seorang yang luar biasa. Sebagai anak bungsu saya melihatnya sebagai pahlawan saya. Kendati aku seorang wanita di sebuah negeri Muslim, tetapi ia selalu memberikanku kesempatan-kesempatan yang biasanya dalam budaya kami hanya diperuntukkan bagi anak laki-laki. Ketika aku menginjak remaja, ia mengirimku ke Amerika untuk meneruskan pendidikanku dan menjadi seorang dokter suatu hari kelak. Aku adalah siswa yang sangat baik dan ayahku menginginkanku meraih hal yang terbesar dalam hidupku.
Saat tiba kembali Amerika, saya terkejut dengan budaya di negara ini. Gaya hidup orang di sini agak liar. Itu terjadi tahun 1970 an, dan sejumlah gadis SMA kelihatannya terlalu liar. Saya selalu memiliki teman-teman putra, tetapi ketika saya di Iran saya tidak bisa berpacaran. Pacaran terbuka seperti itu adalah sesuatu yang sangat baru bagi saya. Saya tidak bergabung dalam kancah berpacaran hingga aku memasuki perguruan tinggi. Tentu saja, orang tuaku tidak menyadari sisi kehidupanku ini. Mereka pastilah tidak akan pernah menyetujuinya. Saya bertemu dengan banyak pria Amerika; karena saya seorang mahasiswi yang populer di perguruan tinggi, saya pun berganti-ganti teman kencan. Namun setelah para pria itu menemukan bahwa ciuman perpisahan pada malam hari pun adalah sesuatu yang berlebihan bagiku, maka mereka tidak lagi mengajakku kencan untuk keduakalinya. Ketika berada di perguruan tinggi, saya tinggal bersama dengan satu keluarga Amerika yang pergi beribadah ke gereja setiap hari Minggu. Saya bahkan pergi juga ke gereja bersama mereka. Injil diberitakan, tetapi hal itu tidak mempengaruhi saya. Saya percaya bahwa Roh Kudus akan membuka telinga dan mata kita saat waktunya tiba bagi kita mendengar pesannya.
Saya mengenal Alex saat masih di SMA. Ia seorang yang populer, seorang pemain sepak bola, tampan; pria yang menyenangkan dimana semua gadis-gadis populer pernah berkencan dengannya. Saya bertemu dengannya dua tahun kemudian. Kami pun mulai keluar bersama-sama. Ia tahu bahwa saya adalah seorang Muslim, kendati pada saat itu hanyalah seorang Muslim KTP. Ia sendiri seorang Katolik KTP. Kami mulai berkencan secara eksklusif; ia cukup sabar untuk tidak memaksaku masuk ke dalam sebuah hubungan yang biasanya dicari oleh para pria. Saya jatuh cinta dengannya, dan setelah berkencan selama tiga atau empat bulan, kami pun memutuskan untuk menikah. Pada waktu itu kami bahkan belum berusia 20 tahun. Kami memutuskan untuk tidak memberitahukan kepada orang tua kami akan keputusan kami. Saat orang tuanya tahu, mereka agak gusar, tetapi mereka mengenal saya dan menyukai saya. Iman mereka tidaklah begitu kuat, karena itu tidak jadi masalah bagi mereka bahwa putra mereka menikahi seorang Muslim.
Kendati saya tidak mempraktekkan Islam, saya beritahukan kepada Alex bahwa saya tidak akan pernah mengganti agama saya demi dia. Saya sangat bangga dengan warisan dan agama saya. Baginya, hal itu sama sekali bukan masalah, karena ia pun tidak lagi memiliki keyakinan dalam Yesus Kristus.
Ketika orang tua saya mengetahui bahwa saya telah menikah dengan seorang lulusan SMA, berkebangsaan Spanyol dan seorang Katolik, mereka menjadi gila. Ayah saya tidak lagi mengakui saya, dan ibuku menjadi sangat marah kepadaku sampai-sampai ia tidak bisa lagi berbicara kepadaku di telepon. Saya merasa sangat hancur hati. Saya tidak bisa menghadapi kenyataan bahwa sekarang saya menjadi terpisah dengan mereka. Apa yang saya pikirkan saat menikah dengan Alex? Ini tak mungkin berhasil. Saya beritahukan kepada Alex bahwa jika orang tuaku tidak mengampuniku, maka aku akan meninggalkannya. Ini adalah saat yang sangat sulit buat kami berdua. Kami saling mengasihi, tetapi keluarga harus didahulukan.
Tiga minggu kemudian, saya menerima telepon dari ayah. Ya, ayah saya. Dia dan ibu akan datang ke Amerika untuk bertemu dengan suamiku. Saya sangat gembira tetapi pada saat yang sama juga merasa takut. Begitu juga dengan Alex. Ketika mereka tiba dan bertemu selama beberapa waktu dengan Alex, mereka pun menyadari mengapa saya menikahi Alex. Dia sangat mirip dengan ayah saya. Ayah saya menghabiskan waktu berjam-jam menjelaskan tentang Islam kepada Alex. Tujuan dalam hidupnya sekarang adalah berusaha membawa suami saya kepada Islam. Alex merasa sangat tertantang secara spiritual dan sangat terkesan akan pengetahuan ayah saya dan semangatnya kepada iman Islamnya. Percaya atau tidak, Tuhan memakai ayah saya yang Muslim untuk mendorong Alex bersemangat untuk menemukan imannya, dan kemudian ternyata ia menemukan bahwa kekristenan memiliki banyak fakta-fakta yang menarik mengenai hal itu, dan apa artinya itu bagi dia. Mengapa ia menyebut dirinya sebagai seorang Kristen?
Setelah menikah selama lima tahun, Alex dipindahkan ke Timur Jauh oleh pihak militer. Saya tidak bisa mendampinginya, karena harus menyelesaikan kuliah. Saya benar-benar sendirian dan tanpa keluarga atau teman dekat. Alex menemukan teman-teman baru di tempat yang baru, dan mereka mulai mengajaknya untuk pergi ke gereja mereka. Ia sungguh-sungguh berusaha menemukan arti sebenarnya dari imannya, dan sekali untuk selama-lamanya ia akan membuat sebuah keputusan apa yang akan ia lakukan mengenai hal itu. Ribuan mil jauhnya, Tuhan pun mulai bekerja dalam diri saya. Ia mulai mengelilingiku dengan orang-orang Kristen.
Saya bertemu dengan Mary di salah satu mata pelajaran. Ia memiliki senyum yang besar di wajahnya, dan menunjukkan ketertarikan yang besar kepada siswa-siswa dari negara-negara lain. Ia dan saya menjadi teman baik, dan ia menjadi saudaraku. Sebelumnya ia adalah seorang Katolik, kemudian ia menyerahkan hatinya kepada Yesus Kristus dan bergabung dengan Gereja Injili. Kali pertama dalam hidup saya, saya mulai melihat apa yang Yesus Kristus dapat lakukan dalam hidup seseorang. Ia selalu ada untuk saya. Ia tidak pernah menyerangku dengan Alkitabnya, sebaliknya ia membagikan banyak ayat-ayat yang indah dari dalamnya. Ia hadir saat aku memerlukan teman untuk bisa menangis di bahunya karena merindukan suamiku. Ia hadir untuk belajar bersama-sama denganku saat kami sedang mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir. Ia hadir ketika aku membaca surat dari Alex saat ia menjelaskan kepadaku perjalanannya untuk bertemu dengan Kristus. Ia sangat tertarik mendengar kisah Alex, meskipun temanku ini belum pernah bertemu dengannya.
Beberapa bulan kemudian, untuk menghadiri wisudaku, Alex pulang ke rumah. Ia menjadi seorang yang baru. Ia telah dibaptis di gerejanya dan telah “dilahirkan kembali”. Saya tidak mengerti hal itu. Bukankah dia sudah menjadi seorang Kristen sebelumnya? Mary dan Alex, ketika mereka bertemu, mereka seakan-akan sudah berkenalan selama bertahun-tahun. Hal itu kelihatan janggal! Alex dan saya berlibur setelah wisuda saya dan melakukan perjalanan yang panjang pulang ke rumah, sehingga saya bisa tinggal bersamanya ketika ia kembali ke Timur Jauh.
Selama menempuh perjalanan yang panjang ini, Alex membagikan kepadaku imannya yang baru. Ia benar-benar telah berubah. Ia merasa sangat senang, merasa damai yang aku sendiri tidak bisa menjelaskannya. Ia juga sangat yakin, dan sangat memperhatikan saya. Ia benar-benar menjadi seorang pria yang berubah. Ia sampaikan kepadaku bahwa ia memiliki kasih bagiku supaya aku bisa mengenal Tuhan melalui Yesus Kristus. Saya menjadi sangat marah mendengarnya. Saya ingatkan dia bahwa saya akan tetap menjadi Muslim hingga saya mati. Ia sangat sedih mendengar pernyataanku, karena itu ia tidak pernah menyinggung hal ini lagi. Ia datang kepada Tuhan di dalam doa dan menyerahkanku kepadaNya. Alex menyadari bahwa saya terlalu sulit baginya untuk ia kerjakan sendiri. Saya sangat keras kepala dan saya tidak akan pernah menyerah kepada keinginannya. Ia pernah menantangku untuk paling tidak meninggalkan imanku.
Setelah ia kembali ke Timur Jauh dan saya mendapatkan pekerjaan pertama dan sudah lebih mapan, saya mulai berdoa setiap hari, dan membaca Quran. Saya mencari damai yang sudah ia temukan. Disamping itu, bukankah kami menyembah Tuhan yang sama? Karena itu Tuhan yang sama ini pastilah membagikan berkat yang sama di dalam Islam sebagaimana yang Ia lakukan di dalam Kekristenan. Ketika saya mencarinya Tuhan yang penuh kasih dan damai ini dalam Islam, Tuhan tidak menghentikan karyaNya di dalam hidup saya. Saya bertemu dengan pria pertama di tempat kerja yang baru yang kebetulan juga seorang Kristen “lahir baru”, eks Katolik! Bagaimana saya bisa melepaskan diri dari orang-orang seperti ini?
Ia juga sangat bersemangat dengan imannya, dan tidak ragu untuk membagikan empat hukum rohani kepadaku. Saya beritahukan kepadanya untuk mundur, sebab aku tahu apa yang ia percayai dan saya tidak tertarik. Sekarang ia tahu bahwa Tuhan sedang bekerja di dalamku. Ia sangat ramah; ia menolongku ketika mobilku mogok. Ia juga selalu hadir untuk membantuku ketika tengah mengerjakan proyek-proyek kami. Ketika saya melakukan kesalahan, maka ia membiarkan dirinya dipersalahkan atas hal itu. Ia benar-benar penuh dengan kasih dan memiliki damai yang tak bisa saya jelaskan. Saya telah menyaksikan hal ini dalam diri Mary, Alex dan sekarang dalam diri Matt. Ada banyak sekali kesamaan dalam diri orang-orang ini, dan bahkan mereka tidak saling mengenal! Allah, tunjukkanlah kepadaku bagaimana aku bisa menjadi seperti mereka melalui Islam.
Tetapi jawabannya tak pernah datang. Saya selesai membaca seluruh Quran dan tak mampu mengidentifikasikan Tuhan yang sama. Mungkinkah Ia Tuhan yang berbeda? Jika Islam itu benar, maka mustahil Kristen benar. Seseorang menyampaikan kebohongan di sini! Saya akan berdoa kepada Tuhan agar Ia menyatakan kebenaranNya. Saya sekarang menjadi curiga dengan Islam, dengan semua kebencian, penghakiman, murka, kebohongan-kebohongan, hidup Nabi yang tidak kudus, dan lain sebagainya. Saya tidak bisa mempercayai pesan Kristen bahwa saya memerlukan seorang Juru Selamat, yaitu Yesus Kristus, Tuhan sendiri! Benar-benar pesan yang aneh. Allah, tunjukkanlah kepadaku dimana kebenaran itu!
Delapan belas bulan berlalu sejak suami saya memintaku mempertimbangkan untuk menerima Kristus. Sekarang saya menjadi lebih bingung dan lebih defensif daripada sebelumnya. Ia pulang ke rumah dengan baik-baik hanya untuk bertemu denganku menantangnya dengan kuat. Saya benar-benar membuat hidupnya menjadi susah. Ada peperangan rohani di rumah kami. Kemudian saya pergi ke gereja bersamanya, tetapi sama sekali tidak terlibat dengan doa, atau menyanyikan lagu-lagu himne bersama jemaat. Saya tidak percaya dengan apa yang mereka katakan, jadi saya tidak akan berpartisipasi dengan aktifitas-aktifitas itu.
Saya tidak bisa diyakinkan dengan fakta bahwa Yesus itu adalah Tuhan sendiri. Hal ini adalah sebuah penghujatan! Tidak hanya hal itu tidak masuk akal, tetapi hal itu juga membuat bulu kudukku berdiri. Bagaimana orang-orang ini mempercayai semuanya itu?
Setelah kami menghadiri kebaktian di gereja itu selama empat atau lima bulan, saya menghadiri kebaktian sendirian karena suami saya ada di luar kota. Karena saya mengenal pendetanya dan banyak pasangan-pasangan muda lainnya – mereka sekarang menjadi teman-teman saya – saya merasa cukup nyaman untuk pergi sendiri. Hari itu, ketika ada panggilan untuk maju ke depan, saya sendiri mendapati diri saya menyanyikan “Amazing Grace”. Saya hampir tidak bisa mempercayainya. Saya berhenti di pertengahan lagu dan tidak lagi menyanyikannya. Kemudian pendeta bertanya kepada jemaat, “Jika anda merasa bahwa Roh Kudus memanggilmu untuk maju ke depan, jangan ragu-ragu.”
Tak mungkin saya maju ke depan. Saya sedang dipengaruhi oleh emosi pada saat itu, suamiku tidak ada di situ, dan saya sendiri masih tidak percaya bahwa Yesus itu adalah Tuhan sendiri. Pastor menunggu dan tak ada seorang pun yang maju. Malam itu ketika Alex pulang ke rumah, saya tidak mengatakan apa-apa kepadanya. Pagi berikutnya, tanggal 2 Oktober 1983, saya membangunkan suami saya dan memberitahukan kepadanya bahwa sekarang saya percaya bahwa Yesus adalah Tuhan sendiri, dan saya membutuhkannya supaya Ia mengampuni dosa-dosaku, dan menjadi Juru Selamatku. Alex benar-benar terkejut sampai-sampai ia menangis seperti seorang bayi. Ia hampir tidak bisa mempercayai bahwa Tuhan telah merubah hatiku yang keras kepadaNya. Ia telah melaksanakan karyaNya, melalui kesaksian-kesaksian yang disampaikan oleh teman-teman dan suamiku. Benar-benar sebuah sukacita besar bahwa sekarang Saya telah DILAHIRKAN KEMBALI
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Pasal 15 - Dianiaya Karena Meninggalkan Islam
“Ayahku menyerahkanku ke pihak berwajib, lalu mereka menangkapku dan memasukkanku ke penjara karena aku meninggalkan Islam. Aku mengalami waktu-waktu yang sangat buruk di sana, karena mereka menganiayaku dengan bengis supaya aku kembali lagi ke Islam.”
Bagi para pengikut fundamentalis Islam, menerima perintah untuk membunuh dalam nama Allah adalah sebuah tantangan yang besar. Bassam memilih untuk menolak tantangan itu bahkan bangkit menentangnya. Hal yang menyedihkan, ia tidak hanya dianggap telah menentang metode yang diterapkan oleh pemerintah, tetapi juga telah dianggap menentang ayah kandungnya sendiri, yang kemudian menyerahkannya ke pihak berwajib. Kejahatannya adalah: Ia tidak lagi memiliki keinginan untuk mengikuti Islam.
Bassam menunjukkan kepada kita arti sebenarnya dari keberanian. Ia mendesak setiap kita untuk melakukan seperti yang ia lakukan ketika ia berdiri menentang para ekstremis Muslim – termasuk keluarga kandungnya sendiri. Ia juga memperingatkan kita: Perhatikan apa yang dilakukan oleh Islam kepadaku ... Ia bisa melakukan hal yang sama kepadamu.
Kesaksian Bassam
Saya tinggal di Timur Tengah. Saya dilahirkan sebagai seorang Muslim, dan pada usia delapan belas tahun, saya menjadi anggota dari kelompok Islam, karena saya mempunyai seorang saudara yang merupakan salah seorang pemimpin kelompok ini. Saya pikir saya sudah melakukan semua hal yang bisa saya lakukan bagi Allah sebab saya mengenalNya pada titik ini. Setelah beberapa waktu, saya pun diajari untuk menggunakan senjata dan membuat bom. Saya merasa sangat tidak nyaman dengan apa yang saya lakukan – yaitu melukai orang lain demi Allah. Saya pikir jika bukan saya maka kelompok ini telah salah mengerti akan pengajaran Tuhan. Saya mulai mempelajari Qur’an dan Hadis secara menyeluruh (dengan pertolongan salah seorang pemimpin kelompok, tanpa memberitahukan kepadanya alasan saya yang sebenarnya mengapa saya mempelajarinya), yaitu untuk melihat hal-hal apa yang telah terlewati. Setelah beberapa tahun, saya pun menjadi terheran-heran dengan apa yang saya temukan. Saya menemukan bahwa Islam bukanlah sebuah jalan yang damai menuju Tuhan, seperti yang selama ini saya percayai. Sebagai kontras, agama ini begitu kejam dan penuh dengan kekerasan. Jika saya melakukan kehendak Tuhan dengan cara apa saja yang memungkinkan, bahkan jika harus membunuh manusia, maka saya berkata, hal ini tidak mungkin jalan menuju Tuhan.
Saya tak pernah menganggap diri saya meninggalkan Islam untuk hal yang lain, namun pada titik ini saya yakin bahwa hal ini pun tidaklah membawa saya kepada Tuhan. Setelah beberapa waktu lamanya saya menemukan bahwa semua hal yang saya percayai bukanlah hal yang benar; maka saya mulai terlibat dengan narkoba, dan tidak lagi berbicara mengenai Tuhan sama sekali. Kemudian saya bertemu dengan seorang Kristen yang tidak tahu banyak mengenai teologi Kristen, tetapi yang hatinya penuh dengan kasih terhadap orang lain, apa pun dan siapa pun mereka. Salah seorang temannya (yang merupakan anggota dari kelompok yang saya ikuti) berkata kepada saya bahwa orang itu harus dibunuh sebab ia adalah seorang Kristen dan tidak membayar Jiziah (pajak yang dikenakan bagi orang Kristen dan Yahudi di sebuah negara Islam, berdasarkan peraturan Quran). Tetapi hal itu tidak menghentikan orang ini untuk mengasihinya atau berhubungan dengannya secara profesional. Pada awalnya saya tidak tahu bahwa ia adalah seorang Kristen, dan ketika saya mengetahuinya, saya terheran-heran; semua hal yang saya baca dalam tulisan-tulisan Islam mengenai Kristen di sepanjang hidup saya dan juga pandangan Muhammad mengenai mereka, sama sekali tidak terbukti. Kemudian saya bertanya kepada teman ini, bisakah saya mendapatkan Alkitab.
Setelah mulai membaca Alkitab, saya menemukan perbedaan yang besar antara apa yang tertulis dalam Alkitab dengan apa yang telah saya dengar dari perkataan orang-orang Muslim atau dari orang-orang Kristen KTP mengenai mereka. Saya benar-benar tersentak oleh satu hal yang ditulis dalam Alkitab, yaitu pengajaran bahwa tak seorang pun yang benar kecuali Yesus. Jika dibandingkan dengan mereka yang disebut nabi-nabi Tuhan seperti Daud, Yakub, Abraham, kedua belas murid, mereka semua ternyata melakukan kesalahan-kesalahan. Alkitab penuh berisi dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh semua orang kecuali Yesus. Ia sendiri berkata kepada musuh-musuhnya, “Siapa dari antara kalian yang membuktikan bahwa Aku berdosa?” (Yohanes 8:46), dan tak seorang pun menjawab. Bahkan Yudas Iskariot, yang menyerahkanNya kepada pihak berwenang untuk diadili, berkata: “Aku telah berdosa karena menyerahkan nyawa orang yang tidak berdosa.” (Matius 27:4)
Ayahku kemudian menyerahkanku kepada pihak berwajib dan mereka menangkapku dan memasukkanku ke penjara karena telah keluar dari Islam. Saya mengalami masa-masa yang sangat kelam di sana, karena mereka menyiksaku dengan kejam supaya aku kembali lagi ke Islam. Mereka menyetrum dan memukuliku, serta membiarkanku tergantung pada lenganku semalam-malaman. Setelah mereka melakukan hal-hal itu selama beberapa minggu, saya dimasukkan ke dalam kurungan isolasi selama hampir satu tahun lamanya. Tetapi aku tidak bisa menyangkali Pribadi yang telah memberikanku jaminan akan hidup kekal. Sekarang aku telah keluar dari penjara dan aku telah meninggalkan negaraku. Tetapi aku memiliki kerinduan yang besar untuk kembali ke sana untuk membawa saudara-saudara sebangsaku agar mereka meninggalkan Islam
“Ayahku menyerahkanku ke pihak berwajib, lalu mereka menangkapku dan memasukkanku ke penjara karena aku meninggalkan Islam. Aku mengalami waktu-waktu yang sangat buruk di sana, karena mereka menganiayaku dengan bengis supaya aku kembali lagi ke Islam.”
Bagi para pengikut fundamentalis Islam, menerima perintah untuk membunuh dalam nama Allah adalah sebuah tantangan yang besar. Bassam memilih untuk menolak tantangan itu bahkan bangkit menentangnya. Hal yang menyedihkan, ia tidak hanya dianggap telah menentang metode yang diterapkan oleh pemerintah, tetapi juga telah dianggap menentang ayah kandungnya sendiri, yang kemudian menyerahkannya ke pihak berwajib. Kejahatannya adalah: Ia tidak lagi memiliki keinginan untuk mengikuti Islam.
Bassam menunjukkan kepada kita arti sebenarnya dari keberanian. Ia mendesak setiap kita untuk melakukan seperti yang ia lakukan ketika ia berdiri menentang para ekstremis Muslim – termasuk keluarga kandungnya sendiri. Ia juga memperingatkan kita: Perhatikan apa yang dilakukan oleh Islam kepadaku ... Ia bisa melakukan hal yang sama kepadamu.
Kesaksian Bassam
Saya tinggal di Timur Tengah. Saya dilahirkan sebagai seorang Muslim, dan pada usia delapan belas tahun, saya menjadi anggota dari kelompok Islam, karena saya mempunyai seorang saudara yang merupakan salah seorang pemimpin kelompok ini. Saya pikir saya sudah melakukan semua hal yang bisa saya lakukan bagi Allah sebab saya mengenalNya pada titik ini. Setelah beberapa waktu, saya pun diajari untuk menggunakan senjata dan membuat bom. Saya merasa sangat tidak nyaman dengan apa yang saya lakukan – yaitu melukai orang lain demi Allah. Saya pikir jika bukan saya maka kelompok ini telah salah mengerti akan pengajaran Tuhan. Saya mulai mempelajari Qur’an dan Hadis secara menyeluruh (dengan pertolongan salah seorang pemimpin kelompok, tanpa memberitahukan kepadanya alasan saya yang sebenarnya mengapa saya mempelajarinya), yaitu untuk melihat hal-hal apa yang telah terlewati. Setelah beberapa tahun, saya pun menjadi terheran-heran dengan apa yang saya temukan. Saya menemukan bahwa Islam bukanlah sebuah jalan yang damai menuju Tuhan, seperti yang selama ini saya percayai. Sebagai kontras, agama ini begitu kejam dan penuh dengan kekerasan. Jika saya melakukan kehendak Tuhan dengan cara apa saja yang memungkinkan, bahkan jika harus membunuh manusia, maka saya berkata, hal ini tidak mungkin jalan menuju Tuhan.
Saya tak pernah menganggap diri saya meninggalkan Islam untuk hal yang lain, namun pada titik ini saya yakin bahwa hal ini pun tidaklah membawa saya kepada Tuhan. Setelah beberapa waktu lamanya saya menemukan bahwa semua hal yang saya percayai bukanlah hal yang benar; maka saya mulai terlibat dengan narkoba, dan tidak lagi berbicara mengenai Tuhan sama sekali. Kemudian saya bertemu dengan seorang Kristen yang tidak tahu banyak mengenai teologi Kristen, tetapi yang hatinya penuh dengan kasih terhadap orang lain, apa pun dan siapa pun mereka. Salah seorang temannya (yang merupakan anggota dari kelompok yang saya ikuti) berkata kepada saya bahwa orang itu harus dibunuh sebab ia adalah seorang Kristen dan tidak membayar Jiziah (pajak yang dikenakan bagi orang Kristen dan Yahudi di sebuah negara Islam, berdasarkan peraturan Quran). Tetapi hal itu tidak menghentikan orang ini untuk mengasihinya atau berhubungan dengannya secara profesional. Pada awalnya saya tidak tahu bahwa ia adalah seorang Kristen, dan ketika saya mengetahuinya, saya terheran-heran; semua hal yang saya baca dalam tulisan-tulisan Islam mengenai Kristen di sepanjang hidup saya dan juga pandangan Muhammad mengenai mereka, sama sekali tidak terbukti. Kemudian saya bertanya kepada teman ini, bisakah saya mendapatkan Alkitab.
Setelah mulai membaca Alkitab, saya menemukan perbedaan yang besar antara apa yang tertulis dalam Alkitab dengan apa yang telah saya dengar dari perkataan orang-orang Muslim atau dari orang-orang Kristen KTP mengenai mereka. Saya benar-benar tersentak oleh satu hal yang ditulis dalam Alkitab, yaitu pengajaran bahwa tak seorang pun yang benar kecuali Yesus. Jika dibandingkan dengan mereka yang disebut nabi-nabi Tuhan seperti Daud, Yakub, Abraham, kedua belas murid, mereka semua ternyata melakukan kesalahan-kesalahan. Alkitab penuh berisi dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh semua orang kecuali Yesus. Ia sendiri berkata kepada musuh-musuhnya, “Siapa dari antara kalian yang membuktikan bahwa Aku berdosa?” (Yohanes 8:46), dan tak seorang pun menjawab. Bahkan Yudas Iskariot, yang menyerahkanNya kepada pihak berwenang untuk diadili, berkata: “Aku telah berdosa karena menyerahkan nyawa orang yang tidak berdosa.” (Matius 27:4)
Ayahku kemudian menyerahkanku kepada pihak berwajib dan mereka menangkapku dan memasukkanku ke penjara karena telah keluar dari Islam. Saya mengalami masa-masa yang sangat kelam di sana, karena mereka menyiksaku dengan kejam supaya aku kembali lagi ke Islam. Mereka menyetrum dan memukuliku, serta membiarkanku tergantung pada lenganku semalam-malaman. Setelah mereka melakukan hal-hal itu selama beberapa minggu, saya dimasukkan ke dalam kurungan isolasi selama hampir satu tahun lamanya. Tetapi aku tidak bisa menyangkali Pribadi yang telah memberikanku jaminan akan hidup kekal. Sekarang aku telah keluar dari penjara dan aku telah meninggalkan negaraku. Tetapi aku memiliki kerinduan yang besar untuk kembali ke sana untuk membawa saudara-saudara sebangsaku agar mereka meninggalkan Islam
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Pasal 16 - Sebuah Surat Untuk Intelijen Barat
“Motif dari para Islamis adalah Islam – bukan terorisme, bukan Irak, bukan Afghanistan. Terorisme hanyalah sebuah alat yang dipakai, tetapi motivatornya adalah Al Quran, dan goal akhirnya adalah Islam. Tidak akan ada pesan yang lebih jelas daripada ini. Peradaban dunia tengah berada dalam peperangan – sebuah perang dengan Islam.
Setiap hari dalam keputusasaan orang-orang terpelajar dan para politisi menawarkan rangkuman yang tak habis-habisnya mengenai apa yang sedang terjadi dalam dunia Islam. Mengikuti berita pembunuhan Benazir Bhutto di Pakistan, debat mengenai al-Qaeda terjadi sekali lagi. Tetapi tampaknya hanya sedikit yang memiliki solusi bagaimana menghentikan Islam radikal. Sebenarnya, kebanyakan agen-agen keamanan internasional berpendapat bahwa masalahnya bukan apakah serangan teror besar lainnya akan terjadi atau tidak, melainkan kapan itu akan terjadi. Abul Kasem percaya bahwa ia memiliki sebuah solusi. Kita hanya bisa mengerti tentang Islam jika kita mengerti teks-teks Islamik. Dengan membaca teks-teks ini, kita yang ada di Barat tidak akan terkejut dengan kekerasan yang kita saksikan dalam dunia. Islam tidak menyangkali hakekatnya yang sesungguhnya, jika demikian mengapa kita harus menyangkalinya? Abul meninggalkan Islam untuk alasan ini dan mendesak orang-orang lain pun untuk menjauhi Islam.
Kesaksian Abul
Saya menuliskan kesaksian ini sebab inilah saatnya bagi kita untuk sepenuhnya memahami luasnya masalah yang tengah kita hadapi. Saya tidak memiliki agenda politik atau teologi. Tetapi saya sangat menaruh perhatian dengan masa depan dunia yang bebas – dunia yang kita lihat tengah terkoyak selama beberapa tahun terakhir ini karena ektremisme Islam. Karena hal ini saya membagikan pada anda pengalaman saya dengan Islam. Saya selalu mempertanyakan apa pentingnya agama dalam hidup kita dan praktek-praktek yang tidak manusiawi dan tak logis yang ada dalam banyak agama, termasuk Islam. Anda mungkin terheran-heran apa yang memicu ketidaksukaan saya pada agama. Hal ini dimulai sejak saya masih sekolah, yaitu ketika saya menyaksikan sendiri pembunuhan terhadap seorang teman dekat saya yang beragama Hindu (bersama dengan seluruh anggota keluarganya) di Chandpur, Bangladesh. Saya tidak akan pernah menghapus kenangan itu dari pikiranku. Tak diragukan lagi, itu adalah sebuah pengalaman yang menghancurkan. Lebih mengejutkan bahwa banyak Muslim yang gembira dengan pembantaian itu, dan bahkan mereka lebih jauh lagi mendukung ide bahwa kami (orang-orang Muslim) seharusnya membunuh lebih banyak lagi orang Hindu, sebab orang-orang Muslim di India pun dibunuh oleh Hindu. Para rohaniwan Muslim juga mendeklarasikan bahwa membunuh orang Hindu adalah sebuah tindakan jihad dan karena itu, mereka yang berpartisipasi dalam jihad akan dihadiahi Surga. Dalam usia yang masih rapuh seperti itu, saya hanya tahu sangat sedikit mengenai Islam dan tak ada yang saya ketahui mengenai agama-agama lain. Meski begitu, hati nurani kecil di dalam saya memberitahukan saya bahwa apa yang dilakukan dan dipraktekkan bukanlah hal yang benar. Walaupun demikian, saya tidak punya daya untuk merubah peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
Insiden lainnya melibatkan diri saya sendiri. Saya hampir tewas ketika tentara-tentara Pakistan dan para suporter fanatik menyerang aula tempat tinggal universitas saat malam buta pada tanggal 25 Maret, 1971. Saya masih belum tahu bagaimana saya bisa lolos dari maut sementara kebanyakan rekan-rekan universitas saya tewas dalam kejadian itu. Ditemukan peluru dimana-mana. Untungnya saya berhasil melompati tembok tinggi, yang saya yakin tidak mungkin bisa saya lakukan lagi. Ada banyak kejadian-kejadian lain selama periode itu dan tepat sebelum kemerdekaan negara kami, kembali saya berhasil meloloskan diri dari kematian yang hampir merenggut nyawa saya yang dilakukan oleh para pengikut fanatik Islam. Semua kejadian itu menumbuhkan benih ketidakpercayaan yang dalam terhadap agama Islam di pikiran saya. Pada saat itu, banyak juga teman-teman saya yang membagikan kepada saya pandangan yang sama. Dan secara natural, saya merasa sangat gembira bahwa akhirnya kami berhasil melalui tirani religius.
Namun celaka! Sesuatu yang aneh terjadi sekarang, dimana banyak teman-teman dekat ketika saya masih di universitas dulu yang sekarang malahan menjadi para pengikut fanatik Islam. Saya bertemu dengan mereka kebanyakan di luar negeri. Mereka mempunyai kehidupan yang bagus di Timur Tengah. Mereka secara terbuka mendukung sejumlah aksi yang dilakukan para tentara Pakistan dan pengikut-pengikut fanatik mereka. Mereka mendukung dengan kuat jika seluruh penduduk dunia menjadi Islam dan akan melakukan apa pun untuk mencapai hal itu. Hanya dengan demikian kata mereka, ”akan ada damai.”
Bahkan di negara seperti Australia, banyak dari para Islamis ini yang berani berkata, ”Kami datang ke Australia untuk membebaskan orang-orang di sini dari aktifitas-aktifitasnya yang berdosa dan merubah mereka menjadi Islam.” Salah satu goal mereka adalah mendirikan mesjid di setiap pinggiran kota di Australia. Tentu saja, ini adalah bahan tertawaan bagi orang-orang Australia. Kapan pun saya bertemu dengan kawan-kawan lama ini, hal itu benar-benar menghancurkan hatiku. Ketika saya bertanya kepada mereka, apa yang membuat mereka menjadi berubah seperti itu, mereka mengakui bahwa mereka sangat dipengaruhi oleh orang-orang Arab. Meskipun banyak dari mereka yang sangat benci dengan perlakuan kasar (dalam banyak kasus diperlakukan sebagai budak) oleh orang-orang Arab. Namun demikian, mereka merasa sangat bersyukur kepada orang-orang Arab karena memberikan mereka pekerjaan dan uang yang banyak. Banyak dari orang-orang Bengali ini bangga berpakaian seperti orang Arab. Secara literal mereka menghapuskan kenangan akan pembunuhan massal (genosida) yang terjadi di Bangladesh dan bahkan beberapa dari mereka membenarkan terjadinya genosida itu sebagai cara untuk memurnikan Islam. Hal ini membawa saya untuk menyimpulkan bahwa Islam tak lain dari usaha mengawetkan hegemoni Arab dan perbudakan atas negara-negara miskin seperti Bangladesh.
Anehnya, tak satu pun dari para Islamis ini yang ingin pindah ke negara-negara Islam. Tak satu pun dari mereka yang memilih untuk hidup di tengah-tengah masyarakat Islamik. Mengapa? Kebenarannya adalah, tak satu pun dari negara-negara Arab itu yang menginginkan mereka. Negara-negara ini hanya untuk orang-orang Arab. Dimanakah sebenarnya persaudaraan Islam itu? Orang-orang Arab adalah orang-orang yang licik. Mereka menggunakan Islam sebagai umpan yang kuat untuk meneruskan tradisi tua perbudakan dalam format abad ke dua puluh satu. Perkiraan saya hal ini akan semakin meningkat selagi harga minyak terus naik. Orang-orang fanatik ini memanfaatkan keterbukaan dan keadilan dari institusi-institusi demokratik di negara-negara seperti Australia untuk mempropagandakan doktrin-doktrin mereka yang penuh dengan racun.
Di sini ada beberapa kalimat dari Quran dan sumber-sumber Islam lainnya yang saya anggap sebagai hal yang menjijikkan, penuh dengan perasaan tidak suka, kebencian, dan fasis. Saya mempelajari dengan seksama Quran, Hadis, Sharia dan Sirah (biografi Muhammad) sebelum akhirnya saya menjadi yakin bahwa Islam bukanlah sebuah agama. Islam penuh dengan kepalsuan, barbarik, dan imperialistik. Persepsi saya mengenai Islam dikonfirmasikan melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi tanggal 11 September, Madrid, Bali, Bombay, Istanbul, London, Jakarta....... dan sebagainya.
Dan Allah tidak menjadikannya (mengirimkan bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Surah 8:10)
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman, Dan menghilangkan hati panas orang-orang mukmin. Dan Allah menerima tobat orang-orang yang dikehendakinya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Surah 9:14,15)
Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka, dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti. Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka; tetapi Allah ingin menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. (Surah 47:4)
Bukankah seharusnya orang-orang kafir Barat yang telah jatuh cinta dengan para apologis Islam (atau orang-orang moderat, Islam yang damai) mendapatkan pelajaran dari ayat-ayat di atas? Pesan ringkas dari ayat-ayat itu sangat keras dan jelas, bahkan seorang anak sekolah dasar kelas satu, setelah dengan rajin membaca kata-kata Allah yang tak mungkin salah, akan memberitahukan anda bahwa pelaku penganiayaan 11 September, 3 September, 7 Juli ... sebenarnya mereka, hanya melaksanakan apa yang diperintahkan Allah untuk mereka lakukan. Bahkan jika hanya 10 persen dari orang-orang Muslim (jumlah ini sama dengan sekitar 100,2 juta para Jihadis yang baru lahir) yang ada di dunia kita, dengan keyakinan penuh akan iman mereka, memutuskan bahwa mereka akan bertindak sepenuhnya berdasarkan ayat-ayat ini, maka jumlah ini seharusnya cukup untuk melenyapkan orang-orang kafir. Ini lebih dahsyat dari bom atom yang dimiliki oleh orang-orang kafir. Tidakkah ini sesuatu yang sangat mengejutkan?
Sebab itu, logika sederhana bahwa mayoritas orang-orang Muslim adalah pencinta perdamaian, taat hukum, dan bukan teroris Islam adalah sesuatu yang kosong. Yang terutama untuk menjadi perhatian kita semua bukanlah mayoritas umat Muslim, melainkan 10 persen dari orang-orang Muslim yang sedang merusak peradaban kita hari ini. Hal ini bisa diumpamakan dengan serangan sebuah virus. Saya heran bagaimana logika sederhana dan sangat sempurna seperti ini tidak masuk di kepala para politisi kafir sehingga mereka mampu memberikan penilaian politis yang tepat? Mereka cukup puas bahwa mayoritas orang Muslim menentang terorisme Islamik; dan berpikir bahwa terorisme Islam cepat atau lambat akan lenyap. Khayalan ini telah melumpuhkan para pembuat kebijakan di Barat. Mereka percaya bahwa bagaimana pun juga, dengan mengambil jalan pembenaran secara politis, maka ayat-ayat Allah yang tak bisa diubah itu suatu hari kelak akan lenyap, atau setidaknya “tidak akan dipraktekkan” oleh mayoritas orang-orang Muslim. Saya mengajak para politisi “buta” dan “belum tercerahkan” ini untuk mengunjungi sebuah Surga Islam, daripada melakukan negosiasi dengan para pemimpin Islam yang korup, mengunjungi mesjid, universitas, sekolah tinggi, atau sebuah madrasah untuk menanyakan apa yang diyakini oleh para siswa Muslim mengenai arti jihad atau apa yang mereka pahami mengenai serangan-serangan teror di kota-kota yang ada di negara-negara Barat. Jawaban yang fasih dari para Islamis muda ini boleh jadi akan membuat gemetar orang-orang kafir yang tak berpengetahuan itu. Yakinlah, para pelajar Muslim ini akan memberikan sebuah penjelasan lengkap mengenai ayat-ayat di atas: yaitu, Quran sendiri menyerukan agar tangan-tangan Muslim menghancurkan secara sempurna orang-orang kafir dengan cara apa pun.
Mari kita merangkum apa yang akan dilakukan oleh dunia non Muslim yang beradab kepada musuh yang berkepala batu seperti itu.
Di sini ada beberapa langkah yang diadopsi oleh orang-orang kafir untuk meredakan “amukan”, dari teror Islamik yang kelihatannya tidak bisa dihentikan:
Menjamin kotbah-kotbah dan indoktrinasi Islam melalui memberikan ijin kepada mereka untuk membangun banyak mesjid baru, madrasah, musala, sekolah tinggi Islam, sekolah dasar dan sekolah perawat Islam, universitas-universitas Islam, dan lain sebagainya. Dalam Surga Islam, mengganti agama selain Islam adalah sebuah kejahatan yang sangat serius; dan hal ini bisa mengakibatkan seseorang dijatuhi hukuman mati;
Mengijinkan gelombang imigrasi para Islamis ke teritorial kafir, lupa bahwa tujuan utama para Islamis ini untuk bermigrasi ke negara kafir adalah untuk merubah tanah-tanah yang haram/najis ini menjadi Surga Islam yang murni dengan paksaan atau dengan tipuan, dan jika perlu, melalui bekerjasama dengan para teroris Islamis yang hidup dan berkembang bersama-sama dengan mereka, maupun yang berasal dari Timur Tengah;
Mengijinkan bertumbuhnya pusat-pusat Islam dan organisasi-organisasi pelajar Islam di universitas-universitas dan sekolah-sekolah tinggi lainnya. Inilah tanah subur tempat bersembunyi para teroris Islam; Mengijinkan para Islamis untuk menggunakan ruangan-ruangan yang tinggi nilainya, yang ada di institusi pendidikan, kantor-kantor, dan pabrik-pabrik untuk dipakai sholat. Hak untuk menggunakan ruang doa ini (orang-orang kafir mengkaitkan bahasa tubuh ini sebagai kebebasan beragama; sementara para Islamis menertawakan kebodohan orang-orang kafir itu), tidak diberikan kepada orang-orang beragama lain, atau ditolak ketika diminta. Orang mungkin bertanya, mengapa ada kebijakan bermuka dua seperti ini? Mengapa hanya para pelajar/pekerja/anggota-anggota staf Muslim yang mendapatkan hak istimewa seperti ini – kendati ada sejumlah orang dari anggota-anggota mereka yang mati-matian berusaha menghancurkan peradaban Barat? Apakah ini sebuah pendekatan yang tepat dalam memerangi ekstremisme dan terorisme Islam? - dengan memberi makan para Islamis barbarik ini dengan nutrisi dan memelihara mereka tanpa perlu diperiksa secara seksama terlebih dahulu? Hanya mau menegaskan bahwa orang-orang kafir telah menuai apa yang sudah mereka tabur selama bertahun-tahun, pada tanggal 7 Juli, 2005 Islam “sejati” menyerang London dengan kehancuran yang tiba-tiba – balas dendam Allah yang tak terbatas. Sejak perbuatan keji terhadap Inggris itu, mereka masih terus berusaha untuk menyerang kembali dan akan terus berusaha untuk melakukannya. Lalu bagaimana pemerintah Inggris (atau pemerintah kafir lain) mengatasi ancaman dari Islam radikal ini? Di sini saya berikan beberapa prediksi saya:
Orang-orang non-Muslim akan dilarang untuk mengunjungi pusat-pusat Islam dan mesjid-mesjid. Hal ini dilakukan sebagai respon atas tuntutan para Islamis yang “damai” agar mereka diberikan lebih banyak kebebasan untuk melakukan apa yang ingin mereka lakukan di mesjid-mesjid dan di pusat-pusat Islamik, sebab itu tak seorang pun non-Muslim yang diijinkan mencampuri urusan mereka. Orang-orang kafir diminta agar mereka menghormati privasi Muslim.
Akan ada lebih banyak dialog antar-agama, yang artinya menyediakan ruang lebih luas dan lebih banyak bagi para Islamis dengan platform yang kuat untuk menyerang dan mengkritik peradaban Barat dan non-Muslim. Dalam Islam, tidak ada yang namanya “dialog antar agama”. Pergilah ke sebuah Surga Islamik dan sebutkan kata-kata ini, maka mereka akan mentertawai anda.
Dianggap sebagai tindakan ilegal mengutip ayat-ayat bernada kebencian dari Quran dan Hadis. Situs Internet yang menganalisa dan membedah Islam akan diperintahkan untuk ditutup. Namun, pemerintah kafir akan memberikan subsidi kepada organisasi-organisasi Islamik untuk mendirikan dan menjalankan website Islamik yang mengkotbahkan Islam yang “damai” dan “moderat”. Dalam bahasa orang-orang kafir, ini disebut sebuah program “penjangkauan” (outreach). Setiap orang yang mengucapkan kata, kalimat, atau pesan apa pun, atau orang yang mendemonstrasikan perilaku yang tidak pas terhadap Islam/Muslim, atau mereka yang kata-katanya menyerang seorang Islamis, maka ia akan didenda dengan jumlah uang yang besar atau dibawa ke pengadilan (sama seperti melakukan pelanggaran lalu lintas). Siapa pun yang mendiskusikan terorisme Islamik atau dengan sembunyi-sembunyi mengedipkan sebelah mata kepada seorang Muslim yang kebetulah tengah berada didekatnya, maka ia akan ditangkap dan didenda. Orang kafir menyebut ini sebuah tindakan pencemaran. Namun demikian, orang-orang Muslim akan diijinkan untuk mengkritik Kekristenan, Yudaisme, Budhisme dan Hinduisme.
Mesjid-mesjid akan diijinkan memakai pengeras suara untuk menyebarkan, lima kali sehari, lantunan dari ayat-ayat suci Islam yang indah itu. Setelah itu, orang-orang Muslim yang sudah cukup lama tinggal di negeri kafir, masih mengeluhkan bahwa larangan-larangan yang mereka dapatkan selalu menjadi poin yang menjengkelkan. Mereka masih terus mengeluhkan kurangnya kebebasan beragama dalam menginseminasi udara yang ramah, bersih dan tenang dengan seruan-seruan surgawi (baca Azan). Bagi agama-agama lain, menggunakan pengeras suara di luar gedung ibadah mereka dianggap telah menyebabkan polusi suara. Orang-orang yang mengorganisir hal ini akan didenda karena telah mengganggu ketenangan. Tetapi adzan Islam yang bising itu dianggap sebagai musik ilahi.
Setiap surat kabar yang mempublikasikan artikel-artikel yang dianggap sebagai serangan terhadap Islam, akan menghadapi hukuman yang keras. Pemerintah yang berkuasa akan memaksa surat kabar-surat kabar orang kafir menyediakan ruang iklan gratis untuk menyebarkan Islam yang damai (hal ini terjadi di Australia). Para Islamis akan diperbolehkan untuk mempublikasikan artikel-artikel yang memfitnah agama-agama lain. Hal ini dikenal sebagai toleransi Islamik, dan pemerintah kafir yang tidak Islamik akan menghormati merek toleransi Islam seperti ini.
Untuk mendamaikan para Islamis, pemerintah kafir akan mengabulkan tuntutan mereka atas pemberlakuan Hukum Syariah untuk diaplikasikan kepada orang-orang Muslim. Orang-orang Muslim akan memiliki parlemen mereka sendiri – Majelis Islamik atau Dewan Shura. Muslim akan memiliki ”Departemen” dan “Sistem Hukum ” yang terpisah. Bahkan mereka akan mendapatkan pantai, tempat bermain, gimnasium, pusat fitnes, arena piknik, tempat mencuci, ruang bayi, hostel, tempat bersalin, toilet umum, restoran, fasilitas untuk merawat orang tua, pasar yang hanya menjual barang-barang halal, rumah sakit, yang kesemuanya terpisah....Wanita yang mengenakan bikini atau tidak mengenakan pakaian Muslim ketika berada di pantai Islamik atau tempat-tempat Islamik lainnya, maka mereka akan menghadapi sidang Syariah Islamik. Karena ia ada di teritorial Islamik, maka ia harus tunduk pada hukum Islamik; hukum-hukum sekuler yang diperuntukkan bagi mayoritas besar penduduk kafir, tidak bisa diaplikasikan padanya.
Ketika bertemu dengan seorang pria Muslim, seorang wanita kafir harus mengenakan jilbab atau pakaian yang gelap sebagai tanda penghormatannya kepada Islam. Jabatan tangan tidak diijinkan. Prosedur ini akan menjadi sebuah hukum. Setiap wanita kafir yang melanggar peraturan ini akan diperhadapkan dengan pengadilan Syariah, bukannya pengadilan sekular.
Di universitas dan perguruan tinggi, bahkan jika hanya ada satu orang pelajar Muslim, jika ada siswa lain yang membicarakan tentang Islam akan dikenakan disiplin. Pengajar/profesor/guru harus mengijinkan siswa Muslim untuk masuk dan keluar kelas ketika ia bermaksud melakukan sholat. Prosedur khusus berlaku untuk siswa-siswa Muslim – untuk menegakkan kebijakan yang tegas. Hal ini untuk mengganti tindakan diskriminatif dan ketidakadilan pada masa lalu, yang dilakukan terhadap penduduk baru.
Pemerintah Inggris akan mengijinkan para Islamis melakukan latihan bela diri, untuk melindungi diri mereka jika ada serangan yang dilakukan dengan alasan warna kulit/agama. Muslim diijinkan untuk membentuk pasukan pertahanan diri atau korps pasukan siap siaga. Di masa yang akan datang, korps pertahanan diri Islamik ini akan menuntut sebuah teritorial tertentu di dalam wilayah Inggris untuk secara eksklusif disediakan bagi Muslim. Hampir tak bisa dipercaya, pemerintah Inggris mengabulkan tuntutan Islamik ini.
Para pembaca mungkin menertawakan sejumlah ide-ide yang saya bayangkan di sini, yang secara khusus bisa diterapkan kepada Islamis yang tinggal di negeri-negeri kafir. Tetapi tunggu sebentar; inilah yang sebenarnya dikatakan oleh Quran. Orang-orang Muslim adalah ciptaan Allah yang terutama. Dunia kafir berhutang kehidupan pada mereka, sebab jika tidak maka mereka akan diijinkan Allah untuk menciptakan teror, kehancuran dan penganiayaan. Mereka berhak atas perlakuan yang diluar kebiasaan seperti itu karena Allah menetapkan mereka untuk memerintah dunia dan menundukkan semua agama-agama lainnya.
Apa yang terjadi jika orang-orang kafir menolak untuk menyetujui hak-hak khusus yang diberikan kepada para Islamis itu? Jawabannya ada pada ayat yang dikutip di bawah ini: Anda akan mendapatkan 9 September, 3 November, Bali, Jakarta, Casablanca, Madrid, London, Istanbul, dan seterusnya....
ketika organisasi-organisasi intelijen terbaik dunia, seperti CIA, FBI, Scotland Yard, M15, M16, dan lain sebagainya gagal dalam mengungkapkan sebuah dugaan mengenai siapa sebenarnya para teroris tak berotak ini (yaitu sebelum mereka melakukan penyerangan), dan mengapa mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang sangat mengerikan, seorang bertanya-tanya apa yang salah dengan membangun reputasi seperti ini? Jawaban atas teka-teki ini cukup mudah. Orang-orang kafir ini tidak memahami Islam. Mereka memancing di perairan yang salah. Mereka pikir teroris Islam seperti IRA, Macan Tamil, Separatis Basque, para teroris komunis, dan sebagainya. Mereka sama sekali salah. Untuk memerangi terorisme Islamik maka mereka terlebih dahulu harus memahami Islam. Sebelum mereka mengambil sebuah alat untuk melakukan pengintaian, mereka harus terlebih dahulu mengambil dan membaca Quran secara menyeluruh. Sebelum mereka dilatih untuk menggunakan senjata apa pun, mereka harus terlebih dahulu membaca Hadis dan Syariah dan melihat “keindahannya.”
Inilah cara yang dilakukan Islamis untuk melatih para Jihadis. Mereka (para teroris Islam) pertama-tama diindoktrinasikan dulu ke dalam “Islam Sejati” sebelum mereka belajar bagaimana menangani bahan peledak dan menggunakan senjata serta amunisi. Mereka tahu persis bagaimana caranya mengilhami para pejuang Islamik. Orang-orang kafir hanya tidak memiliki perasaan; mereka meletakkan kereta di depan kuda. Tidakkah anda berpikir bahwa para Islamis ini lebih cerdas dari semua organisasi-organisasi intelijen dunia yang terkenal itu? Mari kita hadapi kebenaran: dalam perencanaan strategis, kelicikan dan kecerdikan mereka, para Islamis ini telah mengalahkan tim-tim intelijen kafir.
Karena itu, pasukan anti-teroris (dari orang-orang kafir) harus mempelajari beberapa pelajaran dari para Islamis. Mereka harus belajar bagaimana mengalahkan musuh mereka dalam permainan mereka sendiri. Sekali pasukan-pasukan ini mempelajari apakah sesungguhnya Islam sejati itu, mereka akan dengan mudah melakukan pemetaan strategi-strategi yang tepat untuk membinasakan terorisme Islamik, bagi kebaikan. Di samping itu, untuk mengetahui “Islam sejati”, biayanya pun cukup murah!
Sebuah titik berangkat yang baik adalah dengan memahami ayat-ayat yang disebut di atas. Ada sebuah peribahasa lama mengatakan, ”Kenali musuh anda.” Hal ini benar, tetapi versi yang lebih benar lagi seharusnya, ”Kenali motivasi musuh anda.” Motif dari para Islamis adalah Islam – bukan terorisme, bukan Irak, juga bukan Afghanistan. Terorisme hanyalah alat yang dipakai, tetapi motivatornya adalah Quran, dan goal akhirnya adalah Islam. Tak ada pesan yang lebih jelas daripada ini. Peradaban dunia tengah berada dalam sebuah peperangan – sebuah perang dengan Islam. Para Islamis akan segera menegaskan kebenaran ini.
Abaikan saja kata-kata Allah yang kekal di atas (ayat-ayat Quran sebagaimana dikutip di atas), maka dijamin orang-orang kafir akan dikalahkan.
“Motif dari para Islamis adalah Islam – bukan terorisme, bukan Irak, bukan Afghanistan. Terorisme hanyalah sebuah alat yang dipakai, tetapi motivatornya adalah Al Quran, dan goal akhirnya adalah Islam. Tidak akan ada pesan yang lebih jelas daripada ini. Peradaban dunia tengah berada dalam peperangan – sebuah perang dengan Islam.
Setiap hari dalam keputusasaan orang-orang terpelajar dan para politisi menawarkan rangkuman yang tak habis-habisnya mengenai apa yang sedang terjadi dalam dunia Islam. Mengikuti berita pembunuhan Benazir Bhutto di Pakistan, debat mengenai al-Qaeda terjadi sekali lagi. Tetapi tampaknya hanya sedikit yang memiliki solusi bagaimana menghentikan Islam radikal. Sebenarnya, kebanyakan agen-agen keamanan internasional berpendapat bahwa masalahnya bukan apakah serangan teror besar lainnya akan terjadi atau tidak, melainkan kapan itu akan terjadi. Abul Kasem percaya bahwa ia memiliki sebuah solusi. Kita hanya bisa mengerti tentang Islam jika kita mengerti teks-teks Islamik. Dengan membaca teks-teks ini, kita yang ada di Barat tidak akan terkejut dengan kekerasan yang kita saksikan dalam dunia. Islam tidak menyangkali hakekatnya yang sesungguhnya, jika demikian mengapa kita harus menyangkalinya? Abul meninggalkan Islam untuk alasan ini dan mendesak orang-orang lain pun untuk menjauhi Islam.
Kesaksian Abul
Saya menuliskan kesaksian ini sebab inilah saatnya bagi kita untuk sepenuhnya memahami luasnya masalah yang tengah kita hadapi. Saya tidak memiliki agenda politik atau teologi. Tetapi saya sangat menaruh perhatian dengan masa depan dunia yang bebas – dunia yang kita lihat tengah terkoyak selama beberapa tahun terakhir ini karena ektremisme Islam. Karena hal ini saya membagikan pada anda pengalaman saya dengan Islam. Saya selalu mempertanyakan apa pentingnya agama dalam hidup kita dan praktek-praktek yang tidak manusiawi dan tak logis yang ada dalam banyak agama, termasuk Islam. Anda mungkin terheran-heran apa yang memicu ketidaksukaan saya pada agama. Hal ini dimulai sejak saya masih sekolah, yaitu ketika saya menyaksikan sendiri pembunuhan terhadap seorang teman dekat saya yang beragama Hindu (bersama dengan seluruh anggota keluarganya) di Chandpur, Bangladesh. Saya tidak akan pernah menghapus kenangan itu dari pikiranku. Tak diragukan lagi, itu adalah sebuah pengalaman yang menghancurkan. Lebih mengejutkan bahwa banyak Muslim yang gembira dengan pembantaian itu, dan bahkan mereka lebih jauh lagi mendukung ide bahwa kami (orang-orang Muslim) seharusnya membunuh lebih banyak lagi orang Hindu, sebab orang-orang Muslim di India pun dibunuh oleh Hindu. Para rohaniwan Muslim juga mendeklarasikan bahwa membunuh orang Hindu adalah sebuah tindakan jihad dan karena itu, mereka yang berpartisipasi dalam jihad akan dihadiahi Surga. Dalam usia yang masih rapuh seperti itu, saya hanya tahu sangat sedikit mengenai Islam dan tak ada yang saya ketahui mengenai agama-agama lain. Meski begitu, hati nurani kecil di dalam saya memberitahukan saya bahwa apa yang dilakukan dan dipraktekkan bukanlah hal yang benar. Walaupun demikian, saya tidak punya daya untuk merubah peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
Insiden lainnya melibatkan diri saya sendiri. Saya hampir tewas ketika tentara-tentara Pakistan dan para suporter fanatik menyerang aula tempat tinggal universitas saat malam buta pada tanggal 25 Maret, 1971. Saya masih belum tahu bagaimana saya bisa lolos dari maut sementara kebanyakan rekan-rekan universitas saya tewas dalam kejadian itu. Ditemukan peluru dimana-mana. Untungnya saya berhasil melompati tembok tinggi, yang saya yakin tidak mungkin bisa saya lakukan lagi. Ada banyak kejadian-kejadian lain selama periode itu dan tepat sebelum kemerdekaan negara kami, kembali saya berhasil meloloskan diri dari kematian yang hampir merenggut nyawa saya yang dilakukan oleh para pengikut fanatik Islam. Semua kejadian itu menumbuhkan benih ketidakpercayaan yang dalam terhadap agama Islam di pikiran saya. Pada saat itu, banyak juga teman-teman saya yang membagikan kepada saya pandangan yang sama. Dan secara natural, saya merasa sangat gembira bahwa akhirnya kami berhasil melalui tirani religius.
Namun celaka! Sesuatu yang aneh terjadi sekarang, dimana banyak teman-teman dekat ketika saya masih di universitas dulu yang sekarang malahan menjadi para pengikut fanatik Islam. Saya bertemu dengan mereka kebanyakan di luar negeri. Mereka mempunyai kehidupan yang bagus di Timur Tengah. Mereka secara terbuka mendukung sejumlah aksi yang dilakukan para tentara Pakistan dan pengikut-pengikut fanatik mereka. Mereka mendukung dengan kuat jika seluruh penduduk dunia menjadi Islam dan akan melakukan apa pun untuk mencapai hal itu. Hanya dengan demikian kata mereka, ”akan ada damai.”
Bahkan di negara seperti Australia, banyak dari para Islamis ini yang berani berkata, ”Kami datang ke Australia untuk membebaskan orang-orang di sini dari aktifitas-aktifitasnya yang berdosa dan merubah mereka menjadi Islam.” Salah satu goal mereka adalah mendirikan mesjid di setiap pinggiran kota di Australia. Tentu saja, ini adalah bahan tertawaan bagi orang-orang Australia. Kapan pun saya bertemu dengan kawan-kawan lama ini, hal itu benar-benar menghancurkan hatiku. Ketika saya bertanya kepada mereka, apa yang membuat mereka menjadi berubah seperti itu, mereka mengakui bahwa mereka sangat dipengaruhi oleh orang-orang Arab. Meskipun banyak dari mereka yang sangat benci dengan perlakuan kasar (dalam banyak kasus diperlakukan sebagai budak) oleh orang-orang Arab. Namun demikian, mereka merasa sangat bersyukur kepada orang-orang Arab karena memberikan mereka pekerjaan dan uang yang banyak. Banyak dari orang-orang Bengali ini bangga berpakaian seperti orang Arab. Secara literal mereka menghapuskan kenangan akan pembunuhan massal (genosida) yang terjadi di Bangladesh dan bahkan beberapa dari mereka membenarkan terjadinya genosida itu sebagai cara untuk memurnikan Islam. Hal ini membawa saya untuk menyimpulkan bahwa Islam tak lain dari usaha mengawetkan hegemoni Arab dan perbudakan atas negara-negara miskin seperti Bangladesh.
Anehnya, tak satu pun dari para Islamis ini yang ingin pindah ke negara-negara Islam. Tak satu pun dari mereka yang memilih untuk hidup di tengah-tengah masyarakat Islamik. Mengapa? Kebenarannya adalah, tak satu pun dari negara-negara Arab itu yang menginginkan mereka. Negara-negara ini hanya untuk orang-orang Arab. Dimanakah sebenarnya persaudaraan Islam itu? Orang-orang Arab adalah orang-orang yang licik. Mereka menggunakan Islam sebagai umpan yang kuat untuk meneruskan tradisi tua perbudakan dalam format abad ke dua puluh satu. Perkiraan saya hal ini akan semakin meningkat selagi harga minyak terus naik. Orang-orang fanatik ini memanfaatkan keterbukaan dan keadilan dari institusi-institusi demokratik di negara-negara seperti Australia untuk mempropagandakan doktrin-doktrin mereka yang penuh dengan racun.
Di sini ada beberapa kalimat dari Quran dan sumber-sumber Islam lainnya yang saya anggap sebagai hal yang menjijikkan, penuh dengan perasaan tidak suka, kebencian, dan fasis. Saya mempelajari dengan seksama Quran, Hadis, Sharia dan Sirah (biografi Muhammad) sebelum akhirnya saya menjadi yakin bahwa Islam bukanlah sebuah agama. Islam penuh dengan kepalsuan, barbarik, dan imperialistik. Persepsi saya mengenai Islam dikonfirmasikan melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi tanggal 11 September, Madrid, Bali, Bombay, Istanbul, London, Jakarta....... dan sebagainya.
Dan Allah tidak menjadikannya (mengirimkan bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Surah 8:10)
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman, Dan menghilangkan hati panas orang-orang mukmin. Dan Allah menerima tobat orang-orang yang dikehendakinya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Surah 9:14,15)
Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka, dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti. Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka; tetapi Allah ingin menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. (Surah 47:4)
Bukankah seharusnya orang-orang kafir Barat yang telah jatuh cinta dengan para apologis Islam (atau orang-orang moderat, Islam yang damai) mendapatkan pelajaran dari ayat-ayat di atas? Pesan ringkas dari ayat-ayat itu sangat keras dan jelas, bahkan seorang anak sekolah dasar kelas satu, setelah dengan rajin membaca kata-kata Allah yang tak mungkin salah, akan memberitahukan anda bahwa pelaku penganiayaan 11 September, 3 September, 7 Juli ... sebenarnya mereka, hanya melaksanakan apa yang diperintahkan Allah untuk mereka lakukan. Bahkan jika hanya 10 persen dari orang-orang Muslim (jumlah ini sama dengan sekitar 100,2 juta para Jihadis yang baru lahir) yang ada di dunia kita, dengan keyakinan penuh akan iman mereka, memutuskan bahwa mereka akan bertindak sepenuhnya berdasarkan ayat-ayat ini, maka jumlah ini seharusnya cukup untuk melenyapkan orang-orang kafir. Ini lebih dahsyat dari bom atom yang dimiliki oleh orang-orang kafir. Tidakkah ini sesuatu yang sangat mengejutkan?
Sebab itu, logika sederhana bahwa mayoritas orang-orang Muslim adalah pencinta perdamaian, taat hukum, dan bukan teroris Islam adalah sesuatu yang kosong. Yang terutama untuk menjadi perhatian kita semua bukanlah mayoritas umat Muslim, melainkan 10 persen dari orang-orang Muslim yang sedang merusak peradaban kita hari ini. Hal ini bisa diumpamakan dengan serangan sebuah virus. Saya heran bagaimana logika sederhana dan sangat sempurna seperti ini tidak masuk di kepala para politisi kafir sehingga mereka mampu memberikan penilaian politis yang tepat? Mereka cukup puas bahwa mayoritas orang Muslim menentang terorisme Islamik; dan berpikir bahwa terorisme Islam cepat atau lambat akan lenyap. Khayalan ini telah melumpuhkan para pembuat kebijakan di Barat. Mereka percaya bahwa bagaimana pun juga, dengan mengambil jalan pembenaran secara politis, maka ayat-ayat Allah yang tak bisa diubah itu suatu hari kelak akan lenyap, atau setidaknya “tidak akan dipraktekkan” oleh mayoritas orang-orang Muslim. Saya mengajak para politisi “buta” dan “belum tercerahkan” ini untuk mengunjungi sebuah Surga Islam, daripada melakukan negosiasi dengan para pemimpin Islam yang korup, mengunjungi mesjid, universitas, sekolah tinggi, atau sebuah madrasah untuk menanyakan apa yang diyakini oleh para siswa Muslim mengenai arti jihad atau apa yang mereka pahami mengenai serangan-serangan teror di kota-kota yang ada di negara-negara Barat. Jawaban yang fasih dari para Islamis muda ini boleh jadi akan membuat gemetar orang-orang kafir yang tak berpengetahuan itu. Yakinlah, para pelajar Muslim ini akan memberikan sebuah penjelasan lengkap mengenai ayat-ayat di atas: yaitu, Quran sendiri menyerukan agar tangan-tangan Muslim menghancurkan secara sempurna orang-orang kafir dengan cara apa pun.
Mari kita merangkum apa yang akan dilakukan oleh dunia non Muslim yang beradab kepada musuh yang berkepala batu seperti itu.
Di sini ada beberapa langkah yang diadopsi oleh orang-orang kafir untuk meredakan “amukan”, dari teror Islamik yang kelihatannya tidak bisa dihentikan:
Menjamin kotbah-kotbah dan indoktrinasi Islam melalui memberikan ijin kepada mereka untuk membangun banyak mesjid baru, madrasah, musala, sekolah tinggi Islam, sekolah dasar dan sekolah perawat Islam, universitas-universitas Islam, dan lain sebagainya. Dalam Surga Islam, mengganti agama selain Islam adalah sebuah kejahatan yang sangat serius; dan hal ini bisa mengakibatkan seseorang dijatuhi hukuman mati;
Mengijinkan gelombang imigrasi para Islamis ke teritorial kafir, lupa bahwa tujuan utama para Islamis ini untuk bermigrasi ke negara kafir adalah untuk merubah tanah-tanah yang haram/najis ini menjadi Surga Islam yang murni dengan paksaan atau dengan tipuan, dan jika perlu, melalui bekerjasama dengan para teroris Islamis yang hidup dan berkembang bersama-sama dengan mereka, maupun yang berasal dari Timur Tengah;
Mengijinkan bertumbuhnya pusat-pusat Islam dan organisasi-organisasi pelajar Islam di universitas-universitas dan sekolah-sekolah tinggi lainnya. Inilah tanah subur tempat bersembunyi para teroris Islam; Mengijinkan para Islamis untuk menggunakan ruangan-ruangan yang tinggi nilainya, yang ada di institusi pendidikan, kantor-kantor, dan pabrik-pabrik untuk dipakai sholat. Hak untuk menggunakan ruang doa ini (orang-orang kafir mengkaitkan bahasa tubuh ini sebagai kebebasan beragama; sementara para Islamis menertawakan kebodohan orang-orang kafir itu), tidak diberikan kepada orang-orang beragama lain, atau ditolak ketika diminta. Orang mungkin bertanya, mengapa ada kebijakan bermuka dua seperti ini? Mengapa hanya para pelajar/pekerja/anggota-anggota staf Muslim yang mendapatkan hak istimewa seperti ini – kendati ada sejumlah orang dari anggota-anggota mereka yang mati-matian berusaha menghancurkan peradaban Barat? Apakah ini sebuah pendekatan yang tepat dalam memerangi ekstremisme dan terorisme Islam? - dengan memberi makan para Islamis barbarik ini dengan nutrisi dan memelihara mereka tanpa perlu diperiksa secara seksama terlebih dahulu? Hanya mau menegaskan bahwa orang-orang kafir telah menuai apa yang sudah mereka tabur selama bertahun-tahun, pada tanggal 7 Juli, 2005 Islam “sejati” menyerang London dengan kehancuran yang tiba-tiba – balas dendam Allah yang tak terbatas. Sejak perbuatan keji terhadap Inggris itu, mereka masih terus berusaha untuk menyerang kembali dan akan terus berusaha untuk melakukannya. Lalu bagaimana pemerintah Inggris (atau pemerintah kafir lain) mengatasi ancaman dari Islam radikal ini? Di sini saya berikan beberapa prediksi saya:
Orang-orang non-Muslim akan dilarang untuk mengunjungi pusat-pusat Islam dan mesjid-mesjid. Hal ini dilakukan sebagai respon atas tuntutan para Islamis yang “damai” agar mereka diberikan lebih banyak kebebasan untuk melakukan apa yang ingin mereka lakukan di mesjid-mesjid dan di pusat-pusat Islamik, sebab itu tak seorang pun non-Muslim yang diijinkan mencampuri urusan mereka. Orang-orang kafir diminta agar mereka menghormati privasi Muslim.
Akan ada lebih banyak dialog antar-agama, yang artinya menyediakan ruang lebih luas dan lebih banyak bagi para Islamis dengan platform yang kuat untuk menyerang dan mengkritik peradaban Barat dan non-Muslim. Dalam Islam, tidak ada yang namanya “dialog antar agama”. Pergilah ke sebuah Surga Islamik dan sebutkan kata-kata ini, maka mereka akan mentertawai anda.
Dianggap sebagai tindakan ilegal mengutip ayat-ayat bernada kebencian dari Quran dan Hadis. Situs Internet yang menganalisa dan membedah Islam akan diperintahkan untuk ditutup. Namun, pemerintah kafir akan memberikan subsidi kepada organisasi-organisasi Islamik untuk mendirikan dan menjalankan website Islamik yang mengkotbahkan Islam yang “damai” dan “moderat”. Dalam bahasa orang-orang kafir, ini disebut sebuah program “penjangkauan” (outreach). Setiap orang yang mengucapkan kata, kalimat, atau pesan apa pun, atau orang yang mendemonstrasikan perilaku yang tidak pas terhadap Islam/Muslim, atau mereka yang kata-katanya menyerang seorang Islamis, maka ia akan didenda dengan jumlah uang yang besar atau dibawa ke pengadilan (sama seperti melakukan pelanggaran lalu lintas). Siapa pun yang mendiskusikan terorisme Islamik atau dengan sembunyi-sembunyi mengedipkan sebelah mata kepada seorang Muslim yang kebetulah tengah berada didekatnya, maka ia akan ditangkap dan didenda. Orang kafir menyebut ini sebuah tindakan pencemaran. Namun demikian, orang-orang Muslim akan diijinkan untuk mengkritik Kekristenan, Yudaisme, Budhisme dan Hinduisme.
Mesjid-mesjid akan diijinkan memakai pengeras suara untuk menyebarkan, lima kali sehari, lantunan dari ayat-ayat suci Islam yang indah itu. Setelah itu, orang-orang Muslim yang sudah cukup lama tinggal di negeri kafir, masih mengeluhkan bahwa larangan-larangan yang mereka dapatkan selalu menjadi poin yang menjengkelkan. Mereka masih terus mengeluhkan kurangnya kebebasan beragama dalam menginseminasi udara yang ramah, bersih dan tenang dengan seruan-seruan surgawi (baca Azan). Bagi agama-agama lain, menggunakan pengeras suara di luar gedung ibadah mereka dianggap telah menyebabkan polusi suara. Orang-orang yang mengorganisir hal ini akan didenda karena telah mengganggu ketenangan. Tetapi adzan Islam yang bising itu dianggap sebagai musik ilahi.
Setiap surat kabar yang mempublikasikan artikel-artikel yang dianggap sebagai serangan terhadap Islam, akan menghadapi hukuman yang keras. Pemerintah yang berkuasa akan memaksa surat kabar-surat kabar orang kafir menyediakan ruang iklan gratis untuk menyebarkan Islam yang damai (hal ini terjadi di Australia). Para Islamis akan diperbolehkan untuk mempublikasikan artikel-artikel yang memfitnah agama-agama lain. Hal ini dikenal sebagai toleransi Islamik, dan pemerintah kafir yang tidak Islamik akan menghormati merek toleransi Islam seperti ini.
Untuk mendamaikan para Islamis, pemerintah kafir akan mengabulkan tuntutan mereka atas pemberlakuan Hukum Syariah untuk diaplikasikan kepada orang-orang Muslim. Orang-orang Muslim akan memiliki parlemen mereka sendiri – Majelis Islamik atau Dewan Shura. Muslim akan memiliki ”Departemen” dan “Sistem Hukum ” yang terpisah. Bahkan mereka akan mendapatkan pantai, tempat bermain, gimnasium, pusat fitnes, arena piknik, tempat mencuci, ruang bayi, hostel, tempat bersalin, toilet umum, restoran, fasilitas untuk merawat orang tua, pasar yang hanya menjual barang-barang halal, rumah sakit, yang kesemuanya terpisah....Wanita yang mengenakan bikini atau tidak mengenakan pakaian Muslim ketika berada di pantai Islamik atau tempat-tempat Islamik lainnya, maka mereka akan menghadapi sidang Syariah Islamik. Karena ia ada di teritorial Islamik, maka ia harus tunduk pada hukum Islamik; hukum-hukum sekuler yang diperuntukkan bagi mayoritas besar penduduk kafir, tidak bisa diaplikasikan padanya.
Ketika bertemu dengan seorang pria Muslim, seorang wanita kafir harus mengenakan jilbab atau pakaian yang gelap sebagai tanda penghormatannya kepada Islam. Jabatan tangan tidak diijinkan. Prosedur ini akan menjadi sebuah hukum. Setiap wanita kafir yang melanggar peraturan ini akan diperhadapkan dengan pengadilan Syariah, bukannya pengadilan sekular.
Di universitas dan perguruan tinggi, bahkan jika hanya ada satu orang pelajar Muslim, jika ada siswa lain yang membicarakan tentang Islam akan dikenakan disiplin. Pengajar/profesor/guru harus mengijinkan siswa Muslim untuk masuk dan keluar kelas ketika ia bermaksud melakukan sholat. Prosedur khusus berlaku untuk siswa-siswa Muslim – untuk menegakkan kebijakan yang tegas. Hal ini untuk mengganti tindakan diskriminatif dan ketidakadilan pada masa lalu, yang dilakukan terhadap penduduk baru.
Pemerintah Inggris akan mengijinkan para Islamis melakukan latihan bela diri, untuk melindungi diri mereka jika ada serangan yang dilakukan dengan alasan warna kulit/agama. Muslim diijinkan untuk membentuk pasukan pertahanan diri atau korps pasukan siap siaga. Di masa yang akan datang, korps pertahanan diri Islamik ini akan menuntut sebuah teritorial tertentu di dalam wilayah Inggris untuk secara eksklusif disediakan bagi Muslim. Hampir tak bisa dipercaya, pemerintah Inggris mengabulkan tuntutan Islamik ini.
Para pembaca mungkin menertawakan sejumlah ide-ide yang saya bayangkan di sini, yang secara khusus bisa diterapkan kepada Islamis yang tinggal di negeri-negeri kafir. Tetapi tunggu sebentar; inilah yang sebenarnya dikatakan oleh Quran. Orang-orang Muslim adalah ciptaan Allah yang terutama. Dunia kafir berhutang kehidupan pada mereka, sebab jika tidak maka mereka akan diijinkan Allah untuk menciptakan teror, kehancuran dan penganiayaan. Mereka berhak atas perlakuan yang diluar kebiasaan seperti itu karena Allah menetapkan mereka untuk memerintah dunia dan menundukkan semua agama-agama lainnya.
Apa yang terjadi jika orang-orang kafir menolak untuk menyetujui hak-hak khusus yang diberikan kepada para Islamis itu? Jawabannya ada pada ayat yang dikutip di bawah ini: Anda akan mendapatkan 9 September, 3 November, Bali, Jakarta, Casablanca, Madrid, London, Istanbul, dan seterusnya....
ketika organisasi-organisasi intelijen terbaik dunia, seperti CIA, FBI, Scotland Yard, M15, M16, dan lain sebagainya gagal dalam mengungkapkan sebuah dugaan mengenai siapa sebenarnya para teroris tak berotak ini (yaitu sebelum mereka melakukan penyerangan), dan mengapa mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang sangat mengerikan, seorang bertanya-tanya apa yang salah dengan membangun reputasi seperti ini? Jawaban atas teka-teki ini cukup mudah. Orang-orang kafir ini tidak memahami Islam. Mereka memancing di perairan yang salah. Mereka pikir teroris Islam seperti IRA, Macan Tamil, Separatis Basque, para teroris komunis, dan sebagainya. Mereka sama sekali salah. Untuk memerangi terorisme Islamik maka mereka terlebih dahulu harus memahami Islam. Sebelum mereka mengambil sebuah alat untuk melakukan pengintaian, mereka harus terlebih dahulu mengambil dan membaca Quran secara menyeluruh. Sebelum mereka dilatih untuk menggunakan senjata apa pun, mereka harus terlebih dahulu membaca Hadis dan Syariah dan melihat “keindahannya.”
Inilah cara yang dilakukan Islamis untuk melatih para Jihadis. Mereka (para teroris Islam) pertama-tama diindoktrinasikan dulu ke dalam “Islam Sejati” sebelum mereka belajar bagaimana menangani bahan peledak dan menggunakan senjata serta amunisi. Mereka tahu persis bagaimana caranya mengilhami para pejuang Islamik. Orang-orang kafir hanya tidak memiliki perasaan; mereka meletakkan kereta di depan kuda. Tidakkah anda berpikir bahwa para Islamis ini lebih cerdas dari semua organisasi-organisasi intelijen dunia yang terkenal itu? Mari kita hadapi kebenaran: dalam perencanaan strategis, kelicikan dan kecerdikan mereka, para Islamis ini telah mengalahkan tim-tim intelijen kafir.
Karena itu, pasukan anti-teroris (dari orang-orang kafir) harus mempelajari beberapa pelajaran dari para Islamis. Mereka harus belajar bagaimana mengalahkan musuh mereka dalam permainan mereka sendiri. Sekali pasukan-pasukan ini mempelajari apakah sesungguhnya Islam sejati itu, mereka akan dengan mudah melakukan pemetaan strategi-strategi yang tepat untuk membinasakan terorisme Islamik, bagi kebaikan. Di samping itu, untuk mengetahui “Islam sejati”, biayanya pun cukup murah!
Sebuah titik berangkat yang baik adalah dengan memahami ayat-ayat yang disebut di atas. Ada sebuah peribahasa lama mengatakan, ”Kenali musuh anda.” Hal ini benar, tetapi versi yang lebih benar lagi seharusnya, ”Kenali motivasi musuh anda.” Motif dari para Islamis adalah Islam – bukan terorisme, bukan Irak, juga bukan Afghanistan. Terorisme hanyalah alat yang dipakai, tetapi motivatornya adalah Quran, dan goal akhirnya adalah Islam. Tak ada pesan yang lebih jelas daripada ini. Peradaban dunia tengah berada dalam sebuah peperangan – sebuah perang dengan Islam. Para Islamis akan segera menegaskan kebenaran ini.
Abaikan saja kata-kata Allah yang kekal di atas (ayat-ayat Quran sebagaimana dikutip di atas), maka dijamin orang-orang kafir akan dikalahkan.
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Pasal 17 - Kita Harus Bersatu
“Saya tidak setuju bahwa saya pasti aman dalam menjalankan kepercayaan (atau “ketidakpercayaan”) saya dalam alam demokrasi Barat. Sayangnya, hal tersebut lebih terlihat seperti suatu dhimmikrasi bagi saya setiap harinya.”
Sementara banyak orang percaya bahwa kekerasan dalam Islam tidak mewakili keseluruhan agama itu, Muslim lain menantang pihak Barat untuk membaca buku suci Islam dan melihat sendiri mengapa dan bagaimana para fundamentalis menginterpretasikan Quran dengan benar. Lebih jauh lagi, banyak orang yang telah meninggalkan Islam percaya bahwa satu-satunya jalan ke depan bagi dunia adalah untuk bersatu dan mulai menghargai dengan sungguh kebebasan yang kita nikmati, dan melakukan apa saja yang bisa dilakukan untuk menangani masalah itu.
Surat ini mengingatkan kita bahwa kebebasan yang kita nikmati sangat berharga untuk dijalani dan diperjuangkan. Basharee Mortadd kuatir bahwa pihak Barat tidak mengenal Islam sama seperti dia. Ceritanya menunjukkan apa yang salah dengan Islam dan mengapa Islam tidak tepat bagi Barat maupun dunia non-Muslim lainnya.
Kesaksian Basharee Mortadd
Saya dilahirkan dari orang tua Muslim, sama seperti orang tua saleh yang lain, sama-sama bersalah karena mengajarkan kepada anak-anak mereka suatu agama yang tidak mereka pilih sendiri. Untungnya bagi saya, saya selalu berpikiran terbuka. Saya juga cukup pandai untuk menutup mulut saya hingga saya pindah ke negara Barat. Sesudah itu, saya belajar cukup banyak mengenai Islam. Saya merasa malu dan bukannya merasa bangga, terhadap ideologi kebencian ini. Saya hampir tidak percaya bahwa saya telah mengundang orang-orang non-Muslim. Saya tidak bermaksud jahat kepada mereka. Saya mengundang mereka karena mereka adalah teman-teman saya (Saya tidak bisa membiarkan kenyataan bahwa saya tidak dapat berteman dengan orang-orang non-Muslim, dan saya mau membuang pemikiran itu jauh-jauh dari kepala saya). Saya tidak mau mereka pergi ke neraka karena saya mengasihi mereka dan saya mau “menyelamatkan” mereka dari penghukuman kekal.
Saya merasa lega karena mereka tidak tertarik dengan undangan dan khotbah saya. Orang-orang Barat sekarang ini sepertinya menjadi anti-Kristen, dimana mereka ingin berbalik kepada kepercayaan yang lain. Menjadi penganut agama yang sederhana (baca: primitif) dan dibersihkan dibersihkan oleh orang-orang Muslim penipu, mereka merasa tertarik untuk menjadi pemeluk Islam. Anda akan menemukan orang-orang kulit berwarna yang melawan apa yang mereka percayai sebagai agama orang kulit putih yang eksklusif.
Menjadi seorang mantan Muslim, orang akan mengira bahwa saya telah dibebaskan dan saya hidup dalam kebahagiaan. Anda berharap saya melanjutkan hidup saya dan meletakkan masa lalu yang gelap dan meninggalkannya di belakang. Saya sungguh berharap itulah yang terjadi. Jangan salahkan saya. Saya tidak pernah merasa dibebaskan selain bahwa itulah hari pertama dimana saya tidak lagi merasa takut terhadap khayalan mengenai Allah. Ini sungguh perasaan yang menakjubkan, menyadari bahwa anda dapat berpikir untuk diri anda sendiri, dan menjadi nabi bagi diri anda sendiri. Kenyataannya, ijinkan saya berbicara keras ketika saya mengatakan bahwa meninggalkan Islam adalah suatu prestasi intelektual yang sangat besar nilainya. Orang-orang yang tidak hidup di dalam Dar Al-Islam tidak akan dapat memahami penindasan intelektual yang dialami Muslim selama mereka hidup. Ketika anda tidak melatih otot anda, anda akan menjadi lemah secara fisik. Hal ini tidak berbeda dengan pemikiran. Jika anda tidak pernah menggunakan pikiran anda, tetapi lebih suka hidup dibawah kebudayaan yang menuntut kepatuhan (“Islam” berarti “kepatuhan”), maka kemampuan anda untuk berpikir akan memudar.
Patuh kepada siapa? Kepada orang tua anda, guru anda, imam local di mesjid anda, atau mungkin raja anda? Jangan sekali-kali berani bertanya, jangan sekali-kali berani berbeda pemikiran dari golongan mayoritas atau anda akan diasingkan dan yang paling buruk adalah kehilangan nyawa anda. (Secara pribadi, saya lebih memilih terbunuh daripada menerima penghinaan dari masyarakat). Hal ini masih jauh dari menyelesaikan masalah. Menjadi mantan Muslim hanyalah permulaan. Ketika Neo menelan pil merah, filmnya tidak selesai dan oleh karena itu maka kita mempunyai dua (yang ditulis dengan buruk) bagian dari kelanjutan The Matrix.
Ada beberapa alasan dimana saya merasa masih diserang oleh Islam. Antara lain:
Yang pertama, saya harus hidup sebagai seorang murtad yang tertutup. Pendiri Islam seribu empat ratus tahun lalu telah memberikan alasan yang bagus pada saya:
Sahih Bukhari, Volume 9, Buku 83, nomor 17: Darah orang Muslim yang mengakui bahwa tidak ada yang lain yang layak disembah selain Allah dan bahwa aku adalah RasulNya, tidak boleh ditumpahkan selain dalam tiga hal ini: Dalam Qisas karena membunuh, seorang yang telah menikah yang mengakui perzinahan, dan seseorang yang murtad dari Islam dan meninggalkan Islam. (diulang di dalam Sahih Muslim)
Sahih Bukhari, Volume 9, Buku 84, Nomor 57: Siapapun yang mengubah agama Islamnya, bunuhlah dia. (diulang disini)
Sahih Bukhari, Volume 9, Buku 84, Nomor 58: Ada seorang laki-laki yang terbelenggu disamping Abu Muisa. Mu’adh bertanya kepadanya, “Siapakah laki-laki ini?” Abu Muisa menjawab, “Dia seorang Yahudi dan menjadi seorang Muslim dan kemudian berubah kembali menjadi Yahudi.” Lalu Abu Muisa meminta Mu’adh untuk duduk tetapi Mus’adh berkata, “Aku tidak akan duduk sebelum dia dibunuh. Itu merupakan penghakiman dari Allah dan RasulNya (untuk kasus tersebut) dan diulang sampai tiga kali. Kemudian Abu Muisa memerintahkan supaya orang itu dibunuh, dan dia dibunuh. (diulang di sini dan juga di dalam Sahih Muslim)
Argumentum ad baculum sebenarnya bukan argumentasi yang meyakinkan bagi saya untuk kembali kepada Islam, tetapi orang gila dari abad ke tujuh ini memang memberikan alasan yang baik untuk menyimpan kemurtadan bagi diri saya sendiri. Saya membencinya. Sepertinya saya dapat melihat cahaya dan dunia di luar sangkar tetapi saya tidak dapat pergi ke sana dan menikmati kehidupan yang diberikan. Saya masih harus berpura-pura menjadi Muslim. Saya tidak suka dengan diri saya ketika saya tidak menjadi diri saya sendiri. Saya tidak pernah menjadi pembohong yang baik (dan itu adalah sebuah berkat).
Saya tidak setuju bahwa saya aman dalam menjalankan kepercayaan (atau “ketidakpercayaan”) saya di alam demokrasi Barat. Sayangnya, hal tersebut lebih terlihat seperti suatu…. bagi saya setiap harinya. Hal itu membuat saya frustasi, bagaimana pihak Barat mencoba untuk menenangkan pihak yang membenci mereka dan menginginkan mereka berpindah kepercayaan, takluk, atau terbunuh.
Saya ingin menyelamatkan produk dari gerakan Kristen-Yahudi yang disebut Barat. Banyak dari mereka yang lahir di Barat tidak menghargai apa artinya dilahirkan dengan kehendak bebas, jaminan akan kebebasan berbicara, dan adanya pemisahan antara gereja dan negara. Datang dari lubang neraka Islam, maka saya dengan sukacita memelihara semua kebebasan itu. Saya tidak akan membiarkan anak-anak saya pergi ke neraka psikologi negara Islam. Saya pun tidak akan mengijinkan anak-anak anda pergi ke situ.
Islam adalah suatu ideologi politik yang berbahaya, yang memisahkan dunia menjadi “kita” melawan “mereka”, menjadi Muslim melawan kafir, menjadi Dar Al-Islam melawan Dar Al-Harb. Jika ada sesuatu yang saya inginkan untuk anda pelajari dari omong kosong yang membosankan, yaitu: orang Muslim tidak dapat hidup berdampingan dalam kedamaian dengan orang-orang non-Muslim. Orang Muslim membenci anda dan tidak akan pernah senang dengan anda kecuali anda menjadi seorang Muslim juga, seorang dhimmi yang hina, atau orang kafir yang mati:
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (Surah 9:29)
Ketika kita berbicara mengenai toleransi, yang dimaksudkan adalah salah satu dari dua hal ini: apakah Islam akan menjadi agama damai hanya ketika seluruh dunia menjadi Muslim, atau apakah kita akan mentolerir orang Yahudi, Kristen, dan Zoroastrian untuk hidup bersama kita sebagai warga kelas dua dibawah perjanjian dhimma.
Saya ingin menolong saudara-saudara Muslim saya. Mereka terinfeksi dengan penyakit Islam dan saya berharap untuk menyelamatkan mereka dari Islam. Sayangnya, saya harus meletakkan perasaan saya dan menyadari bahwa adalah hal yang mustahil melihat terjadinya kemurtadan massal. Sangat lambat mendidik mereka menjadi manusia jika dibandingkan dengan kecepatan menghasilkan mereka, dimana hal itu pun diperintahkan oleh Nabi mereka.
Pihak Barat harus belajar mengenai Islam yang sesungguhnya sehingga kita dapat melarang perpindahan penduduk Muslim dan merencanakan bagaimana cara mengatasi populasi orang Muslim yang telah hidup bersama dengan kita (saat dekat dengan kita – mereka biasanya hidup di daerah minoritas dan tertutup).
Secara umum saya telah mencoba menunjukkan jalan yang lain yang tidak terlihat demi beberapa alasan keamanan. Meski demikian, saya memperhatikan pertumbuhan para blogger murtad akhir-akhir ini, dan karena itu saya berpikir untuk memiliki blog pribadi untuk mendukung para murtadin yang berani ini. Kita harus maju bersama dimasa-masa sulit seperti ini. Tempat terbaik mana selain melalui internet dan dunia blog, dimana hal yang paling buruk yang akan kita terima hanyalah menerima surat kebencian dan caci maki? Saya sangat berterimakasih dengan adanya internet sehingga kebenaran dapat diungkapkan. Orang-orang Muslim tidak akan lagi dapat menyakiti kami karena kami menggunakan identitas yang tidak dikenal.
Saya mendorong semua orang yang murtad dari Islam untuk membuka website dan blog yang menunjukkan wajah Islam yang sesungguhnya. Kenyataannya, anda tidak perlu menulis tentang Islam dalam blog anda. Cukup menyebutkan bahwa anda adalah seorang murtadin dan menulis tentang hal yang lain. Jadikan itu menjadi pekerjaan anda, anjing anda, dan obsesi anda. Memberitahukan mengenai kemurtadan anda sudah cukup untuk menebarkan keraguan bagi orang-orang Muslim yang berpikir adalah mustahil menjadi murtad, sama seperti membagi suatu angka dengan nol.
Mari kita berdiri bersama di dalam persaudaraan bersama para prajurit yang baik ini!
Dan katakanlah: Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap; sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا (Surah. 17:81)
“Saya tidak setuju bahwa saya pasti aman dalam menjalankan kepercayaan (atau “ketidakpercayaan”) saya dalam alam demokrasi Barat. Sayangnya, hal tersebut lebih terlihat seperti suatu dhimmikrasi bagi saya setiap harinya.”
Sementara banyak orang percaya bahwa kekerasan dalam Islam tidak mewakili keseluruhan agama itu, Muslim lain menantang pihak Barat untuk membaca buku suci Islam dan melihat sendiri mengapa dan bagaimana para fundamentalis menginterpretasikan Quran dengan benar. Lebih jauh lagi, banyak orang yang telah meninggalkan Islam percaya bahwa satu-satunya jalan ke depan bagi dunia adalah untuk bersatu dan mulai menghargai dengan sungguh kebebasan yang kita nikmati, dan melakukan apa saja yang bisa dilakukan untuk menangani masalah itu.
Surat ini mengingatkan kita bahwa kebebasan yang kita nikmati sangat berharga untuk dijalani dan diperjuangkan. Basharee Mortadd kuatir bahwa pihak Barat tidak mengenal Islam sama seperti dia. Ceritanya menunjukkan apa yang salah dengan Islam dan mengapa Islam tidak tepat bagi Barat maupun dunia non-Muslim lainnya.
Kesaksian Basharee Mortadd
Saya dilahirkan dari orang tua Muslim, sama seperti orang tua saleh yang lain, sama-sama bersalah karena mengajarkan kepada anak-anak mereka suatu agama yang tidak mereka pilih sendiri. Untungnya bagi saya, saya selalu berpikiran terbuka. Saya juga cukup pandai untuk menutup mulut saya hingga saya pindah ke negara Barat. Sesudah itu, saya belajar cukup banyak mengenai Islam. Saya merasa malu dan bukannya merasa bangga, terhadap ideologi kebencian ini. Saya hampir tidak percaya bahwa saya telah mengundang orang-orang non-Muslim. Saya tidak bermaksud jahat kepada mereka. Saya mengundang mereka karena mereka adalah teman-teman saya (Saya tidak bisa membiarkan kenyataan bahwa saya tidak dapat berteman dengan orang-orang non-Muslim, dan saya mau membuang pemikiran itu jauh-jauh dari kepala saya). Saya tidak mau mereka pergi ke neraka karena saya mengasihi mereka dan saya mau “menyelamatkan” mereka dari penghukuman kekal.
Saya merasa lega karena mereka tidak tertarik dengan undangan dan khotbah saya. Orang-orang Barat sekarang ini sepertinya menjadi anti-Kristen, dimana mereka ingin berbalik kepada kepercayaan yang lain. Menjadi penganut agama yang sederhana (baca: primitif) dan dibersihkan dibersihkan oleh orang-orang Muslim penipu, mereka merasa tertarik untuk menjadi pemeluk Islam. Anda akan menemukan orang-orang kulit berwarna yang melawan apa yang mereka percayai sebagai agama orang kulit putih yang eksklusif.
Menjadi seorang mantan Muslim, orang akan mengira bahwa saya telah dibebaskan dan saya hidup dalam kebahagiaan. Anda berharap saya melanjutkan hidup saya dan meletakkan masa lalu yang gelap dan meninggalkannya di belakang. Saya sungguh berharap itulah yang terjadi. Jangan salahkan saya. Saya tidak pernah merasa dibebaskan selain bahwa itulah hari pertama dimana saya tidak lagi merasa takut terhadap khayalan mengenai Allah. Ini sungguh perasaan yang menakjubkan, menyadari bahwa anda dapat berpikir untuk diri anda sendiri, dan menjadi nabi bagi diri anda sendiri. Kenyataannya, ijinkan saya berbicara keras ketika saya mengatakan bahwa meninggalkan Islam adalah suatu prestasi intelektual yang sangat besar nilainya. Orang-orang yang tidak hidup di dalam Dar Al-Islam tidak akan dapat memahami penindasan intelektual yang dialami Muslim selama mereka hidup. Ketika anda tidak melatih otot anda, anda akan menjadi lemah secara fisik. Hal ini tidak berbeda dengan pemikiran. Jika anda tidak pernah menggunakan pikiran anda, tetapi lebih suka hidup dibawah kebudayaan yang menuntut kepatuhan (“Islam” berarti “kepatuhan”), maka kemampuan anda untuk berpikir akan memudar.
Patuh kepada siapa? Kepada orang tua anda, guru anda, imam local di mesjid anda, atau mungkin raja anda? Jangan sekali-kali berani bertanya, jangan sekali-kali berani berbeda pemikiran dari golongan mayoritas atau anda akan diasingkan dan yang paling buruk adalah kehilangan nyawa anda. (Secara pribadi, saya lebih memilih terbunuh daripada menerima penghinaan dari masyarakat). Hal ini masih jauh dari menyelesaikan masalah. Menjadi mantan Muslim hanyalah permulaan. Ketika Neo menelan pil merah, filmnya tidak selesai dan oleh karena itu maka kita mempunyai dua (yang ditulis dengan buruk) bagian dari kelanjutan The Matrix.
Ada beberapa alasan dimana saya merasa masih diserang oleh Islam. Antara lain:
Yang pertama, saya harus hidup sebagai seorang murtad yang tertutup. Pendiri Islam seribu empat ratus tahun lalu telah memberikan alasan yang bagus pada saya:
Sahih Bukhari, Volume 9, Buku 83, nomor 17: Darah orang Muslim yang mengakui bahwa tidak ada yang lain yang layak disembah selain Allah dan bahwa aku adalah RasulNya, tidak boleh ditumpahkan selain dalam tiga hal ini: Dalam Qisas karena membunuh, seorang yang telah menikah yang mengakui perzinahan, dan seseorang yang murtad dari Islam dan meninggalkan Islam. (diulang di dalam Sahih Muslim)
Sahih Bukhari, Volume 9, Buku 84, Nomor 57: Siapapun yang mengubah agama Islamnya, bunuhlah dia. (diulang disini)
Sahih Bukhari, Volume 9, Buku 84, Nomor 58: Ada seorang laki-laki yang terbelenggu disamping Abu Muisa. Mu’adh bertanya kepadanya, “Siapakah laki-laki ini?” Abu Muisa menjawab, “Dia seorang Yahudi dan menjadi seorang Muslim dan kemudian berubah kembali menjadi Yahudi.” Lalu Abu Muisa meminta Mu’adh untuk duduk tetapi Mus’adh berkata, “Aku tidak akan duduk sebelum dia dibunuh. Itu merupakan penghakiman dari Allah dan RasulNya (untuk kasus tersebut) dan diulang sampai tiga kali. Kemudian Abu Muisa memerintahkan supaya orang itu dibunuh, dan dia dibunuh. (diulang di sini dan juga di dalam Sahih Muslim)
Argumentum ad baculum sebenarnya bukan argumentasi yang meyakinkan bagi saya untuk kembali kepada Islam, tetapi orang gila dari abad ke tujuh ini memang memberikan alasan yang baik untuk menyimpan kemurtadan bagi diri saya sendiri. Saya membencinya. Sepertinya saya dapat melihat cahaya dan dunia di luar sangkar tetapi saya tidak dapat pergi ke sana dan menikmati kehidupan yang diberikan. Saya masih harus berpura-pura menjadi Muslim. Saya tidak suka dengan diri saya ketika saya tidak menjadi diri saya sendiri. Saya tidak pernah menjadi pembohong yang baik (dan itu adalah sebuah berkat).
Saya tidak setuju bahwa saya aman dalam menjalankan kepercayaan (atau “ketidakpercayaan”) saya di alam demokrasi Barat. Sayangnya, hal tersebut lebih terlihat seperti suatu…. bagi saya setiap harinya. Hal itu membuat saya frustasi, bagaimana pihak Barat mencoba untuk menenangkan pihak yang membenci mereka dan menginginkan mereka berpindah kepercayaan, takluk, atau terbunuh.
Saya ingin menyelamatkan produk dari gerakan Kristen-Yahudi yang disebut Barat. Banyak dari mereka yang lahir di Barat tidak menghargai apa artinya dilahirkan dengan kehendak bebas, jaminan akan kebebasan berbicara, dan adanya pemisahan antara gereja dan negara. Datang dari lubang neraka Islam, maka saya dengan sukacita memelihara semua kebebasan itu. Saya tidak akan membiarkan anak-anak saya pergi ke neraka psikologi negara Islam. Saya pun tidak akan mengijinkan anak-anak anda pergi ke situ.
Islam adalah suatu ideologi politik yang berbahaya, yang memisahkan dunia menjadi “kita” melawan “mereka”, menjadi Muslim melawan kafir, menjadi Dar Al-Islam melawan Dar Al-Harb. Jika ada sesuatu yang saya inginkan untuk anda pelajari dari omong kosong yang membosankan, yaitu: orang Muslim tidak dapat hidup berdampingan dalam kedamaian dengan orang-orang non-Muslim. Orang Muslim membenci anda dan tidak akan pernah senang dengan anda kecuali anda menjadi seorang Muslim juga, seorang dhimmi yang hina, atau orang kafir yang mati:
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (Surah 9:29)
Ketika kita berbicara mengenai toleransi, yang dimaksudkan adalah salah satu dari dua hal ini: apakah Islam akan menjadi agama damai hanya ketika seluruh dunia menjadi Muslim, atau apakah kita akan mentolerir orang Yahudi, Kristen, dan Zoroastrian untuk hidup bersama kita sebagai warga kelas dua dibawah perjanjian dhimma.
Saya ingin menolong saudara-saudara Muslim saya. Mereka terinfeksi dengan penyakit Islam dan saya berharap untuk menyelamatkan mereka dari Islam. Sayangnya, saya harus meletakkan perasaan saya dan menyadari bahwa adalah hal yang mustahil melihat terjadinya kemurtadan massal. Sangat lambat mendidik mereka menjadi manusia jika dibandingkan dengan kecepatan menghasilkan mereka, dimana hal itu pun diperintahkan oleh Nabi mereka.
Pihak Barat harus belajar mengenai Islam yang sesungguhnya sehingga kita dapat melarang perpindahan penduduk Muslim dan merencanakan bagaimana cara mengatasi populasi orang Muslim yang telah hidup bersama dengan kita (saat dekat dengan kita – mereka biasanya hidup di daerah minoritas dan tertutup).
Secara umum saya telah mencoba menunjukkan jalan yang lain yang tidak terlihat demi beberapa alasan keamanan. Meski demikian, saya memperhatikan pertumbuhan para blogger murtad akhir-akhir ini, dan karena itu saya berpikir untuk memiliki blog pribadi untuk mendukung para murtadin yang berani ini. Kita harus maju bersama dimasa-masa sulit seperti ini. Tempat terbaik mana selain melalui internet dan dunia blog, dimana hal yang paling buruk yang akan kita terima hanyalah menerima surat kebencian dan caci maki? Saya sangat berterimakasih dengan adanya internet sehingga kebenaran dapat diungkapkan. Orang-orang Muslim tidak akan lagi dapat menyakiti kami karena kami menggunakan identitas yang tidak dikenal.
Saya mendorong semua orang yang murtad dari Islam untuk membuka website dan blog yang menunjukkan wajah Islam yang sesungguhnya. Kenyataannya, anda tidak perlu menulis tentang Islam dalam blog anda. Cukup menyebutkan bahwa anda adalah seorang murtadin dan menulis tentang hal yang lain. Jadikan itu menjadi pekerjaan anda, anjing anda, dan obsesi anda. Memberitahukan mengenai kemurtadan anda sudah cukup untuk menebarkan keraguan bagi orang-orang Muslim yang berpikir adalah mustahil menjadi murtad, sama seperti membagi suatu angka dengan nol.
Mari kita berdiri bersama di dalam persaudaraan bersama para prajurit yang baik ini!
Dan katakanlah: Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap; sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا (Surah. 17:81)
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Pasal 18 - Saya Melewatkan Shalat dan Tidak Berubah Menjadi Batu
“Ketika berumur sekitar sepuluh tahun, ayah saya mulai mengajak saya mengikuti upacara perayaan tahunan abad ke tujuh belas dibawah kepemimpinan Imam Ali bin Hessein. Pada awalnya, saya diijinkan memukuli dada saya secara perlahan selama acara itu berlangsung. Tetapi ketika saya berumur dua belas tahun, saya diperbolehkan mencambuki badan saya dengan rantai”
Mungkin judul artikel pasal ini terdengar gila, seperti halnya tingkat pengajaran dalam Islam yang dipercayai oleh Esfahani. Dari waktu ke waktu kita mendengar tentang pengajaran Islam yang menebarkan benih kebencian dan ketakutan terhadap pemikiran yang berbeda, termasuk terhadap kebebasan. Sekarang, Esfahani telah murtad namun ia masih menghadapi masalah bagaimana ia harus membesarkan anak-anaknya tanpa sebuah keyakinan. Sungguh, bagi seseorang yang meninggalkan Islam, tidak jadi masalah jika ia tidak lagi menghadiri shalat Jumat, tetapi yang sulit adalah bagaimana mengubah secara keseluruhan cara hidup mereka. Sebagai akibatnya, mereka yang meninggalkan Islam seringkali dikucilkan, ditolak, dan diganggu. Kepada siapa mereka dapat berpaling untuk mendapatkan dukungan; bukan hanya bagi diri mereka sendiri tetapi juga bagi keluarga mereka? Bukankah ini kenyataan yang menyedihkan yang membuat semua kisah-kisah ini semakin memprihatinkan.
Kesaksian Esfahani sangat sederhana: lebih baik membesarkan keluarga di luar Islam daripada dalam Islam. Dia telah berhasil meninggalkan Islam, dan dia mendorong negara-negara Barat untuk memperhatikan bahaya yang muncul dari agama ini.
Kesaksian Esfahani
Saya seorang pria berumur empat puluh tujuh tahun., sudah menikah dan mempunyai dua orang anak. Saya berasal dari Esfahan. Kota asal saya, Esfahan, dianggap sebagai kota yang paling religius di Iran. Esfahanis, secara umum, telah menjadi sumber dari kepercayaan dari rezim Islam di Iran. Kota kelahiran saya terkenal sebagai “nomor satu” penyedia para martir, agen rahasia, penyiksa, sipir penjara, mullah, dan kaum intelektual, politikus serta sarjana yang religius sejak revolusi pada tahun 1979. Saya dibesarkan di lingkungan keagamaan yang sangat khas dari keluarga Esfahani.
Saya dilahirkan bulan Oktober tahun 1961. Saya anak ketiga dari lima bersaudara. Seperti orang Iran lainnya, kami adalah penganut Shiah. Kami bukan orang yang fanatik, tetapi kami merupakan keluarga yang paling saleh di lingkungan tetangga kami. Kesalehan orang tua saya, menjadi hal yang sangat menonjol bagi saya semasa kanak-kanak saya.
Ayah saya selalu memastikan bahwa anak-anaknya melakukan shalat harian, dan ketika kami mulai dewasa, dia melihat bahwa kami melakukan puasa selama bulan Ramadan. Ketika saya berumur sekitar sepuluh tahun, ayah saya mulai menarik saya menghadiri upacara perayaan tahunan abad ke tujuh belas atas kepemimpinan Imam Ali bin Hessein. Pada awalnya, saya diijinkan untuk memukul dada saya perlahan-lahan selama acara berlangsung; tetapi ketika saya berumur dua belas tahun, saya diperbolehkan mencambuk diri saya sendiri dengan rantai. Beberapa tahun kemudian, saat saya tengah belajar di sekolah menengah atas, saya seringkali menyendiri di dalam mesjid sekolah selama shalat tengah hari. Ini adalah suasana yang paling saya idamkan untuk bisa saya nikmati, yaitu ketika saya masih berusia sepuluh tahun.
Akhir tahun 1970, ketidakpuasan terhadap Shah meluas. Banyak orang Iran mulai membuka sikap perlawanan mereka terhadap Shah dan memberi dukungan kepada Khomeini. Ketika gelombang perlawanan ini mencapai Esfahan, saya terlibat dengan revolusi tersebut. Pada awalnya, saya terlibat dalam kegiatan sebuah kelompok yang melawan Shah dengan alasan keagamaan. Kelompok ini menyusun penutupan sekolah-sekolah di Esfahan dan mendorong kelompok usaha yang ada di pasar-pasar di tengah kota supaya menutup usaha mereka sebagai pernyataan solidaritas mereka. Saya juga bergabung dengan kelompok massa untuk merusak bank-bank dan institusi lain yang selama ini menjadi tempat bergantung rezim Shah Iran.
Akhir tahun 1978, saya mendapat balasan dari saudara sepupu tertua saya. Sepupu saya itu pun mendukung penggulingan rezim Shah, tetapi ia bergabung dengan kelompok sosial yang mempunyai visi bagi masa depan Iran yang berlawanan dengan visi dari kelompok keagamaan. Kami banyak berdiskusi tentang revolusi. Saya ingat percakapan saya dimana sepupu saya memandang rendah pandangan keagamaan saya.
Ketika sepupu saya menjelaskan alasan yang bukan bersifat keagamaan, mengapa ia menentang Shah, saya merasa malu dan bodoh. Pada hari itu, saya membuat keputusan untuk meninggalkan shalat malam hari yang selama ini biasa saya lakukan. Saat saya tertidur, saya berpikir bahwa saya sepertinya tidak akan bangun keesokan harinya. Seperti yang saya perkirakan – juga yang orang tua saya perkirakan – bahwa saya akan berubah menjadi batu. Ketika saya terbangun, ternyata saya tetap memiliki tubuh dengan darah dan daging. Karena itu keesokan harinya, saya meninggalkan Islam! Pada hari ini, sudah hampir tiga puluh tahun, saya masih merasa memiliki perasaan yang bertentangan mengenai perubahan yang mendadak itu. Meskipun demikian, perubahan ini telah berakar kuat, sebab saya belum pernah merasa dicobai sedemikian kuatnya untuk berbalik kembali kepada Islam.
Bagaimana kami menggulingkan Shah Iran? Apa yang saya alami sebagai seorang tentara di angkatan bersenjata Iran di Mehran selama perang Iran-Irak. Bagaimana saya bisa secepatnya melarikan diri melewati perbatasan Pakistan, berbalik arah ke Barat menuju Meksiko dan menyeberangi sungai Rio Grande untuk masuk ke wilayah Amerika Serikat? Seluruh cerita ini tidak memiliki kaitan dengan mengapa saya menuliskan kesaksian ini bagi anda. Apa yang telah saya ceritakan pada anda sejauh ini hanyalah sebuah cerita pendek tentang apa yang saya lakukan hari ini dan bagaimana saya mendapatkannya.
Pada hari ini, saya memiliki dua orang anak. Tujuan saya sebagai ayah bagi mereka adalah menunjukkan makna kehormatan dan memberikan mereka tuntunan. Anak-anak saya selalu bertanya kepada saya dan saya acapkali membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk menjawabnya. Sebelum saya memutuskan menjadi seorang ayah, saya pikir alangkah baiknya mengajar anak-anak saya agar mereka menjadi manusia yang penuh kasih, tahu memberi hormat, dan bertoleransi kepada semua orang. Pikiran saya ditujukan untuk membesarkan mereka agar bebas dari ikatan semua agama dengan sebuah pemikiran yang tidak dibatasi oleh Tuhan yang Maha Kuasa. Apa yang gagal saya antisipasi adalah kenyataan bahwa masyarakat kita dibentuk melalui bagaimana kebudayaan serta kepercayaan yang lainnya mempengaruhi kita.
Apa yang seharusnya saya lakukan ketika anak-anak saya pulang dari sekolah dan merasa penasaran mengapa teman sekelas mereka memiliki cerita tentang pengalaman liburan akhir pekan mereka di Senegal, di Gereja, Mesjid dan Kuil yang bisa mereka bagikan dengan teman-temannya yang lain, sementara anak- anak saya bahkan tidak mengetahui tempat-tempat apakah itu? Bagaimana saya harus menjawab pertanyaan mereka, mengenai Ramadan orang Muslim, Natalnya orang Kristen, dan perayaan Yom Kippurnya orang Yahudi: “Ayah kapan dan apa yang akan kita rayakan?” Bagaimana saya menjelaskan makna dari tulisan “Di dalam Tuhan kita percaya” sebagaimana yang tertera pada mata uang kita? Secara ringkas, bagaimana saya membebaskan keluarga saya dari jebakan keagamaan sementara Undang-undang dasar hanya menjamin kebebasan beragama?
“Ketika berumur sekitar sepuluh tahun, ayah saya mulai mengajak saya mengikuti upacara perayaan tahunan abad ke tujuh belas dibawah kepemimpinan Imam Ali bin Hessein. Pada awalnya, saya diijinkan memukuli dada saya secara perlahan selama acara itu berlangsung. Tetapi ketika saya berumur dua belas tahun, saya diperbolehkan mencambuki badan saya dengan rantai”
Mungkin judul artikel pasal ini terdengar gila, seperti halnya tingkat pengajaran dalam Islam yang dipercayai oleh Esfahani. Dari waktu ke waktu kita mendengar tentang pengajaran Islam yang menebarkan benih kebencian dan ketakutan terhadap pemikiran yang berbeda, termasuk terhadap kebebasan. Sekarang, Esfahani telah murtad namun ia masih menghadapi masalah bagaimana ia harus membesarkan anak-anaknya tanpa sebuah keyakinan. Sungguh, bagi seseorang yang meninggalkan Islam, tidak jadi masalah jika ia tidak lagi menghadiri shalat Jumat, tetapi yang sulit adalah bagaimana mengubah secara keseluruhan cara hidup mereka. Sebagai akibatnya, mereka yang meninggalkan Islam seringkali dikucilkan, ditolak, dan diganggu. Kepada siapa mereka dapat berpaling untuk mendapatkan dukungan; bukan hanya bagi diri mereka sendiri tetapi juga bagi keluarga mereka? Bukankah ini kenyataan yang menyedihkan yang membuat semua kisah-kisah ini semakin memprihatinkan.
Kesaksian Esfahani sangat sederhana: lebih baik membesarkan keluarga di luar Islam daripada dalam Islam. Dia telah berhasil meninggalkan Islam, dan dia mendorong negara-negara Barat untuk memperhatikan bahaya yang muncul dari agama ini.
Kesaksian Esfahani
Saya seorang pria berumur empat puluh tujuh tahun., sudah menikah dan mempunyai dua orang anak. Saya berasal dari Esfahan. Kota asal saya, Esfahan, dianggap sebagai kota yang paling religius di Iran. Esfahanis, secara umum, telah menjadi sumber dari kepercayaan dari rezim Islam di Iran. Kota kelahiran saya terkenal sebagai “nomor satu” penyedia para martir, agen rahasia, penyiksa, sipir penjara, mullah, dan kaum intelektual, politikus serta sarjana yang religius sejak revolusi pada tahun 1979. Saya dibesarkan di lingkungan keagamaan yang sangat khas dari keluarga Esfahani.
Saya dilahirkan bulan Oktober tahun 1961. Saya anak ketiga dari lima bersaudara. Seperti orang Iran lainnya, kami adalah penganut Shiah. Kami bukan orang yang fanatik, tetapi kami merupakan keluarga yang paling saleh di lingkungan tetangga kami. Kesalehan orang tua saya, menjadi hal yang sangat menonjol bagi saya semasa kanak-kanak saya.
Ayah saya selalu memastikan bahwa anak-anaknya melakukan shalat harian, dan ketika kami mulai dewasa, dia melihat bahwa kami melakukan puasa selama bulan Ramadan. Ketika saya berumur sekitar sepuluh tahun, ayah saya mulai menarik saya menghadiri upacara perayaan tahunan abad ke tujuh belas atas kepemimpinan Imam Ali bin Hessein. Pada awalnya, saya diijinkan untuk memukul dada saya perlahan-lahan selama acara berlangsung; tetapi ketika saya berumur dua belas tahun, saya diperbolehkan mencambuk diri saya sendiri dengan rantai. Beberapa tahun kemudian, saat saya tengah belajar di sekolah menengah atas, saya seringkali menyendiri di dalam mesjid sekolah selama shalat tengah hari. Ini adalah suasana yang paling saya idamkan untuk bisa saya nikmati, yaitu ketika saya masih berusia sepuluh tahun.
Akhir tahun 1970, ketidakpuasan terhadap Shah meluas. Banyak orang Iran mulai membuka sikap perlawanan mereka terhadap Shah dan memberi dukungan kepada Khomeini. Ketika gelombang perlawanan ini mencapai Esfahan, saya terlibat dengan revolusi tersebut. Pada awalnya, saya terlibat dalam kegiatan sebuah kelompok yang melawan Shah dengan alasan keagamaan. Kelompok ini menyusun penutupan sekolah-sekolah di Esfahan dan mendorong kelompok usaha yang ada di pasar-pasar di tengah kota supaya menutup usaha mereka sebagai pernyataan solidaritas mereka. Saya juga bergabung dengan kelompok massa untuk merusak bank-bank dan institusi lain yang selama ini menjadi tempat bergantung rezim Shah Iran.
Akhir tahun 1978, saya mendapat balasan dari saudara sepupu tertua saya. Sepupu saya itu pun mendukung penggulingan rezim Shah, tetapi ia bergabung dengan kelompok sosial yang mempunyai visi bagi masa depan Iran yang berlawanan dengan visi dari kelompok keagamaan. Kami banyak berdiskusi tentang revolusi. Saya ingat percakapan saya dimana sepupu saya memandang rendah pandangan keagamaan saya.
Ketika sepupu saya menjelaskan alasan yang bukan bersifat keagamaan, mengapa ia menentang Shah, saya merasa malu dan bodoh. Pada hari itu, saya membuat keputusan untuk meninggalkan shalat malam hari yang selama ini biasa saya lakukan. Saat saya tertidur, saya berpikir bahwa saya sepertinya tidak akan bangun keesokan harinya. Seperti yang saya perkirakan – juga yang orang tua saya perkirakan – bahwa saya akan berubah menjadi batu. Ketika saya terbangun, ternyata saya tetap memiliki tubuh dengan darah dan daging. Karena itu keesokan harinya, saya meninggalkan Islam! Pada hari ini, sudah hampir tiga puluh tahun, saya masih merasa memiliki perasaan yang bertentangan mengenai perubahan yang mendadak itu. Meskipun demikian, perubahan ini telah berakar kuat, sebab saya belum pernah merasa dicobai sedemikian kuatnya untuk berbalik kembali kepada Islam.
Bagaimana kami menggulingkan Shah Iran? Apa yang saya alami sebagai seorang tentara di angkatan bersenjata Iran di Mehran selama perang Iran-Irak. Bagaimana saya bisa secepatnya melarikan diri melewati perbatasan Pakistan, berbalik arah ke Barat menuju Meksiko dan menyeberangi sungai Rio Grande untuk masuk ke wilayah Amerika Serikat? Seluruh cerita ini tidak memiliki kaitan dengan mengapa saya menuliskan kesaksian ini bagi anda. Apa yang telah saya ceritakan pada anda sejauh ini hanyalah sebuah cerita pendek tentang apa yang saya lakukan hari ini dan bagaimana saya mendapatkannya.
Pada hari ini, saya memiliki dua orang anak. Tujuan saya sebagai ayah bagi mereka adalah menunjukkan makna kehormatan dan memberikan mereka tuntunan. Anak-anak saya selalu bertanya kepada saya dan saya acapkali membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk menjawabnya. Sebelum saya memutuskan menjadi seorang ayah, saya pikir alangkah baiknya mengajar anak-anak saya agar mereka menjadi manusia yang penuh kasih, tahu memberi hormat, dan bertoleransi kepada semua orang. Pikiran saya ditujukan untuk membesarkan mereka agar bebas dari ikatan semua agama dengan sebuah pemikiran yang tidak dibatasi oleh Tuhan yang Maha Kuasa. Apa yang gagal saya antisipasi adalah kenyataan bahwa masyarakat kita dibentuk melalui bagaimana kebudayaan serta kepercayaan yang lainnya mempengaruhi kita.
Apa yang seharusnya saya lakukan ketika anak-anak saya pulang dari sekolah dan merasa penasaran mengapa teman sekelas mereka memiliki cerita tentang pengalaman liburan akhir pekan mereka di Senegal, di Gereja, Mesjid dan Kuil yang bisa mereka bagikan dengan teman-temannya yang lain, sementara anak- anak saya bahkan tidak mengetahui tempat-tempat apakah itu? Bagaimana saya harus menjawab pertanyaan mereka, mengenai Ramadan orang Muslim, Natalnya orang Kristen, dan perayaan Yom Kippurnya orang Yahudi: “Ayah kapan dan apa yang akan kita rayakan?” Bagaimana saya menjelaskan makna dari tulisan “Di dalam Tuhan kita percaya” sebagaimana yang tertera pada mata uang kita? Secara ringkas, bagaimana saya membebaskan keluarga saya dari jebakan keagamaan sementara Undang-undang dasar hanya menjamin kebebasan beragama?
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Pasal 19 - Dilahirkan Ke Dalam Islam, Dibesarkan di Amerika Serikat
“Presiden Bush dan yang lain melakukan kesalahan fatal ketika mereka berkata bahwa Islam adalah iman yang agung dan penuh kedamaian, namun ada sekelompok ekstremis membajaknya. Pada kenyataannya, Islam adalah iman yang keji dan penuh dengan kekerasan yang menyebabkan munculnya para ekstremis”
Banyak orang berpendapat bahwa kekerasan keji yang ada dalam Islam diilhami melalui interpretasi harafiah terhadap Qur’an. Meskipun, sejumlah mantan Muslim berpendapat bahwa kekerasan keji tersebut merupakan fakta dari pengungkapan Islam yang benar, adalah hal yang menarik untuk dicatat di sini bahwa kesaksian itu tidak muncul dari Timur Tengah atau dari negara Islam, tetapi dari negara Amerika Serikat, suatu tempat dimana mereka bebas mempertanyakan ungkapan bahwa Islam adalah sebuah agama damai.
Tulisan ini mendorong kita semua untuk menyadari bahwa Islam adalah bagian dari masalah, dan bukan penyelesaian atas masalah. Kita perlu menemukan langkah apa yang dapat dilakukan supaya kita berhasil mengalahkannya. Dan apabila kita tidak melawannya, kita yang ada di Barat atau pun di negara-negara non-Muslim lainnya akan menemukan diri kita berada di bawah kekuatan yang menindas.
Kesaksian dari seorang yang murtad yang menemukan kebebasan di Amerika Serikat
Saya dilahirkan di sebuah negara Islam oleh orang tua Muslim, tetapi saya dibesarkan di Amerika Serikat. Sepanjang hidup saya, saya mengakui diri saya sebagai seorang Muslim, dan saya menangani gudang persenjataan besar yang berisi pembelaan, penjelasan dan penyangkalan buta untuk mempromosikan dan mempertahankan Islam. Tentu saja, saya belum pernah sekali pun membaca Qur’an, dan saya percaya secara eksklusif pada apa yang saya dengar dari orang tua, keluarga, teman-teman Muslim saya, dan media-media Islam.
Hingga pada suatu hari, saat berusia dua puluh enam tahun, saya memutuskan untuk membaca Qur’an supaya saya menjadi seorang “Muslim yang lebih baik”. Tiga halaman pertama sangat mengejutkan saya sebab saya menemukan ketidaklogisan dan kontradiksi yang sangat nyata, yang muncuk melalui klaim yang terus-menerus bahwa Allah adalah “Maha pemurah” dan “Maha pengasih”.
Ketika membacanya, saya memejamkan mata saya, menggertakkan gigi saya, menggenggam tangan saya dengan erat dengan keyakinan yang pasti bahwa semua itu pada waktunya akan dapat dijelaskan dan akan menjadi lebih baik di dalam pemahaman saya. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, karena yang saya lihat malahan semakin memburuk.
Setelah selesai membaca Qur’an, saya menyadari bahwa saya tidak mungkin mengabsahkan Islam sebagai sebuah kepercayaan, sebuah filosofi, sebuah standar moral, sebuah norma etika, ataupun sebagai sebuah khayalan yang berguna. Saya memutuskan bahwa filosofi dan gambaran Allah tersebut hanya dapat muncul dari orang yang sangat terganggu dan melenceng, dan yang sedang mengalami kesakitan disebabkan oleh segregasi yang sangat parah yang berasal dari kelemahan manusiawi.
Sejak tahun 1996, saya membaca dan membaca ulang Qur’an dan Hadis (yang isinya bahkan lebih buruk daripada Qur’an), dan saya selalu memperoleh kesimpulan yang sama – Islam adalah sebuah bencana mutlak bagi seluruh dunia, bagi orang Kristen, Yahudi, penyembah berhala, atheis, wanita, anak-anak, dan lebih dari semuanya itu, bagi umat Muslim sendiri.
Saya telah mendiskusikan kelemahan mendasar Islam tanpa henti dengan banyak anggota keluarga dan teman-teman saya, namun tak seorangpun dapat memberikan tanggapan yang memadai. Tidak seorangpun dapat menghasilkan sebuah cerita yang dapat dipercayai, yang menunjukkan bahwa Islam bermanfaat atau berdampak positif bagi dunia. Dari para pembela Islam, saya mendengar tuduhan mereka yang mengatakan bahwa orang Yahudi bertanggungjawab atas pengkhianatan saya. Saya mendengar tuduhan mereka bahwa otak saya telah “dicuci” oleh media massa, yang menurut mereka adalah Yahudi. Saya mendengar bahwa saya harus memahami “sejarah” Islam untuk mengerti ketidaklogisan yang tak terbatas, kekejaman, ketidakkonsistenan internal, dan ketidakadilan. Saya mendengar bahwa seseorang, di sebuah negara Islam, dapat menjawab secara meyakinkan pertanyaan saya, tetapi orang-orang yang telah berdiskusi dengan saya hanya dapat mengatakan bahwa ada banyak penjelasan yang baik, namun sangat disayangkan bahwa mereka sendiri tidak bisa memberikan penjelasan itu kepada saya.
Tentu saja, ketika orang Muslim bijak yang mereka katakan itu muncul, mereka sendiri tidak dapat menjawab pertanyaan, dan mereka mengatakan hal yang sama: “Itu karena orang Yahudi, dan karena media massa.” Saya tidak cukup mengetahui mengenai sejarah Islam sehingga bisa mengerti, dan mereka berkata kepada saya bahwa mereka mengetahui seseorang yang jauhnya delapan ribu mil yang dapat menjelaskannya kepada saya. Akhirnya, tidak seorangpun dapat dengan jelas menerangkan Qur’an dengan memuaskan, selain bahwa di dalamnya penuh dengan kesewenang-wenangan, kekejaman, ketidakadilan, kejahatan, dan bukti-bukti yang satu sama lainnya saling bertentangan. Saya tidak menggunakan terminologi itu secara ringan, atau dengan tidak tepat atau secara emosional. Ini adalah sebuah fakta yang benar-benar tidak berpihak bahwa Islam – sebagaimana yang ditulis dalam Qur’an – adalah sebuah kesewenang-wenangan, kekejaman, ketidakadilan, dan sesuatu yang jahat. Dan itu semua bisa dibuktikan secara terus-menerus bahwa pendiri “agama” ini adalah seorang yang sakit dan bisa dikategorikan sebagai bentuk yang paling buruk dari kelemahan manusia.
Tentu saja, hidup saya telah meningkat secara dramatis semenjak saya membaca Qur’an dan menyadari dari mana datangnya kelemahan manusia. Saya berharap bahwa semua orang Muslim akan membaca Qur’an dan berpikir tentang apakah agama ini datang dari orang yang baik atau buruk, dari sebuah kepandaian manusia atau dari kebodohan, dari yang baik atau jahat, dari kasih sayang atau kekejaman, dari keadilan atau ketidakadilan, dari kesopanan atau kebejatan – bagaimanapun juga seseorang ingin memberikan definisi atas istilah-istilah tersebut.
Islam, pada hakekatnya adalah problem bagi seluruh dunia, tetapi problem terbesar adalah bagi orang Muslim itu sendiri. Sangat disayangkan, untuk menambah kehancuran diri mereka dengan Islam, sebagian dunia non-Muslim ternyata lebih suka mengakhiri hidupnya selagi Muslim sejati tengah mengumpulkan senjata-senjata yang dibutuhkan untuk menghancurkan dunia.
Merupakan kenyataan bahwa orang-orang yang saya sebut “berpura-pura menjadi Muslim” – merupakan kelompok mayoritas yang menyebut diri mereka Muslim – dan mereka tidak mengkategorikan diri mereka ke dalam tahyul yang disebut Islam atau sebagai sekelompok orang-orang percaya sejati yang sangat bergantung pada mereka yang hanya berpura-pura saja menjadi Muslim, supaya mereka bisa tetap kuat dan memiliki kedudukan yang sah di hadapan masyarakat umum. Presiden Bush dan yang lainnya melakukan kesalahan fatal ketika mereka berkata bahwa Islam adalah iman yang agung dan penuh kedamaian, namun ada sekelompok ekstremis membajaknya. Pada kenyataannya, Islam adalah iman yang keji dan penuh dengan kekerasan yang menyebabkan munculnya para ekstremis, dan ini pun adalah iman yang telah dibajak oleh orang-orang yang hanya berpura-pura saja menjadi Muslim, yang melalui kesusilaan manusiawi mereka, mereka telah memberikan kepada agama yang sebenarnya hanyalah sebuah tahyul barbar ini sebuah wajah seolah-olah ia tampak seperti sesuatu yang baik bagi mereka yang tidak memiliki pengetahuan.
“Presiden Bush dan yang lain melakukan kesalahan fatal ketika mereka berkata bahwa Islam adalah iman yang agung dan penuh kedamaian, namun ada sekelompok ekstremis membajaknya. Pada kenyataannya, Islam adalah iman yang keji dan penuh dengan kekerasan yang menyebabkan munculnya para ekstremis”
Banyak orang berpendapat bahwa kekerasan keji yang ada dalam Islam diilhami melalui interpretasi harafiah terhadap Qur’an. Meskipun, sejumlah mantan Muslim berpendapat bahwa kekerasan keji tersebut merupakan fakta dari pengungkapan Islam yang benar, adalah hal yang menarik untuk dicatat di sini bahwa kesaksian itu tidak muncul dari Timur Tengah atau dari negara Islam, tetapi dari negara Amerika Serikat, suatu tempat dimana mereka bebas mempertanyakan ungkapan bahwa Islam adalah sebuah agama damai.
Tulisan ini mendorong kita semua untuk menyadari bahwa Islam adalah bagian dari masalah, dan bukan penyelesaian atas masalah. Kita perlu menemukan langkah apa yang dapat dilakukan supaya kita berhasil mengalahkannya. Dan apabila kita tidak melawannya, kita yang ada di Barat atau pun di negara-negara non-Muslim lainnya akan menemukan diri kita berada di bawah kekuatan yang menindas.
Kesaksian dari seorang yang murtad yang menemukan kebebasan di Amerika Serikat
Saya dilahirkan di sebuah negara Islam oleh orang tua Muslim, tetapi saya dibesarkan di Amerika Serikat. Sepanjang hidup saya, saya mengakui diri saya sebagai seorang Muslim, dan saya menangani gudang persenjataan besar yang berisi pembelaan, penjelasan dan penyangkalan buta untuk mempromosikan dan mempertahankan Islam. Tentu saja, saya belum pernah sekali pun membaca Qur’an, dan saya percaya secara eksklusif pada apa yang saya dengar dari orang tua, keluarga, teman-teman Muslim saya, dan media-media Islam.
Hingga pada suatu hari, saat berusia dua puluh enam tahun, saya memutuskan untuk membaca Qur’an supaya saya menjadi seorang “Muslim yang lebih baik”. Tiga halaman pertama sangat mengejutkan saya sebab saya menemukan ketidaklogisan dan kontradiksi yang sangat nyata, yang muncuk melalui klaim yang terus-menerus bahwa Allah adalah “Maha pemurah” dan “Maha pengasih”.
Ketika membacanya, saya memejamkan mata saya, menggertakkan gigi saya, menggenggam tangan saya dengan erat dengan keyakinan yang pasti bahwa semua itu pada waktunya akan dapat dijelaskan dan akan menjadi lebih baik di dalam pemahaman saya. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, karena yang saya lihat malahan semakin memburuk.
Setelah selesai membaca Qur’an, saya menyadari bahwa saya tidak mungkin mengabsahkan Islam sebagai sebuah kepercayaan, sebuah filosofi, sebuah standar moral, sebuah norma etika, ataupun sebagai sebuah khayalan yang berguna. Saya memutuskan bahwa filosofi dan gambaran Allah tersebut hanya dapat muncul dari orang yang sangat terganggu dan melenceng, dan yang sedang mengalami kesakitan disebabkan oleh segregasi yang sangat parah yang berasal dari kelemahan manusiawi.
Sejak tahun 1996, saya membaca dan membaca ulang Qur’an dan Hadis (yang isinya bahkan lebih buruk daripada Qur’an), dan saya selalu memperoleh kesimpulan yang sama – Islam adalah sebuah bencana mutlak bagi seluruh dunia, bagi orang Kristen, Yahudi, penyembah berhala, atheis, wanita, anak-anak, dan lebih dari semuanya itu, bagi umat Muslim sendiri.
Saya telah mendiskusikan kelemahan mendasar Islam tanpa henti dengan banyak anggota keluarga dan teman-teman saya, namun tak seorangpun dapat memberikan tanggapan yang memadai. Tidak seorangpun dapat menghasilkan sebuah cerita yang dapat dipercayai, yang menunjukkan bahwa Islam bermanfaat atau berdampak positif bagi dunia. Dari para pembela Islam, saya mendengar tuduhan mereka yang mengatakan bahwa orang Yahudi bertanggungjawab atas pengkhianatan saya. Saya mendengar tuduhan mereka bahwa otak saya telah “dicuci” oleh media massa, yang menurut mereka adalah Yahudi. Saya mendengar bahwa saya harus memahami “sejarah” Islam untuk mengerti ketidaklogisan yang tak terbatas, kekejaman, ketidakkonsistenan internal, dan ketidakadilan. Saya mendengar bahwa seseorang, di sebuah negara Islam, dapat menjawab secara meyakinkan pertanyaan saya, tetapi orang-orang yang telah berdiskusi dengan saya hanya dapat mengatakan bahwa ada banyak penjelasan yang baik, namun sangat disayangkan bahwa mereka sendiri tidak bisa memberikan penjelasan itu kepada saya.
Tentu saja, ketika orang Muslim bijak yang mereka katakan itu muncul, mereka sendiri tidak dapat menjawab pertanyaan, dan mereka mengatakan hal yang sama: “Itu karena orang Yahudi, dan karena media massa.” Saya tidak cukup mengetahui mengenai sejarah Islam sehingga bisa mengerti, dan mereka berkata kepada saya bahwa mereka mengetahui seseorang yang jauhnya delapan ribu mil yang dapat menjelaskannya kepada saya. Akhirnya, tidak seorangpun dapat dengan jelas menerangkan Qur’an dengan memuaskan, selain bahwa di dalamnya penuh dengan kesewenang-wenangan, kekejaman, ketidakadilan, kejahatan, dan bukti-bukti yang satu sama lainnya saling bertentangan. Saya tidak menggunakan terminologi itu secara ringan, atau dengan tidak tepat atau secara emosional. Ini adalah sebuah fakta yang benar-benar tidak berpihak bahwa Islam – sebagaimana yang ditulis dalam Qur’an – adalah sebuah kesewenang-wenangan, kekejaman, ketidakadilan, dan sesuatu yang jahat. Dan itu semua bisa dibuktikan secara terus-menerus bahwa pendiri “agama” ini adalah seorang yang sakit dan bisa dikategorikan sebagai bentuk yang paling buruk dari kelemahan manusia.
Tentu saja, hidup saya telah meningkat secara dramatis semenjak saya membaca Qur’an dan menyadari dari mana datangnya kelemahan manusia. Saya berharap bahwa semua orang Muslim akan membaca Qur’an dan berpikir tentang apakah agama ini datang dari orang yang baik atau buruk, dari sebuah kepandaian manusia atau dari kebodohan, dari yang baik atau jahat, dari kasih sayang atau kekejaman, dari keadilan atau ketidakadilan, dari kesopanan atau kebejatan – bagaimanapun juga seseorang ingin memberikan definisi atas istilah-istilah tersebut.
Islam, pada hakekatnya adalah problem bagi seluruh dunia, tetapi problem terbesar adalah bagi orang Muslim itu sendiri. Sangat disayangkan, untuk menambah kehancuran diri mereka dengan Islam, sebagian dunia non-Muslim ternyata lebih suka mengakhiri hidupnya selagi Muslim sejati tengah mengumpulkan senjata-senjata yang dibutuhkan untuk menghancurkan dunia.
Merupakan kenyataan bahwa orang-orang yang saya sebut “berpura-pura menjadi Muslim” – merupakan kelompok mayoritas yang menyebut diri mereka Muslim – dan mereka tidak mengkategorikan diri mereka ke dalam tahyul yang disebut Islam atau sebagai sekelompok orang-orang percaya sejati yang sangat bergantung pada mereka yang hanya berpura-pura saja menjadi Muslim, supaya mereka bisa tetap kuat dan memiliki kedudukan yang sah di hadapan masyarakat umum. Presiden Bush dan yang lainnya melakukan kesalahan fatal ketika mereka berkata bahwa Islam adalah iman yang agung dan penuh kedamaian, namun ada sekelompok ekstremis membajaknya. Pada kenyataannya, Islam adalah iman yang keji dan penuh dengan kekerasan yang menyebabkan munculnya para ekstremis, dan ini pun adalah iman yang telah dibajak oleh orang-orang yang hanya berpura-pura saja menjadi Muslim, yang melalui kesusilaan manusiawi mereka, mereka telah memberikan kepada agama yang sebenarnya hanyalah sebuah tahyul barbar ini sebuah wajah seolah-olah ia tampak seperti sesuatu yang baik bagi mereka yang tidak memiliki pengetahuan.
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Pasal 20 - Kesaksian Saya Meninggalkan Islam
“[setelah meninggalkan Islam], saya mulai kuliah.. saya memilih apa yang ingin saya kenakan, saya memilih bagaimana saya hidup. Saya membawa anak-anak saya menjauh dari pengaruh yang merusak dari Islam. Saya berharap banyak orang Muslim dapat meninggalkan Islam tahun ini dan tahun-tahun berikutnya sampai tidak seorangpun tersisah.”
Sementara serangan teror telah menggoncangkan dunia, beberapa orang yang murtad telah mengalami bentuk terorisme dan penyiksaan terhadap mereka dalam rumah mereka sendiri. Dalam cerita Shara kita belajar bagaimana penyiksaan dan tirani terjadi di tengah-tengah keluarga Islam ditolerir dan bagaimana hal seperti itu bahkan bisa terjadi dalam sebuah keluarga di Inggris. Sungguh, pada beberapa tahun terakhir ini kita menyaksikan istilah dan efek dari “pembunuhan demi menjaga kehormatan” di banyak kota di Barat. Kesaksian Shara memberikan bukti lebih banyak lagi bahwa wanita secara berkala menderita di bawah Islam – bahkan ketika mereka hidup di negara Barat.
Kesaksian Shara
Ayah saya, seorang Maroko, datang ke Inggris di awal tahun 70 an. Dia mengajukan visa mahasiswa pada waktu itu, dan urusan imigrasi tidaklah sesulit seperti saat ini.
Dia adalah seorang Muslim yang sangat taat pada waktu itu dan memiliki jiwa pemberontak. Dia bertemu dengan ibu saya, seorang warga negara Inggris, tidak beberapa lama setelah dia tiba di Inggris. Dan setelah bertemu dengannya beberapa kali, dia memutuskan untuk menikahinya.
Ibu saya berumur 16 tahun ketika menikah dengan ayah saya, dan ibu saya masih tidak sadar akan orang Muslim dan kebenaran tentang mereka. Setelah sekian tahun menikah, kakak perempuan saya lahir; keadaan menjadi tidak baik diantara orang tua saya. Ayah saya menjadi kasar dan seringkali mencambuk ibu saya hanya karena hal-hal sepele seperti, masakan yang terlalu asing dan lain sebagainya.
Ayah saya selalu memaksa ibu saya untuk menjadi seorang wanita Muslim, dan cintanya pada suaminya berarti bahwa dia tinggal di rumah dan melahirkan saya setelah kakak perempuan saya berusia dua tahun. Ibu saya kemudian melahirkan adik perempuan saya empat tahun kemudian.
Sebagai seorang pria Muslim, ayah saya bertambah marah dengan kenyataan bahwa ibu saya hanya melahirkan tiga anak perempuan. Dia memukul ibu saya dengan keras sehingga ia dirawat di rumah sakit. Para dokter dipaksa untuk menghilangkan lukanya di tempat dimana ia dipukuli dengan keras. Ini hanya satu-satunya jalan untuk menyelamatkan hidupnya. Ketika ibu saya sadar, ayah saya dengan baik-baik mengatakan kepadanya bahwa dia akan menceraikan ibu saya karena dia tidak dapat lagi melahirkan, dan sebagai laki-laki dia membutuhkan seorang anak laki-laki.
Ibu saya melarikan diri dari ayah saya dan kami. Ketika adik saya berumur enam bulan, ibu saya mengemasi barang-barangnya dan meninggalkan kehidupan kami untuk kebaikan; kami tidak pernah melihatnya lagi sampai saya berumur dua puluh tahun (tetapi hal itu adalah cerita yang lain). Saya baru berumur empat tahun pada waktu itu, dan belum cukup dewasa untuk memahami mengapa dia meninggalkan kami. Yang saya lihat adalah bahwa dia tidak dapat mengasihi kami. Ayah saya tidak dapat mengurus tiga orang anak, sehingga dia menyerah dan menempatkan kami di sebuah panti asuhan. Ini hanya keadaan sementara, sampai ia dapat mencukupi dirinya sendiri. Situasi ini berlangsung selama tiga tahun. Dia mengunjungi kami ketika kami tinggal di panti asuhan itu. Bisakah anda bayangkan bagaimana kami merasa terhilang dan kesepian? Pada suatu waktu kami memiliki seorang ibu, kemudian dia meninggalkan kami, dan beberapa hari kemudian ayah kami membuang kami? Saya benar-benar menjadi seorang gadis kecil yang sangat tidak beruntung. Tetapi saya melihat kembali masa tiga tahun ketika berada di panti asuhan dengan kegemaran tertentu, karena waktu itu adalah satu-satunya waktu dalam hidup saya ketika saya mengalami kegembiraan menjadi seorang anak. Ketika saya berumur tujuh tahun, ayah saya kembali dan mengambil kami ke rumahnya. Tetapi yang pertama ia perlukan adalah untuk menikah kembali. Jadi kami semua pergi ke Maroko untuk mengatur pernikahan.
Keluarga kami di Maroko tidak memberi kesempatan lagi kepadanya untuk menikahi seorang wanita kafir, dan mereka telah mengambil seorang wanita desa untuknya. Kami bertemu dengannya, dan dia terlihat cukup baik. Kami merindukan kasih seorang ibu.Ayah saya menikahi wanita ini dan kami kembali ke Inggris untuk memulai kehidupan keluarga kami. Keadaan menjadi buruk: ayah saya menjadi sangat saleh dan ibu tiri kami menjadi seorang monster. Dia baru saja di Inggris beberapa bulan ketika kami mengalami pemukulan fisik yang pertama. Dikarenakan kami telah tinggal di Inggris sebelum ayah kami mengambil kami kembali, kami tidak dapat berbicara bahasa Maroko, jadi hal pertama yang diterapkan adalah aturan yang baru. Tidak boleh berbicara di dalam rumah kecuali dengan bahasa Maroko. Mengetahui bahwa kami tidak mengetahui sedikitpun tentang bahasa Maroko, dan kami adalah anak-anak yang banyak berbicara, acapkali kami melanggar aturan. Kakak saya menyebut kata “Dad” dan bukannya menyebutnya dalam bahasa Maroko. Punggungnya dicambuk hingga berdarah. Kapan pun salah salah seorang dari kami melanggar peraturan, maka kami pasti menerima hukuman.
Hidup berubah dengan cepat, dan masa kanak-kanakku telah habis dengan perlakuan sewenang-wenang yang penuh dengan kesakitan, pemukulan, dan air mata. Sebagian besar hukuman fisik adalah dengan dicambuk, dibakar (sebuah pisau yang merah memanas ditempelkan pada kulit kami), diikat dan ditinggalkan, dan dipaksa memakan kotoran. Saya tidak berbohong, hal-hal tersebut adalah hal yang mereka lakukan untuk melatih kami, tetapi sesungguhnya saya sendiri tidak akan melatih seekor anjing seperti itu. Kami bagaimana cara membaca Quran. Setiap melakukan kesalahan, kami akan dipukul. Kami melakukan semua pekerjaan rumah, dan kami menutupi diri ketika di sekolah. Kami tidak diijinkan memiliki teman, dan kami tidak pernah bepergian kemanapun. Satu-satunya waktu kami bersenang-senang adalah ketika kami berlibur ke Maroko. Kemudian orang tua kami menjadi terlalu sibuk untuk memperhatikan kami setiap saat.
Kemudian, saat saya berumur sebelas tahun, ketika berlibur ke Maroko, ayah saya memukul saya dengan keras di Medina (sebuah kota yang hampir selalu dikunjungi). Dia sangat kejam. Itu pertama kalinya saya mencoba untuk bunuh diri. Saya hanya ingin mati, menyerah, maka saya mengambil sebanyak mungkin pil yang dapat saya dapatkan dan menelannya. Amat disayangkan bahwa semua hal yang saya lakukan menyebabkan saya sendiri menjadi sangat menderita kesakitan. Saya menghabiskan waktu sepanjang malam dengan muntah, dan paman saya menjadi sangat khawatir. Dia berlari dan menjemput ayah saya, yang hanya melihat saya berbaring dan berkata, “Bagus, biarkan dia mati”. Percayalah apa yang saya katakan, pada saat itu saya benar-benar menginginkan kematian. Tetapi saya tidak mati, saya melanjutkan hidup saya. Kami kembali ke Inggris, dan kehidupan berlanjut dengan cara yang sama: dipukuli dan menangis sepanjang malam. Pada suatu hari ketika saya berumur tiga belas tahun, ibu tiri saya menjadi berlebihan ketika memukuli saya. Saya terlambat pulang ke rumah dari sekolah (tidak terlalu terlambat) karena saya belajar di perpustakaan. Saya berjalan memasuki rumah dan dia melompat ke atas saya. Saat itu ia mengenakan sepatu hak tinggi, dan menggunakan bagian hak tingginya untuk memukuli kepala saya. Dia terus memukul dan memukul. Saya teringat merasakan sesuatu yang hangat mengalir di wajah saya. Saya teringat meletakkan tangan saya ke wajah saya dan menariknya untuk melihat apakah tangan saya berlumuran darah, dan sungguh banyak darah. Saya pun pingsan. Ketika sadar saya tengah berada di rumah sakit, dan mereka memberitahu saya bahwa saya mengalami koma selama tiga bulan.
Secara akademis, saya adalah seorang murid yang pandai. Saya lulus semua ujian dasar regular dan saya akan meraih penghargaan dengan disponsori oleh sekolah saya untuk pergi ke NASA ketika saya berumur enam belas tahun. Itu semua hanyalah mimpi karena ayah saya tidak akan mengizinkan saya pergi. Ini adalah contoh mengenai kebiasaannya belajar: Saya suka membaca, jadi saya menyembunyikan buku di kamar saya dan membacanya ketika saya mempunyai waktu luang. Koleksi buku saya menjadi susah disembunyikan dan ayah saya menemukan buku-buku saya. Dia memukul saya dan memperlihatkan kepada saya saat dia membakar buku-buku tersebut. Dia kemudian meletakkan Quran di tangan saya dan berkata bahwa itulah satu-satunya buku yang harus saya baca. Tetapi serangan ibu tiri saya pada kepala saya, dan sesudah koma tiga bulan kembali menimbulkan efek buruk. Saya tidak mampu untuk sembuh secara total. Biasanya sekali melihat angka maka hal itu akan dengan mudah saya pahami, dan pelajaran ilmu pengetahuan pun saya anggap seperti sedang mengendarai sepeda. Tetapi saat itu semua semuanya membingungkan saya. Saya menjadi bodoh. Saya ditempatkan di rumah negara, karena orang tua saya tidak lagi memiliki hak untuk merawat saya. Saya menjadi terapung-apung tanpa arah. Saya berhenti sekolah, sungguh memalukan bagaimana ranking saya menjadi sangat rendah di beberapa kelas. Orang-orang tahu apa yang telah terjadi pada saya, tetapi saya terlalu malu untuk berhadapan dengan mereka.
Ketika saya berumur tujuh belas tahun, saya pergi berlibur dengan keluarga saya ke Maroko. Saya mengetahui seberapa buruk orang tua saya kepada saya, dan saya tidak lagi hidup di rumah, tetapi saya masih mengharapkan kasih keluarga. Jadi saya memberi mereka kesempatan dan pergi bersama mereka. Saya mengetahui risikonya. Saya mengemasi kopian passport dan akta kelahiran saya, sejumlah uang ekstra, dan rincian kontak dengan kedutaan Inggris di Maroko. Saya khawatir bahwa mereka akan mencoba menahan saya dengan paksaan di Maroko. Hal itu tidak hanya menjadi satu-satunya kekuatiran saya. Saya tidak mengenakan jilbab saat itu, dan berpakaian sebagaimana saya inginkan. Pada liburan itu, diperkosa tersebut oleh sepupu saya. Ketika dia menyelesaikan perbuatannya, dia melihat saya dan berkata bahwa saya tidak boleh memberitahu siapapun karena tidak seorangpun akan mempercayai saya, dan cara saya berpakaian menegaskan orang tidak akan menyalahkan dia.
Saya tahu dia benar. Saya menangis sampai tertidur selama waktu saya ada di sana. Tidak seorangpun mengerti mengapa saya menjadi penyendiri, atau mengapa saya membuat paman saya mengawal saya kemanapun – meskipun paman saya tidak mengetahui alasannya. Saya hanya membutuhkan seseorang untuk menemani saya. Hal yang paling buruk adalah bahwa beberapa tahun kemudian saya memberitahukan kepada kakak saya apa yang saya alami. Saya perlu untuk memberitahu seseorang; saya membutuhkan seseorang untuk mengatakan kepada saya bahwa hal tersebut bukan kesalahan saya. Kakak saya pergi dan memberitahu orang tua saya. Mereka tidak mempercayai saya. Ayah saya membentak saya, dan ibu tiri saya mengatakan kepada saya untuk menganggap hal itu sebagai keberuntungan saya karena pria itu adalah seorang anak muda yang baik. Tidak ada yang menyakitkan selain hal tersebut…setidaknya belum. Saya menghabiskan waktu tujuh tahun melakukan apa yang saya inginkan, pergi kemana saya mau. Berpakaian seperti apa yang saya kehendaki. Tetapi saya tetap seorang Muslim di dalam hati. Saya hanya menganggap diri saya sendiri sebagai seorang Muslim yang tidak melakukan kewajibannya. Saya punya persoalan, dan meskipun ayah saya sangat kejam kepada saya, saya masih mencoba memperoleh kebanggaan dan penerimaannya.
Saya bertemu dengan mantan suami saya ketika berumur dua puluh tahun. Saya berada di sebuah stasiun pengisian bahan bakar dan kami mulai berbincang-bincang. Dia terlihat sangat baik dan sopan, dan memiliki senyum yang manis. Dia juga seorang Maroko, dimana amat sempurna karena saya masih menginginkan ayah saya untuk mengasihi saya. Dia mengajak saya berkencan, dan saya menerimanya. Kami memiliki saat yang indah, dan hal itu berlanjut dengan kami bertemu satu sama lain ketika saya memiliki waktu luang dari pekerjaan saya. Ia mengatakan kepada saya bahwa dia bekerja (kemudian saya ketahui bahwa dia berbohong). Ia biasanya meletakkan kepala saya di pangkuannya dan membelai rambut saya; dia penuh kasih sayang dan pengertian. Saya terhanyut. Bagi seseorang yang merasa tidak dikasihi selama hidup, saya akhirnya berpikir bahwa saya telah menemukannya.
Enam bulan pertama pertemuan diantara kami sangatlah spesial. Saya menghargai kenangan tersebut meskipun saat ini saat mengingatnya kembali terasa menyakitkan. Kami menikah, dan saya hamil saat berumur dua puluh satu tahun. Dan saat itulah saya menemukan siapa suami saya sebenarnya. Jika dulu ia menyambut saya dengan kebaikan, sekarang cercaan keluar dari mulutnya setiap jam, setiap hari. Dimana dulu dia sangat penyayang, dia sekarang mengolok-olok saya, dan mengatakan kepada saya bahwa orang seperti saya tidak layak dikasihi. Dimana seharusnya kami menikmati malam di bioskop, atau di sebuah restauran, sekarang saya tidak diijinkan untuk pergi kemanapun, dan dia merasa tidak tertarik, sebagaimana dia menyebutnya, “ omong kosong Barat”. Saat pertama dia memukul saya, yang ia lakukan hanyalah sebuah tamparan. Saya mengatakan bahwa itu hanya sebuah tamparan, karena saya tumbuh dengan penyiksaan pada masa lalu. Saya memiliki rumah sendiri pada waktu itu, bukan milik saya, tetapi disediakan bagi saya oleh dewan. Rumah itu kecil tetapi itu adalah rumah, dan ia seharusnya tinggal disana bersama saya.
Penyiksaan menjadi bertambah buruk. Dia memanggil nama saya karena tidak memakai jilbab, jadi saya mengenakannya untuk membuatnya berhenti. Tetap saja dia tidak berhenti. Dia semakin buruk; dia mulai menendang, mencekik, dan memukul saya. Ketika usia kehamilan anak pertama saya delapan bulan, dia pulang ke rumah dengan sangat marah. Saya membukakan pintu untuk menyambutnya dan dia menendang saya tepat melalui pintu ganda kami. Tidak masalah bahwa saya hamil darinya; tetapi yang ia lakukan sungguh menyakitkan bahwa dia menendang saya di perut dengan tidak memperhatikan anaknya yang sedang saya kandung. Saya sedih ketika merasakan bahwa saya layak mendapatkannya. Sungguh mengherankan bahwa saya merasa bahwa saya pantas diperlakukan seperti itu, jika demikian dimanakah sesungguhnya harga diriku? Juga, berdasarkan Islam, saya merasa wajib untuk tetap berusaha untuk menghadapinya. Saya melahirkan, tetapi tidak ada yang berjalan dengan baik. Saya masih tinggal bersamanya, meskipun saya tidak memiliki kuasa atas diri saya sendiri. Dia tidak mengizinkan saya untuk mendengarkan musik, menonton televisi, membaca buku-buku (membaca buku adalah kegemaran dan menjadi pelarian saya).
Saya tidak diijinkan bertemu dengan teman-teman saya kembali. Saya menjadi terkurung di rumah sebab ia merasa bahwa saya adalah setengah Inggris, dan saya mirip seperti orang yang tidak beriman. Kapanpun dia memukul saya, dia selalu mengatakan bahwa dia diijinkan melakukannya; inilah mengapa saya menjadi sangat marah ketika orang Muslim mencoba berkata bahwa ayat tersebut berada di sana sebagai alat untuk pencegahan. Allah sendiri di dalam Quran mengijinkan seorang suami untuk memukul isterinya. Saya tidak akan membuat anda bosan mendengarkan cerita panjang tentang keseluruhan waktu delapan tahun yang saya habiskan bersamanya, tetapi saya akan mengambil beberapa kejadian untuk menegaskan hal ini. Hari dimana Menara Kembar WTC jatuh, dia sangat gembira. Dia merayakan kematian semua orang-orang itu; ibunya menyelenggarakan pesta besar dan banyak orang Muslim datang ke rumahnya untuk merayakannya. Saya harus duduk disana dan menonton mereka memutar ulang serangan berulang kali. Saya sangat marah dalam hati. Dia tidak dapat melihat kebencian saya kepadanya karena ia menyukai kematian. Ketika kami pulang ke rumah dia menghukum saya dan menyebut saya pecinta Yahudi.
Orang ini melakukan hal-hal yang mengerikan kepada saya selama saya menikah dengannya. Dia mencoba melarikan saya dengan mobilnya dan melemparkan saya keluar dari mobil yang bergerak. Dia memukul saya di depan anak laki-laki saya. Dia mengatakan kepada saya setiap waktu betapa hinanya diriku dibandingkan dirinya karena saya bukan seorang Muslim yang murni, hanya setengah. Saya mencoba dengan keras untuk menyenangkannya; saya melemparkan diri saya ke dalam kepercayaannya dan mencoba membuktikan diri saya berharga. Tetapi tidak ada satupun yang saya lakukan dipandang cukup baik. Saya berdoa kepada Allah untuk menyelamatkan saya, tetapi tidak ada Allah, jadi tidak ada seorangpun yang menjawab.
Ketika saya mengetahui bahwa saya mengandung seorang anak perempuan, saya tahu bahwa ini adalah waktunya untuk pergi. Saya tidak menginginkan puteri saya tumbuh dengan pemikiran bahwa dia tidak lebih berharga dibanding laki-laki. Atau berpikir bahwa tidak mengapa seorang laki-laki memukul wanita. Saya tidak mau dia menjadi malu karenaku. Sebagai ibunya saya menjadi contoh panutannya. Contoh panutan seperti apakah yang saya miliki jika saya tetap tinggal bersama suami saya? Jadi saya mengemasi barang-barang saya pada suatu hari ketika suami saya pergi, dan saya melarikan diri. Saya mengambil anak-anak saya bersama saya (tidak seperti ibu saya). Hari tersebut akan selalu saya ingat hingga hari kematian saya. Saya menghentikan sebuah taksi, dan kami masuk ke dalamnya. Saya meninggalkan dia dan saya sangat senang. Saya melepaskan jilbab saya ketika kami berada pada jarak yang aman dari rumah, dan saya melemparkannya keluar melalui jendela taksi. Anda harus melihat muka dari sopir taksi; dia sangat terkejut sehingga tidak bisa mengatakan apapun.
Saya membiarkan mantan suami saya berhubungan dengan anak-anak saya untuk sementara waktu, tetapi saya menghentikannya sekarang, karena dia mengajarkan kepada mereka kebohongan Islam seperti biasanya, dan anak-anak menjadi sulit diatasi. Sesungguhnya, kebebasan saya dimulai ketika saya menemukan Faith Freedom International (FFI), sebuah organisasi yang mendukung para Muslim yang tengah berharap untuk meninggalkan keimanannya. FFI membuka mata saya pada cara-cara baru dalam melihat kehidupan. Dan sekarang saya berharap bahwa keadaan menjadi lebih baik dari sekarang dan seterusnya. Bagi kami mantan Muslim, memang tidaklah mudah untuk membuang semua sisa pencucian otak yang telah kami terima sejak masih anak-anak. Saya masih menilai diri saya sendiri dan masih menemukan saat-saat dimana saya merenungkan kembali apakah saya telah melakukan hal yang benar. Tetapi kemudian saya hanya perlu mengambil Quran untuk mengingatnya dan saya merasa lebih baik. Pada suatu hari saya tidak mau memiliki kenangan itu lagi.
Saya mulai kuliah, saya memilih apa yang ingin saya kenakan, saya memilih bagaimana saya harus menjalani hidup. Saya membawa anak-anak saya menjauh dari pengaruh yang merusak dari Islam. Saya berharap banyak orang Muslim dapat meninggalkan Islam tahun ini dan tahun-tahun berikutnya sampai tidak seorangpun tersisa.
“[setelah meninggalkan Islam], saya mulai kuliah.. saya memilih apa yang ingin saya kenakan, saya memilih bagaimana saya hidup. Saya membawa anak-anak saya menjauh dari pengaruh yang merusak dari Islam. Saya berharap banyak orang Muslim dapat meninggalkan Islam tahun ini dan tahun-tahun berikutnya sampai tidak seorangpun tersisah.”
Sementara serangan teror telah menggoncangkan dunia, beberapa orang yang murtad telah mengalami bentuk terorisme dan penyiksaan terhadap mereka dalam rumah mereka sendiri. Dalam cerita Shara kita belajar bagaimana penyiksaan dan tirani terjadi di tengah-tengah keluarga Islam ditolerir dan bagaimana hal seperti itu bahkan bisa terjadi dalam sebuah keluarga di Inggris. Sungguh, pada beberapa tahun terakhir ini kita menyaksikan istilah dan efek dari “pembunuhan demi menjaga kehormatan” di banyak kota di Barat. Kesaksian Shara memberikan bukti lebih banyak lagi bahwa wanita secara berkala menderita di bawah Islam – bahkan ketika mereka hidup di negara Barat.
Kesaksian Shara
Ayah saya, seorang Maroko, datang ke Inggris di awal tahun 70 an. Dia mengajukan visa mahasiswa pada waktu itu, dan urusan imigrasi tidaklah sesulit seperti saat ini.
Dia adalah seorang Muslim yang sangat taat pada waktu itu dan memiliki jiwa pemberontak. Dia bertemu dengan ibu saya, seorang warga negara Inggris, tidak beberapa lama setelah dia tiba di Inggris. Dan setelah bertemu dengannya beberapa kali, dia memutuskan untuk menikahinya.
Ibu saya berumur 16 tahun ketika menikah dengan ayah saya, dan ibu saya masih tidak sadar akan orang Muslim dan kebenaran tentang mereka. Setelah sekian tahun menikah, kakak perempuan saya lahir; keadaan menjadi tidak baik diantara orang tua saya. Ayah saya menjadi kasar dan seringkali mencambuk ibu saya hanya karena hal-hal sepele seperti, masakan yang terlalu asing dan lain sebagainya.
Ayah saya selalu memaksa ibu saya untuk menjadi seorang wanita Muslim, dan cintanya pada suaminya berarti bahwa dia tinggal di rumah dan melahirkan saya setelah kakak perempuan saya berusia dua tahun. Ibu saya kemudian melahirkan adik perempuan saya empat tahun kemudian.
Sebagai seorang pria Muslim, ayah saya bertambah marah dengan kenyataan bahwa ibu saya hanya melahirkan tiga anak perempuan. Dia memukul ibu saya dengan keras sehingga ia dirawat di rumah sakit. Para dokter dipaksa untuk menghilangkan lukanya di tempat dimana ia dipukuli dengan keras. Ini hanya satu-satunya jalan untuk menyelamatkan hidupnya. Ketika ibu saya sadar, ayah saya dengan baik-baik mengatakan kepadanya bahwa dia akan menceraikan ibu saya karena dia tidak dapat lagi melahirkan, dan sebagai laki-laki dia membutuhkan seorang anak laki-laki.
Ibu saya melarikan diri dari ayah saya dan kami. Ketika adik saya berumur enam bulan, ibu saya mengemasi barang-barangnya dan meninggalkan kehidupan kami untuk kebaikan; kami tidak pernah melihatnya lagi sampai saya berumur dua puluh tahun (tetapi hal itu adalah cerita yang lain). Saya baru berumur empat tahun pada waktu itu, dan belum cukup dewasa untuk memahami mengapa dia meninggalkan kami. Yang saya lihat adalah bahwa dia tidak dapat mengasihi kami. Ayah saya tidak dapat mengurus tiga orang anak, sehingga dia menyerah dan menempatkan kami di sebuah panti asuhan. Ini hanya keadaan sementara, sampai ia dapat mencukupi dirinya sendiri. Situasi ini berlangsung selama tiga tahun. Dia mengunjungi kami ketika kami tinggal di panti asuhan itu. Bisakah anda bayangkan bagaimana kami merasa terhilang dan kesepian? Pada suatu waktu kami memiliki seorang ibu, kemudian dia meninggalkan kami, dan beberapa hari kemudian ayah kami membuang kami? Saya benar-benar menjadi seorang gadis kecil yang sangat tidak beruntung. Tetapi saya melihat kembali masa tiga tahun ketika berada di panti asuhan dengan kegemaran tertentu, karena waktu itu adalah satu-satunya waktu dalam hidup saya ketika saya mengalami kegembiraan menjadi seorang anak. Ketika saya berumur tujuh tahun, ayah saya kembali dan mengambil kami ke rumahnya. Tetapi yang pertama ia perlukan adalah untuk menikah kembali. Jadi kami semua pergi ke Maroko untuk mengatur pernikahan.
Keluarga kami di Maroko tidak memberi kesempatan lagi kepadanya untuk menikahi seorang wanita kafir, dan mereka telah mengambil seorang wanita desa untuknya. Kami bertemu dengannya, dan dia terlihat cukup baik. Kami merindukan kasih seorang ibu.Ayah saya menikahi wanita ini dan kami kembali ke Inggris untuk memulai kehidupan keluarga kami. Keadaan menjadi buruk: ayah saya menjadi sangat saleh dan ibu tiri kami menjadi seorang monster. Dia baru saja di Inggris beberapa bulan ketika kami mengalami pemukulan fisik yang pertama. Dikarenakan kami telah tinggal di Inggris sebelum ayah kami mengambil kami kembali, kami tidak dapat berbicara bahasa Maroko, jadi hal pertama yang diterapkan adalah aturan yang baru. Tidak boleh berbicara di dalam rumah kecuali dengan bahasa Maroko. Mengetahui bahwa kami tidak mengetahui sedikitpun tentang bahasa Maroko, dan kami adalah anak-anak yang banyak berbicara, acapkali kami melanggar aturan. Kakak saya menyebut kata “Dad” dan bukannya menyebutnya dalam bahasa Maroko. Punggungnya dicambuk hingga berdarah. Kapan pun salah salah seorang dari kami melanggar peraturan, maka kami pasti menerima hukuman.
Hidup berubah dengan cepat, dan masa kanak-kanakku telah habis dengan perlakuan sewenang-wenang yang penuh dengan kesakitan, pemukulan, dan air mata. Sebagian besar hukuman fisik adalah dengan dicambuk, dibakar (sebuah pisau yang merah memanas ditempelkan pada kulit kami), diikat dan ditinggalkan, dan dipaksa memakan kotoran. Saya tidak berbohong, hal-hal tersebut adalah hal yang mereka lakukan untuk melatih kami, tetapi sesungguhnya saya sendiri tidak akan melatih seekor anjing seperti itu. Kami bagaimana cara membaca Quran. Setiap melakukan kesalahan, kami akan dipukul. Kami melakukan semua pekerjaan rumah, dan kami menutupi diri ketika di sekolah. Kami tidak diijinkan memiliki teman, dan kami tidak pernah bepergian kemanapun. Satu-satunya waktu kami bersenang-senang adalah ketika kami berlibur ke Maroko. Kemudian orang tua kami menjadi terlalu sibuk untuk memperhatikan kami setiap saat.
Kemudian, saat saya berumur sebelas tahun, ketika berlibur ke Maroko, ayah saya memukul saya dengan keras di Medina (sebuah kota yang hampir selalu dikunjungi). Dia sangat kejam. Itu pertama kalinya saya mencoba untuk bunuh diri. Saya hanya ingin mati, menyerah, maka saya mengambil sebanyak mungkin pil yang dapat saya dapatkan dan menelannya. Amat disayangkan bahwa semua hal yang saya lakukan menyebabkan saya sendiri menjadi sangat menderita kesakitan. Saya menghabiskan waktu sepanjang malam dengan muntah, dan paman saya menjadi sangat khawatir. Dia berlari dan menjemput ayah saya, yang hanya melihat saya berbaring dan berkata, “Bagus, biarkan dia mati”. Percayalah apa yang saya katakan, pada saat itu saya benar-benar menginginkan kematian. Tetapi saya tidak mati, saya melanjutkan hidup saya. Kami kembali ke Inggris, dan kehidupan berlanjut dengan cara yang sama: dipukuli dan menangis sepanjang malam. Pada suatu hari ketika saya berumur tiga belas tahun, ibu tiri saya menjadi berlebihan ketika memukuli saya. Saya terlambat pulang ke rumah dari sekolah (tidak terlalu terlambat) karena saya belajar di perpustakaan. Saya berjalan memasuki rumah dan dia melompat ke atas saya. Saat itu ia mengenakan sepatu hak tinggi, dan menggunakan bagian hak tingginya untuk memukuli kepala saya. Dia terus memukul dan memukul. Saya teringat merasakan sesuatu yang hangat mengalir di wajah saya. Saya teringat meletakkan tangan saya ke wajah saya dan menariknya untuk melihat apakah tangan saya berlumuran darah, dan sungguh banyak darah. Saya pun pingsan. Ketika sadar saya tengah berada di rumah sakit, dan mereka memberitahu saya bahwa saya mengalami koma selama tiga bulan.
Secara akademis, saya adalah seorang murid yang pandai. Saya lulus semua ujian dasar regular dan saya akan meraih penghargaan dengan disponsori oleh sekolah saya untuk pergi ke NASA ketika saya berumur enam belas tahun. Itu semua hanyalah mimpi karena ayah saya tidak akan mengizinkan saya pergi. Ini adalah contoh mengenai kebiasaannya belajar: Saya suka membaca, jadi saya menyembunyikan buku di kamar saya dan membacanya ketika saya mempunyai waktu luang. Koleksi buku saya menjadi susah disembunyikan dan ayah saya menemukan buku-buku saya. Dia memukul saya dan memperlihatkan kepada saya saat dia membakar buku-buku tersebut. Dia kemudian meletakkan Quran di tangan saya dan berkata bahwa itulah satu-satunya buku yang harus saya baca. Tetapi serangan ibu tiri saya pada kepala saya, dan sesudah koma tiga bulan kembali menimbulkan efek buruk. Saya tidak mampu untuk sembuh secara total. Biasanya sekali melihat angka maka hal itu akan dengan mudah saya pahami, dan pelajaran ilmu pengetahuan pun saya anggap seperti sedang mengendarai sepeda. Tetapi saat itu semua semuanya membingungkan saya. Saya menjadi bodoh. Saya ditempatkan di rumah negara, karena orang tua saya tidak lagi memiliki hak untuk merawat saya. Saya menjadi terapung-apung tanpa arah. Saya berhenti sekolah, sungguh memalukan bagaimana ranking saya menjadi sangat rendah di beberapa kelas. Orang-orang tahu apa yang telah terjadi pada saya, tetapi saya terlalu malu untuk berhadapan dengan mereka.
Ketika saya berumur tujuh belas tahun, saya pergi berlibur dengan keluarga saya ke Maroko. Saya mengetahui seberapa buruk orang tua saya kepada saya, dan saya tidak lagi hidup di rumah, tetapi saya masih mengharapkan kasih keluarga. Jadi saya memberi mereka kesempatan dan pergi bersama mereka. Saya mengetahui risikonya. Saya mengemasi kopian passport dan akta kelahiran saya, sejumlah uang ekstra, dan rincian kontak dengan kedutaan Inggris di Maroko. Saya khawatir bahwa mereka akan mencoba menahan saya dengan paksaan di Maroko. Hal itu tidak hanya menjadi satu-satunya kekuatiran saya. Saya tidak mengenakan jilbab saat itu, dan berpakaian sebagaimana saya inginkan. Pada liburan itu, diperkosa tersebut oleh sepupu saya. Ketika dia menyelesaikan perbuatannya, dia melihat saya dan berkata bahwa saya tidak boleh memberitahu siapapun karena tidak seorangpun akan mempercayai saya, dan cara saya berpakaian menegaskan orang tidak akan menyalahkan dia.
Saya tahu dia benar. Saya menangis sampai tertidur selama waktu saya ada di sana. Tidak seorangpun mengerti mengapa saya menjadi penyendiri, atau mengapa saya membuat paman saya mengawal saya kemanapun – meskipun paman saya tidak mengetahui alasannya. Saya hanya membutuhkan seseorang untuk menemani saya. Hal yang paling buruk adalah bahwa beberapa tahun kemudian saya memberitahukan kepada kakak saya apa yang saya alami. Saya perlu untuk memberitahu seseorang; saya membutuhkan seseorang untuk mengatakan kepada saya bahwa hal tersebut bukan kesalahan saya. Kakak saya pergi dan memberitahu orang tua saya. Mereka tidak mempercayai saya. Ayah saya membentak saya, dan ibu tiri saya mengatakan kepada saya untuk menganggap hal itu sebagai keberuntungan saya karena pria itu adalah seorang anak muda yang baik. Tidak ada yang menyakitkan selain hal tersebut…setidaknya belum. Saya menghabiskan waktu tujuh tahun melakukan apa yang saya inginkan, pergi kemana saya mau. Berpakaian seperti apa yang saya kehendaki. Tetapi saya tetap seorang Muslim di dalam hati. Saya hanya menganggap diri saya sendiri sebagai seorang Muslim yang tidak melakukan kewajibannya. Saya punya persoalan, dan meskipun ayah saya sangat kejam kepada saya, saya masih mencoba memperoleh kebanggaan dan penerimaannya.
Saya bertemu dengan mantan suami saya ketika berumur dua puluh tahun. Saya berada di sebuah stasiun pengisian bahan bakar dan kami mulai berbincang-bincang. Dia terlihat sangat baik dan sopan, dan memiliki senyum yang manis. Dia juga seorang Maroko, dimana amat sempurna karena saya masih menginginkan ayah saya untuk mengasihi saya. Dia mengajak saya berkencan, dan saya menerimanya. Kami memiliki saat yang indah, dan hal itu berlanjut dengan kami bertemu satu sama lain ketika saya memiliki waktu luang dari pekerjaan saya. Ia mengatakan kepada saya bahwa dia bekerja (kemudian saya ketahui bahwa dia berbohong). Ia biasanya meletakkan kepala saya di pangkuannya dan membelai rambut saya; dia penuh kasih sayang dan pengertian. Saya terhanyut. Bagi seseorang yang merasa tidak dikasihi selama hidup, saya akhirnya berpikir bahwa saya telah menemukannya.
Enam bulan pertama pertemuan diantara kami sangatlah spesial. Saya menghargai kenangan tersebut meskipun saat ini saat mengingatnya kembali terasa menyakitkan. Kami menikah, dan saya hamil saat berumur dua puluh satu tahun. Dan saat itulah saya menemukan siapa suami saya sebenarnya. Jika dulu ia menyambut saya dengan kebaikan, sekarang cercaan keluar dari mulutnya setiap jam, setiap hari. Dimana dulu dia sangat penyayang, dia sekarang mengolok-olok saya, dan mengatakan kepada saya bahwa orang seperti saya tidak layak dikasihi. Dimana seharusnya kami menikmati malam di bioskop, atau di sebuah restauran, sekarang saya tidak diijinkan untuk pergi kemanapun, dan dia merasa tidak tertarik, sebagaimana dia menyebutnya, “ omong kosong Barat”. Saat pertama dia memukul saya, yang ia lakukan hanyalah sebuah tamparan. Saya mengatakan bahwa itu hanya sebuah tamparan, karena saya tumbuh dengan penyiksaan pada masa lalu. Saya memiliki rumah sendiri pada waktu itu, bukan milik saya, tetapi disediakan bagi saya oleh dewan. Rumah itu kecil tetapi itu adalah rumah, dan ia seharusnya tinggal disana bersama saya.
Penyiksaan menjadi bertambah buruk. Dia memanggil nama saya karena tidak memakai jilbab, jadi saya mengenakannya untuk membuatnya berhenti. Tetap saja dia tidak berhenti. Dia semakin buruk; dia mulai menendang, mencekik, dan memukul saya. Ketika usia kehamilan anak pertama saya delapan bulan, dia pulang ke rumah dengan sangat marah. Saya membukakan pintu untuk menyambutnya dan dia menendang saya tepat melalui pintu ganda kami. Tidak masalah bahwa saya hamil darinya; tetapi yang ia lakukan sungguh menyakitkan bahwa dia menendang saya di perut dengan tidak memperhatikan anaknya yang sedang saya kandung. Saya sedih ketika merasakan bahwa saya layak mendapatkannya. Sungguh mengherankan bahwa saya merasa bahwa saya pantas diperlakukan seperti itu, jika demikian dimanakah sesungguhnya harga diriku? Juga, berdasarkan Islam, saya merasa wajib untuk tetap berusaha untuk menghadapinya. Saya melahirkan, tetapi tidak ada yang berjalan dengan baik. Saya masih tinggal bersamanya, meskipun saya tidak memiliki kuasa atas diri saya sendiri. Dia tidak mengizinkan saya untuk mendengarkan musik, menonton televisi, membaca buku-buku (membaca buku adalah kegemaran dan menjadi pelarian saya).
Saya tidak diijinkan bertemu dengan teman-teman saya kembali. Saya menjadi terkurung di rumah sebab ia merasa bahwa saya adalah setengah Inggris, dan saya mirip seperti orang yang tidak beriman. Kapanpun dia memukul saya, dia selalu mengatakan bahwa dia diijinkan melakukannya; inilah mengapa saya menjadi sangat marah ketika orang Muslim mencoba berkata bahwa ayat tersebut berada di sana sebagai alat untuk pencegahan. Allah sendiri di dalam Quran mengijinkan seorang suami untuk memukul isterinya. Saya tidak akan membuat anda bosan mendengarkan cerita panjang tentang keseluruhan waktu delapan tahun yang saya habiskan bersamanya, tetapi saya akan mengambil beberapa kejadian untuk menegaskan hal ini. Hari dimana Menara Kembar WTC jatuh, dia sangat gembira. Dia merayakan kematian semua orang-orang itu; ibunya menyelenggarakan pesta besar dan banyak orang Muslim datang ke rumahnya untuk merayakannya. Saya harus duduk disana dan menonton mereka memutar ulang serangan berulang kali. Saya sangat marah dalam hati. Dia tidak dapat melihat kebencian saya kepadanya karena ia menyukai kematian. Ketika kami pulang ke rumah dia menghukum saya dan menyebut saya pecinta Yahudi.
Orang ini melakukan hal-hal yang mengerikan kepada saya selama saya menikah dengannya. Dia mencoba melarikan saya dengan mobilnya dan melemparkan saya keluar dari mobil yang bergerak. Dia memukul saya di depan anak laki-laki saya. Dia mengatakan kepada saya setiap waktu betapa hinanya diriku dibandingkan dirinya karena saya bukan seorang Muslim yang murni, hanya setengah. Saya mencoba dengan keras untuk menyenangkannya; saya melemparkan diri saya ke dalam kepercayaannya dan mencoba membuktikan diri saya berharga. Tetapi tidak ada satupun yang saya lakukan dipandang cukup baik. Saya berdoa kepada Allah untuk menyelamatkan saya, tetapi tidak ada Allah, jadi tidak ada seorangpun yang menjawab.
Ketika saya mengetahui bahwa saya mengandung seorang anak perempuan, saya tahu bahwa ini adalah waktunya untuk pergi. Saya tidak menginginkan puteri saya tumbuh dengan pemikiran bahwa dia tidak lebih berharga dibanding laki-laki. Atau berpikir bahwa tidak mengapa seorang laki-laki memukul wanita. Saya tidak mau dia menjadi malu karenaku. Sebagai ibunya saya menjadi contoh panutannya. Contoh panutan seperti apakah yang saya miliki jika saya tetap tinggal bersama suami saya? Jadi saya mengemasi barang-barang saya pada suatu hari ketika suami saya pergi, dan saya melarikan diri. Saya mengambil anak-anak saya bersama saya (tidak seperti ibu saya). Hari tersebut akan selalu saya ingat hingga hari kematian saya. Saya menghentikan sebuah taksi, dan kami masuk ke dalamnya. Saya meninggalkan dia dan saya sangat senang. Saya melepaskan jilbab saya ketika kami berada pada jarak yang aman dari rumah, dan saya melemparkannya keluar melalui jendela taksi. Anda harus melihat muka dari sopir taksi; dia sangat terkejut sehingga tidak bisa mengatakan apapun.
Saya membiarkan mantan suami saya berhubungan dengan anak-anak saya untuk sementara waktu, tetapi saya menghentikannya sekarang, karena dia mengajarkan kepada mereka kebohongan Islam seperti biasanya, dan anak-anak menjadi sulit diatasi. Sesungguhnya, kebebasan saya dimulai ketika saya menemukan Faith Freedom International (FFI), sebuah organisasi yang mendukung para Muslim yang tengah berharap untuk meninggalkan keimanannya. FFI membuka mata saya pada cara-cara baru dalam melihat kehidupan. Dan sekarang saya berharap bahwa keadaan menjadi lebih baik dari sekarang dan seterusnya. Bagi kami mantan Muslim, memang tidaklah mudah untuk membuang semua sisa pencucian otak yang telah kami terima sejak masih anak-anak. Saya masih menilai diri saya sendiri dan masih menemukan saat-saat dimana saya merenungkan kembali apakah saya telah melakukan hal yang benar. Tetapi kemudian saya hanya perlu mengambil Quran untuk mengingatnya dan saya merasa lebih baik. Pada suatu hari saya tidak mau memiliki kenangan itu lagi.
Saya mulai kuliah, saya memilih apa yang ingin saya kenakan, saya memilih bagaimana saya harus menjalani hidup. Saya membawa anak-anak saya menjauh dari pengaruh yang merusak dari Islam. Saya berharap banyak orang Muslim dapat meninggalkan Islam tahun ini dan tahun-tahun berikutnya sampai tidak seorangpun tersisa.
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Pasal 21 - Melarikan Diri Dari Turki
“Setelah saya berubah [menjadi Islam] … Saya belajar bahwa saya dapat dipukuli oleh suami saya, apabila dia tidak puas dengan saya. Tetapi dalam pemikiran saya yang kacau saya mencoba untuk mencari pembenaran atas firman tersebut. Lebih dari itu, saya yakin bahwa suami saya tidak mampu memukuli seorang wanita”
Selagi para agen intelijen menjadi lebih pandai dalam melacak teroris, sangat penting untuk menegaskan dalam pemikiran kita bahwa organisasi-organisasi teror akan memiliki lebih banyak akal untuk memperoleh para mualaf baru. Sungguh, dalam tahun-tahun mendatang, para mualaf pada keturunan fundamentalis Islam tidak dapat menyesuaikan profil tradisional dari sebuah teroris Islam dan akan mampu untuk masuk tanpa terdeteksi oleh para agen pemerintah. Lagi pula, dengan peningkatan tingkat kelahiran Islam akan menjadi lebih banyak perubahan menjadi Islam. Secara ringan atas hal ini sangat penting untuk mengetahui perubahan berarti apa bagi Jutta dalam negeri asalnya, Jerman.
Kesaksian Jutta
Saya dilahirkan dalam keluarga Katholik yang sangat saleh di Berlin. Tidak ada tanda bahwa saya akan menjadi seorang Muslim pada suatu hari; kenyataannya, kebalikannya, setiap orang mengira saya menjadi seorang Katholik yang setia sepanjang hidup saya dan mewariskan iman saya kepada anak-anak saya. Akan tetapi, saya memiliki karakter yang sangat pemberontak dan, seperti halnya kebanyakan anak remaja, membenci semua hal yang disukai orang tua saya. Saya menetapkan tujuan untuk diri saya sendiri untuk mencari suatu agama yang membebaskan yang berbeda dari orang tua saya. Saya telah diyakinkan bahwa tidak ada yang lebih buruk daripada Kekristenan dengan pengajaran yang menindas pada wanita. Suasana keagamaan dalam keluarga saya telah menjadi kegelisahan saya. Saya mengalami perdebatan panas dengan orang tua saya setiap waktu dikarenakan ketidaksetujuan saya dengan beberapa pengajaran Kekristenan. Mereka menekan saya untuk menjadi seorang Kristen yang lebih baik; saya memberontak dan melakukan yang sebaliknya.
Tidak beberapa lama setelah kelulusan saya dari universitas, saya bertemu dengan seorang pemuda Muslim dari Turki. Kami jatuh cinta dan kemudian menikah. Dia bukan seorang yang fanatik agama – dia adalah total seorang sekuler , meskipun dia melakukan beberapa kewajiban Islam dengan taat (dia berpuasa dan shalat). Dia tidak meminta saya untuk berubah kepada agamanya tetapi dia menegaskan bahwa dia mau anak-anaknya menjadi Muslim. Saya sendiri menaruh ketertarikan yang besar dalam agama dia dan kebiasaannya. Saya menunjukkan kerelaan untuk belajar lebih lagi tentang Islam. Dia membawakan saya beberapa buku-buku tipu daya (yang saya pahami sekarang) tentang keagungan Islam dan keuntungan-keuntungan menjadi seorang wanita Muslim. Saya membaca buku-buku tersebut dan terenggut oleh “keindahan” agama tersebut.
Saya diajari oleh orang tua saya yang Kristen bahwa seorang wanita harus tunduk pada suaminya dan yang demikian mencari Tuhan. Suami Muslim saya kelihatannya sangat dekat dengan Tuhan tanpa bantuan apapun dari para pendeta dan saya telah diberitahu bahwa saya tidak harus menikah dan tunduk pada suami saya untuk mencari kedamaian pikiran dan iman dalam Tuhan. Saya memperhatikan suami saya dan secara buta percaya pada semua kebohongan tersebut karena dia adalah seorang pria yang baik yang menjadi contoh hidup dari seorang Muslim yang baik. Ketika saya shalat dibelakang dia, saya merasa menjadi dekat kepada Tuhan dan surga.
Melihat kembali pada hari itu, saya melihat bahwa saya adalah seorang anak bodoh yang menggenderangkan pada diri sendiri bahwa Islam adalah sebuah agama yang ideal bagi semua umat manusia. Mungkin, saya hanya menginginkan untuk menyakiti orang tua saya yang saleh, yang saya anggap sebagai monster penindas. Setelah saya menjadi mualaf, saya diberi beberapa buku lain yang tidak bagus seperti buku sebelumnya. Saya telah belajar bahwa saya dapat dipukuli oleh suami saya apabila dia tidak puas dengan saya. Tetapi dalam pikiran saya yang kacau saya mencoba mencari pembenaran atas firman tersebut. Lebih dari itu, saya yakin bahwa suami saya tidak mampu untuk memukuli seorang wanita.
Saya melahirkan anak-anak saya, yang mana dikirim ke semacam taman kanak-kanak untuk anak-anak Muslim. Saya tetap bekerja dan tidak mau melepaskan pekerjaan saya. Suami saya mendukung saya dan mengatakan kepada saya bahwa Islam mendukung wanita untuk bekerja dan menjalani hidup mereka sendiri. Saya tidak dapat mengerti bagaimana saya menjadi percaya pada kebohongan yang mendasar ini. Beberapa tahun kemudian dia memutuskan untuk menunaikan Haji. Saya sangat bersukacita dan bangga terhadap dia karena, pada kenyataannya, saya jauh lebih saleh disbanding suami saya yang sekuler.
Ketika dia pulang, saya tidak dapat mengenalinya. Kelakuannya berubah secara dramatis dan dia tidak lagi sekuler. Saya tidak suka memakai kerudung dan biasanya hanya memakainya ketika pergi ke mesjid. Sekarang suami saya mengatakan pada saya bahwa saya harus memakai kerudung setiap saat. Ketika saya mengajukan keberatan pada kelakuannya yang mengerikan, dia memukul wajah saya dan menyuruh saya untuk menutup mulut. Saya dipaksa berhenti dari pekerjaan saya dan menjadi seorang ibu rumah tangga.
Dia membawa beberapa buku dari Saudi Arabia yang mana “memperbaiki” dia dan menyelamatkannya dari “kebinasaan dalam neraka”. Saya membaca buku-buku tentang Islam tersebut, Islam yang sesungguhnya yang mulai dipraktekkan oleh suami saya. Tiba-tia jatuh selubung dari mata saya dan saya sadar bahwa saya belum pernah menjadi seorang Muslim. Tetapi sudah terlambat, kami pindah ke Turki. Dia takut bahwa negara Jerman akan memberi pengaruh yang buruk pada pendidikan anak-anak kami.
Kehidupan saya di pedesaan Turki, bersama orang tuanya, adalah sebuah mimpi buruk. Saya bukan lagi seorang Muslimah yang bebas, seorang istri dari seorang Muslim yang liberal; saya menjadi seorang Muslimah yang sesungguhnya, hanya menjadi suatu barang dari suami saya. Saya seharusnya menikmati shalat tetapi sekarang saya mulai membenci shalat yang dipimpin oleh suami saya. Saya tidak lagi merasa dekat dengan Tuhan. Ketika saya selesai membaca kenyataan, bukan kepalsuan, biografi dari Nabi, saya merasa sakit. Saya telah ditipu selama ini. Bagaimana saya dapat percaya bahwa Muhammad adalah nabi Tuhan? Saya ingin tahu apa yang terjadi dengan suami saya. Dia memberitahu saya dia telah berbicara dengan teman-teman Muslim dari negara-negara “berakhlak” seperti Arab Saudi dan mereka telah membuka matanya. Saya menaruh kesalahan atas perubahan kebiasaan suami saya kepada mereka, tetapi kemudian terpikir pada saya bahwa dia akan selalu menjadi seorang Muslim, meskipun yang sekuler. Apa yang mungkin saya harapkan darinya? Saya telah membaca lusinan artikel mengenai wanita yang menikahi Muslim dan penderitaan mereka. Saya telah diperingatkan oleh teman-teman baik saya bahwa saya sedang bermain dengan api. Walau demikian, kebencian saya yang tidak beralasan terhadap Kekristenan, cinta saya pada suami saya, dan kebohongan yang terang-terangan memperdaya saya dan membuat saya menjadi kebal terhadap alasan dan logika.
Setelah kebangkitan yang kasar atas Islam dan perlakuannya pada wanita, saya memutuskan untuk menyelidiki Quran. Perasaan saya yang pertama adalah kemarahan atas kebutaan saya pada kenyataan. Hal itu jelas kelihatan dari Quran bahwa pria diberi kuasa penuh atas wanita. “Kitab Suci” berlimpah dengan pengajaran-pengajaran yang diskriminasi terhadap wanita, dimana dijelaskan dari konteks pada kitab. Hanya seorang wanita yang buta akan cinta seperti saya yang dapat melupakan hal tersebut. Ketika suami saya sadar bahwa saya tidak lagi seorang istri yang patuh dan Muslimah yang saleh, dia menjadi lebih kejam. Dia menunjukkan warna aslinya dan berseruh bahwa pelacur Jerman tidak akan dapat menjadi wanita sopan.
Meskipun orang tuanya yang sangat konservatif dan teman-temannya tidak dapat memahami apa yang telah terjadi dengan suami saya. Tidak seorangpun mengira dia berubah sedemikian besar. Adakalanya dia menutup petunjuk yang samar-samar yang diikuti bahwa dia telah berbicara kepada para sheik, dikenalkan kepadanya oleh teman-temannya, yang mana mengetahui tentang Islam. Mereka menjelaskan kepadanya bahwa kebanyakan Muslim tidak mengikuti Islam secara keseluruhan; mereka hanya memilih bagian dan damai dan indah tetapi melupakan bagian yang penuh kekerasan. Kamu harus mencintai istrimu tetapi ingatlah untuk memukulnya setiap saat atau dia akan melupakan bahwa dia hanya seorang wanita yang dibuat untuk kesenanganmu. Kamu mesti memperlakukan orang kafir dengan baik, apabila menguntungkanmu, tetapi jangan lupa kewajiban utamamu adalah untuk menggulingkan pemerintahan mereka dan mengadakan Sharia.
Saya tidak dapat percaya bahwa suami saya yang rendah hati sekarang menjadi seorang Wahabbi yang setia. Saya berharap saya hanya tertidur dan bermimpi, tetapi saya tidak sedang tidur dan bermimpi. Saya merencanakan untuk melarikan diri ke kedutaan Jerman. Percakapan saya dengan seorang pekerja wanita juga membukakan mata saya – sia bertanya pada saya, “kapan kamu akan belajar untuk mendengarkan berita, perempuan bodoh?” Maksudnya adalah bahwa semua wanita mengetahui bahwa mengencani seorang Muslim, membiarkannya menikahi, adalah suatu urusan yang berbahaya, dimana kita sebelumnya tidak memperhatikan pada semua peringatan. Mengapa kita harus tetap kencan dengan mereka? Untungnya, anak-anak saya ada bersama saya, terima kasih kepada pengacara yang baik. Saya sekarang telah bekerja dan menikmati hidup saya. Tetapi hal tersebut dapat menjadi berbeda. Dalam hal ini, saya hanya dapat menyalahkan diri saya sendiri atas kebodohan
“Setelah saya berubah [menjadi Islam] … Saya belajar bahwa saya dapat dipukuli oleh suami saya, apabila dia tidak puas dengan saya. Tetapi dalam pemikiran saya yang kacau saya mencoba untuk mencari pembenaran atas firman tersebut. Lebih dari itu, saya yakin bahwa suami saya tidak mampu memukuli seorang wanita”
Selagi para agen intelijen menjadi lebih pandai dalam melacak teroris, sangat penting untuk menegaskan dalam pemikiran kita bahwa organisasi-organisasi teror akan memiliki lebih banyak akal untuk memperoleh para mualaf baru. Sungguh, dalam tahun-tahun mendatang, para mualaf pada keturunan fundamentalis Islam tidak dapat menyesuaikan profil tradisional dari sebuah teroris Islam dan akan mampu untuk masuk tanpa terdeteksi oleh para agen pemerintah. Lagi pula, dengan peningkatan tingkat kelahiran Islam akan menjadi lebih banyak perubahan menjadi Islam. Secara ringan atas hal ini sangat penting untuk mengetahui perubahan berarti apa bagi Jutta dalam negeri asalnya, Jerman.
Kesaksian Jutta
Saya dilahirkan dalam keluarga Katholik yang sangat saleh di Berlin. Tidak ada tanda bahwa saya akan menjadi seorang Muslim pada suatu hari; kenyataannya, kebalikannya, setiap orang mengira saya menjadi seorang Katholik yang setia sepanjang hidup saya dan mewariskan iman saya kepada anak-anak saya. Akan tetapi, saya memiliki karakter yang sangat pemberontak dan, seperti halnya kebanyakan anak remaja, membenci semua hal yang disukai orang tua saya. Saya menetapkan tujuan untuk diri saya sendiri untuk mencari suatu agama yang membebaskan yang berbeda dari orang tua saya. Saya telah diyakinkan bahwa tidak ada yang lebih buruk daripada Kekristenan dengan pengajaran yang menindas pada wanita. Suasana keagamaan dalam keluarga saya telah menjadi kegelisahan saya. Saya mengalami perdebatan panas dengan orang tua saya setiap waktu dikarenakan ketidaksetujuan saya dengan beberapa pengajaran Kekristenan. Mereka menekan saya untuk menjadi seorang Kristen yang lebih baik; saya memberontak dan melakukan yang sebaliknya.
Tidak beberapa lama setelah kelulusan saya dari universitas, saya bertemu dengan seorang pemuda Muslim dari Turki. Kami jatuh cinta dan kemudian menikah. Dia bukan seorang yang fanatik agama – dia adalah total seorang sekuler , meskipun dia melakukan beberapa kewajiban Islam dengan taat (dia berpuasa dan shalat). Dia tidak meminta saya untuk berubah kepada agamanya tetapi dia menegaskan bahwa dia mau anak-anaknya menjadi Muslim. Saya sendiri menaruh ketertarikan yang besar dalam agama dia dan kebiasaannya. Saya menunjukkan kerelaan untuk belajar lebih lagi tentang Islam. Dia membawakan saya beberapa buku-buku tipu daya (yang saya pahami sekarang) tentang keagungan Islam dan keuntungan-keuntungan menjadi seorang wanita Muslim. Saya membaca buku-buku tersebut dan terenggut oleh “keindahan” agama tersebut.
Saya diajari oleh orang tua saya yang Kristen bahwa seorang wanita harus tunduk pada suaminya dan yang demikian mencari Tuhan. Suami Muslim saya kelihatannya sangat dekat dengan Tuhan tanpa bantuan apapun dari para pendeta dan saya telah diberitahu bahwa saya tidak harus menikah dan tunduk pada suami saya untuk mencari kedamaian pikiran dan iman dalam Tuhan. Saya memperhatikan suami saya dan secara buta percaya pada semua kebohongan tersebut karena dia adalah seorang pria yang baik yang menjadi contoh hidup dari seorang Muslim yang baik. Ketika saya shalat dibelakang dia, saya merasa menjadi dekat kepada Tuhan dan surga.
Melihat kembali pada hari itu, saya melihat bahwa saya adalah seorang anak bodoh yang menggenderangkan pada diri sendiri bahwa Islam adalah sebuah agama yang ideal bagi semua umat manusia. Mungkin, saya hanya menginginkan untuk menyakiti orang tua saya yang saleh, yang saya anggap sebagai monster penindas. Setelah saya menjadi mualaf, saya diberi beberapa buku lain yang tidak bagus seperti buku sebelumnya. Saya telah belajar bahwa saya dapat dipukuli oleh suami saya apabila dia tidak puas dengan saya. Tetapi dalam pikiran saya yang kacau saya mencoba mencari pembenaran atas firman tersebut. Lebih dari itu, saya yakin bahwa suami saya tidak mampu untuk memukuli seorang wanita.
Saya melahirkan anak-anak saya, yang mana dikirim ke semacam taman kanak-kanak untuk anak-anak Muslim. Saya tetap bekerja dan tidak mau melepaskan pekerjaan saya. Suami saya mendukung saya dan mengatakan kepada saya bahwa Islam mendukung wanita untuk bekerja dan menjalani hidup mereka sendiri. Saya tidak dapat mengerti bagaimana saya menjadi percaya pada kebohongan yang mendasar ini. Beberapa tahun kemudian dia memutuskan untuk menunaikan Haji. Saya sangat bersukacita dan bangga terhadap dia karena, pada kenyataannya, saya jauh lebih saleh disbanding suami saya yang sekuler.
Ketika dia pulang, saya tidak dapat mengenalinya. Kelakuannya berubah secara dramatis dan dia tidak lagi sekuler. Saya tidak suka memakai kerudung dan biasanya hanya memakainya ketika pergi ke mesjid. Sekarang suami saya mengatakan pada saya bahwa saya harus memakai kerudung setiap saat. Ketika saya mengajukan keberatan pada kelakuannya yang mengerikan, dia memukul wajah saya dan menyuruh saya untuk menutup mulut. Saya dipaksa berhenti dari pekerjaan saya dan menjadi seorang ibu rumah tangga.
Dia membawa beberapa buku dari Saudi Arabia yang mana “memperbaiki” dia dan menyelamatkannya dari “kebinasaan dalam neraka”. Saya membaca buku-buku tentang Islam tersebut, Islam yang sesungguhnya yang mulai dipraktekkan oleh suami saya. Tiba-tia jatuh selubung dari mata saya dan saya sadar bahwa saya belum pernah menjadi seorang Muslim. Tetapi sudah terlambat, kami pindah ke Turki. Dia takut bahwa negara Jerman akan memberi pengaruh yang buruk pada pendidikan anak-anak kami.
Kehidupan saya di pedesaan Turki, bersama orang tuanya, adalah sebuah mimpi buruk. Saya bukan lagi seorang Muslimah yang bebas, seorang istri dari seorang Muslim yang liberal; saya menjadi seorang Muslimah yang sesungguhnya, hanya menjadi suatu barang dari suami saya. Saya seharusnya menikmati shalat tetapi sekarang saya mulai membenci shalat yang dipimpin oleh suami saya. Saya tidak lagi merasa dekat dengan Tuhan. Ketika saya selesai membaca kenyataan, bukan kepalsuan, biografi dari Nabi, saya merasa sakit. Saya telah ditipu selama ini. Bagaimana saya dapat percaya bahwa Muhammad adalah nabi Tuhan? Saya ingin tahu apa yang terjadi dengan suami saya. Dia memberitahu saya dia telah berbicara dengan teman-teman Muslim dari negara-negara “berakhlak” seperti Arab Saudi dan mereka telah membuka matanya. Saya menaruh kesalahan atas perubahan kebiasaan suami saya kepada mereka, tetapi kemudian terpikir pada saya bahwa dia akan selalu menjadi seorang Muslim, meskipun yang sekuler. Apa yang mungkin saya harapkan darinya? Saya telah membaca lusinan artikel mengenai wanita yang menikahi Muslim dan penderitaan mereka. Saya telah diperingatkan oleh teman-teman baik saya bahwa saya sedang bermain dengan api. Walau demikian, kebencian saya yang tidak beralasan terhadap Kekristenan, cinta saya pada suami saya, dan kebohongan yang terang-terangan memperdaya saya dan membuat saya menjadi kebal terhadap alasan dan logika.
Setelah kebangkitan yang kasar atas Islam dan perlakuannya pada wanita, saya memutuskan untuk menyelidiki Quran. Perasaan saya yang pertama adalah kemarahan atas kebutaan saya pada kenyataan. Hal itu jelas kelihatan dari Quran bahwa pria diberi kuasa penuh atas wanita. “Kitab Suci” berlimpah dengan pengajaran-pengajaran yang diskriminasi terhadap wanita, dimana dijelaskan dari konteks pada kitab. Hanya seorang wanita yang buta akan cinta seperti saya yang dapat melupakan hal tersebut. Ketika suami saya sadar bahwa saya tidak lagi seorang istri yang patuh dan Muslimah yang saleh, dia menjadi lebih kejam. Dia menunjukkan warna aslinya dan berseruh bahwa pelacur Jerman tidak akan dapat menjadi wanita sopan.
Meskipun orang tuanya yang sangat konservatif dan teman-temannya tidak dapat memahami apa yang telah terjadi dengan suami saya. Tidak seorangpun mengira dia berubah sedemikian besar. Adakalanya dia menutup petunjuk yang samar-samar yang diikuti bahwa dia telah berbicara kepada para sheik, dikenalkan kepadanya oleh teman-temannya, yang mana mengetahui tentang Islam. Mereka menjelaskan kepadanya bahwa kebanyakan Muslim tidak mengikuti Islam secara keseluruhan; mereka hanya memilih bagian dan damai dan indah tetapi melupakan bagian yang penuh kekerasan. Kamu harus mencintai istrimu tetapi ingatlah untuk memukulnya setiap saat atau dia akan melupakan bahwa dia hanya seorang wanita yang dibuat untuk kesenanganmu. Kamu mesti memperlakukan orang kafir dengan baik, apabila menguntungkanmu, tetapi jangan lupa kewajiban utamamu adalah untuk menggulingkan pemerintahan mereka dan mengadakan Sharia.
Saya tidak dapat percaya bahwa suami saya yang rendah hati sekarang menjadi seorang Wahabbi yang setia. Saya berharap saya hanya tertidur dan bermimpi, tetapi saya tidak sedang tidur dan bermimpi. Saya merencanakan untuk melarikan diri ke kedutaan Jerman. Percakapan saya dengan seorang pekerja wanita juga membukakan mata saya – sia bertanya pada saya, “kapan kamu akan belajar untuk mendengarkan berita, perempuan bodoh?” Maksudnya adalah bahwa semua wanita mengetahui bahwa mengencani seorang Muslim, membiarkannya menikahi, adalah suatu urusan yang berbahaya, dimana kita sebelumnya tidak memperhatikan pada semua peringatan. Mengapa kita harus tetap kencan dengan mereka? Untungnya, anak-anak saya ada bersama saya, terima kasih kepada pengacara yang baik. Saya sekarang telah bekerja dan menikmati hidup saya. Tetapi hal tersebut dapat menjadi berbeda. Dalam hal ini, saya hanya dapat menyalahkan diri saya sendiri atas kebodohan
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Pasal 22 - Islam "Sejati"
“Islam hari ini adalah agama pembenci terbesar di dunia. Kata “Islam” dan “fundamentalisme” diasosiasikan dengan terorisme, genosida, pembunuhan, pengeboman, kebencian-semua hal yang berlawanan dengan kemanusiaan. Islam menyebabkan bertambahnya kesakitan, kecemasan, panik dan perasaan tidak aman diantara para Islamis.”
Abul Kasem adalah seorang yang nyata. Ia tinggal dan menghirup udara Australia. Ia menulis kesaksiannya dari sebuah kota besar Sidney dimana ia telah bersumpah untuk tidak terkurung dengan ketakutan supaya dapat menyampaikan kebenaran mengenai efek dari Islam terhadap para tetangganya yang ada di Bangladesh, sebuah negara yang pernah ia sebut rumah dan yang masih ia cintai hingga hari ini.
Surat Abul menggambarkan kesaksian dari genosida terhadap orang-orang Bengali di tangan seorang tentara Islam. Sebagai hasilnya, ia telah mendedikasikan hidupnya untuk menghalangi penyebaran Islam. Pertanyaan yang muncul: Jika ini yang dilakukan oleh seorang tentara Islam kepada orang Bengali, apa yang akan mereka lakukan kepada orang-orang Amerika? Pastilah lebih mengerikan!!!
Kesaksian Abul
Nama saya Abul Kasem. Saya berasal dari Bangladesh, sebuah negara dengan mayoritas Muslim. Saat ini saya menjadi warga negara Australia. Saat masih kecil dan telah menginjak dewasa, yaitu saat saya tinggal di tengah-tengah masyarakat Islam Bangladesh, saya menyaksikan bagaimana Islam dengan sengaja merubah budaya Bengali kami yang kaya itu menjadi budak dari budaya Arab Bedouin. Islam telah merampok hal yang sangat mendasar dari keberadaan kami sebagai orang Bengali. Pada tahun 1971, ketika terjadi genosida terhadap orang-orang Bengali oleh para tentara Islam dari Pakistan, itulah saat saya menyaksikan warna sebenarnya dari Islam. Sejak saat itu saya meyakini bahwa Islam adalah agama yang tidak manusiawi, barbar, dan imperialistik. Pengalaman pribadi saya memaksa saya dengan keras mempertanyakan apa yang selalu saya percayai sebagai firman-firman Allah yang tidak mungkin salah yang terdapat dalam Quran, dan aksi-aksi personal yang dilakukan oleh Muhammad, sang Utusan Allah. Saya mempelajari Islam dengan sangat serius, menghabiskan waktu bertahun-tahun membaca dan coba memahami “Islam sejati”, hanya untuk memuaskan diri saya bahwa saya tidak salah dalam memahami Islam.
Hasilnya adalah bahwa saya kemudian tidak memiliki pilihan lain kecuali meninggalkan bidat kebencian, teror, penghancuran, dan kekejaman yang sangat mengerikan ini. Islam berlawanan dengan peradaban. Dalam kesaksian ini anda akan mempelajari lebih banyak persepsi saya mengenai Islam. Seorang Islamis sama seperti seorang pecandu narkotika. Semakin banyak anda memberitahukan padanya mengenai kebenaran akan “Islam” sebagai obat berbahaya, maka semakin kuat pula ia berpegang padanya. Pada hakekatnya, ia tidak bisa hidup tanpa narkotika itu. Tetapi di dalam dirinya ia tahu persis bahwa ia sedang berada dibawah pengaruh narkotika yang sangat kuat dan bahwa apa yang saat ini sedang terjadi di seluruh dunia sebenarnya diinspirasikan oleh doktrin dari “Islam yang sebenarnya.”
Sama halnya dengan rokok. Kebanyakan perokok tahu potensi bahaya dari merokok, tetapi mereka tetap melakukannya kendati ada begitu banyak peringatan oleh pemerintah dan dokter. Meski demikian, kita tidak perlu kecewa dengan kenyataan ini. Saya sendiri adalah salah satu dari pecandu obat berbahaya itu. Saya biasa berpikir sama persis dengan reaksi para Islamis ketika mereka melihat kebenaran. Bukan hal yang mudah bagi mereka untuk meninggalkan imannya. Pada kenyataanya, kita sendiri pun sebaiknya tidak mengatakan kepada mereka untuk meninggalkan iman mereka. Sebab hal ini pasti menjadi sesuatu yang kontra produktif. Apa yang bisa kita lakukan hanyalah dengan menunjukkan kepada mereka gambar Islam sejati. Biarkan saja mereka pergi dan menyangkali gambar Islam sejati yang kita perlihatkan. Tetapi mereka pasti menjadi gelisah, sebab jika tidak maka mereka sendiri tidak akan merespon hal itu. Kegelisahan dalam pikiran mereka dan penyangkalan mereka adalah tanda yang paling jelas bahwa pesan itu telah sampai, meskipun ada penyangkalan. Ini yang harus kita lakukan; yaitu kita ciptakan sejumlah keraguan dan sedikit kebingungan. Membutuhkan sejangka waktu sebelum tahap selanjutnya menjadi siap. Dalam tahapan ini besar kemungkinan bahwa mereka bahkan akan lebih kuat berpegang pada agama mereka. Ini adalah tanda lain bahwa seorang Muslim sedang putus asa untuk memastikan bahwa apa yang ia percayai adalah benar. Hal ini akan terus berlangsung dalam sejangka waktu.
Pada satu titik dalam tahapan ini tiba-tiba ia akan terbangun dan memandang kembali keyakinannya yang tak masuk akal itu. Inilah saat ketika ia dengan perlahan akan berhenti mempraktekkan ritual-ritualnya dan akan membaca lebih banyak mengenai apa yang kita tulis. Inilah saat ketika kita berhasil memenangkannya. Saya menerima cukup banyak surat dan bahkan ancaman-ancaman terhadap hidup saya. Hampir semuanya menyebut saya sebagai seorang pengkhianat. Semua surat-surat bernada kebencian ini membuktikan bahwa pesan yang saya sampaikan menyebabkan kegelisahan dan para Islamis sekarang merasa tidak nyaman. Kapan pun saya menerima surat bernada kebencian, maka saya menjadi sangat yakin bahwa pesan yang saya sampaikan mengenai target. Saya bahkan sama sekali tidak memperdulikan surat-surat ini atau meresponnya. Waktu akan membuktikan semuanya. Kita hanya perlu menanamkan benih keraguan, itu saja! Sisanya biarkan alam yang menentukannya. Ia akan melakukan perannya sendiri. Saya akan beritahukan kepada anda bahwa saya pun telah menerima surat-surat yang tulus dari orang-orang Muslim yang memberitahukan kepada saya bahwa mereka telah meninggalkan Islam setelah mereka dengan seksama menguji ajaran Islam. Biasanya jarang sekali ada orang Muslim yang akan memberitahukan kepada publik bahwa ia telah meninggalkan Islam; karena itu, ketahuilah bahwa kebanyakan Muslim sangat jarang memberitahukan kepada anda bahwa mereka telah meninggalkan Islam. Karena itu, kita tidak perlu menjadi kecewa ketika kita menerima surat yang irasional dan penuh kebencian dari para Islamis. Membutuhkan waktu yang sangat lama (barangkali satu abad) sebelum kita melihat bukti nyata dari usaha yang kita lakukan hari ini. Pada waktu hal itu terjadi, saya sendiri sudah mati. Bagi saya, hal itu bukan persoalan. Saya tidak berharap bahwa jutaan orang Muslim akan meninggalkan agama mereka hanya dengan membaca sejumlah artikel. Hal ini tidak mungkin terjadi. Jalan bagi pencerahan adalah sesuatu yang sangat lambat.
Catat baik-baik bahwa tanpa kehadiran Internet maka kita tidak akan bisa mencapai apa yang sudah kita capai hari ini. Internet telah merubah segalanya. Anda bisa melihat sekarang ada begitu banyak websites yang memberitahukan “Islam yang sesungguhnya.” Bahkan beberapa tahun lalu hal ini tidak pernah dipikirkan oleh orang-orang Muslim. Saya sendiri paling banyak menemukan kebenaran mengenai Islam dari Internet. Karena itu, kita membutuhkan kesabaran. Islam hari ini adalah agama pembenci nomor satu. Kata “Islam” dan “fundamentalisme” diasosiasikan dengan terorisme, genosida, pembunuhan, pengeboman, kebencian, dan semua hal yang berlawanan dengan kemanusiaan. Hal-hal itu menyebabkan sakit yang sangat besar, kecemasan, panik, dan perasaan tidak nyaman diantara para Islamis. Mereka sangat mengerti bahwa ada Internet dan ini adalah media elektronik yang sangat ampuh untuk menunjukkan semua perbuatan jahat yang dilakukan atas nama Islam. Sebab itu banyak negara Islam yang menjadikan Internet sebagai musuh mereka. Itulah sebabnya mengapa para Islamis menscan seluruh dunia maya untuk memonitor apa yang dipikirkan oleh dunia mengenai Islam dan mereka berketetapan untuk mengcounter kebenaran dengan penyesatan dan penipuan bahkan jika mereka harus memelintir kitab suci mereka saat melakukannya. Saya sudah coba memberikan pada anda ide saya mengenai bagaimana merespon seorang Islamis. Respon terbaik adalah jangan merespon secara aktif. Kita hanya perlu memotret “Islam sejati” dan biarkan para Islamis memikirkan hal itu.
“Islam hari ini adalah agama pembenci terbesar di dunia. Kata “Islam” dan “fundamentalisme” diasosiasikan dengan terorisme, genosida, pembunuhan, pengeboman, kebencian-semua hal yang berlawanan dengan kemanusiaan. Islam menyebabkan bertambahnya kesakitan, kecemasan, panik dan perasaan tidak aman diantara para Islamis.”
Abul Kasem adalah seorang yang nyata. Ia tinggal dan menghirup udara Australia. Ia menulis kesaksiannya dari sebuah kota besar Sidney dimana ia telah bersumpah untuk tidak terkurung dengan ketakutan supaya dapat menyampaikan kebenaran mengenai efek dari Islam terhadap para tetangganya yang ada di Bangladesh, sebuah negara yang pernah ia sebut rumah dan yang masih ia cintai hingga hari ini.
Surat Abul menggambarkan kesaksian dari genosida terhadap orang-orang Bengali di tangan seorang tentara Islam. Sebagai hasilnya, ia telah mendedikasikan hidupnya untuk menghalangi penyebaran Islam. Pertanyaan yang muncul: Jika ini yang dilakukan oleh seorang tentara Islam kepada orang Bengali, apa yang akan mereka lakukan kepada orang-orang Amerika? Pastilah lebih mengerikan!!!
Kesaksian Abul
Nama saya Abul Kasem. Saya berasal dari Bangladesh, sebuah negara dengan mayoritas Muslim. Saat ini saya menjadi warga negara Australia. Saat masih kecil dan telah menginjak dewasa, yaitu saat saya tinggal di tengah-tengah masyarakat Islam Bangladesh, saya menyaksikan bagaimana Islam dengan sengaja merubah budaya Bengali kami yang kaya itu menjadi budak dari budaya Arab Bedouin. Islam telah merampok hal yang sangat mendasar dari keberadaan kami sebagai orang Bengali. Pada tahun 1971, ketika terjadi genosida terhadap orang-orang Bengali oleh para tentara Islam dari Pakistan, itulah saat saya menyaksikan warna sebenarnya dari Islam. Sejak saat itu saya meyakini bahwa Islam adalah agama yang tidak manusiawi, barbar, dan imperialistik. Pengalaman pribadi saya memaksa saya dengan keras mempertanyakan apa yang selalu saya percayai sebagai firman-firman Allah yang tidak mungkin salah yang terdapat dalam Quran, dan aksi-aksi personal yang dilakukan oleh Muhammad, sang Utusan Allah. Saya mempelajari Islam dengan sangat serius, menghabiskan waktu bertahun-tahun membaca dan coba memahami “Islam sejati”, hanya untuk memuaskan diri saya bahwa saya tidak salah dalam memahami Islam.
Hasilnya adalah bahwa saya kemudian tidak memiliki pilihan lain kecuali meninggalkan bidat kebencian, teror, penghancuran, dan kekejaman yang sangat mengerikan ini. Islam berlawanan dengan peradaban. Dalam kesaksian ini anda akan mempelajari lebih banyak persepsi saya mengenai Islam. Seorang Islamis sama seperti seorang pecandu narkotika. Semakin banyak anda memberitahukan padanya mengenai kebenaran akan “Islam” sebagai obat berbahaya, maka semakin kuat pula ia berpegang padanya. Pada hakekatnya, ia tidak bisa hidup tanpa narkotika itu. Tetapi di dalam dirinya ia tahu persis bahwa ia sedang berada dibawah pengaruh narkotika yang sangat kuat dan bahwa apa yang saat ini sedang terjadi di seluruh dunia sebenarnya diinspirasikan oleh doktrin dari “Islam yang sebenarnya.”
Sama halnya dengan rokok. Kebanyakan perokok tahu potensi bahaya dari merokok, tetapi mereka tetap melakukannya kendati ada begitu banyak peringatan oleh pemerintah dan dokter. Meski demikian, kita tidak perlu kecewa dengan kenyataan ini. Saya sendiri adalah salah satu dari pecandu obat berbahaya itu. Saya biasa berpikir sama persis dengan reaksi para Islamis ketika mereka melihat kebenaran. Bukan hal yang mudah bagi mereka untuk meninggalkan imannya. Pada kenyataanya, kita sendiri pun sebaiknya tidak mengatakan kepada mereka untuk meninggalkan iman mereka. Sebab hal ini pasti menjadi sesuatu yang kontra produktif. Apa yang bisa kita lakukan hanyalah dengan menunjukkan kepada mereka gambar Islam sejati. Biarkan saja mereka pergi dan menyangkali gambar Islam sejati yang kita perlihatkan. Tetapi mereka pasti menjadi gelisah, sebab jika tidak maka mereka sendiri tidak akan merespon hal itu. Kegelisahan dalam pikiran mereka dan penyangkalan mereka adalah tanda yang paling jelas bahwa pesan itu telah sampai, meskipun ada penyangkalan. Ini yang harus kita lakukan; yaitu kita ciptakan sejumlah keraguan dan sedikit kebingungan. Membutuhkan sejangka waktu sebelum tahap selanjutnya menjadi siap. Dalam tahapan ini besar kemungkinan bahwa mereka bahkan akan lebih kuat berpegang pada agama mereka. Ini adalah tanda lain bahwa seorang Muslim sedang putus asa untuk memastikan bahwa apa yang ia percayai adalah benar. Hal ini akan terus berlangsung dalam sejangka waktu.
Pada satu titik dalam tahapan ini tiba-tiba ia akan terbangun dan memandang kembali keyakinannya yang tak masuk akal itu. Inilah saat ketika ia dengan perlahan akan berhenti mempraktekkan ritual-ritualnya dan akan membaca lebih banyak mengenai apa yang kita tulis. Inilah saat ketika kita berhasil memenangkannya. Saya menerima cukup banyak surat dan bahkan ancaman-ancaman terhadap hidup saya. Hampir semuanya menyebut saya sebagai seorang pengkhianat. Semua surat-surat bernada kebencian ini membuktikan bahwa pesan yang saya sampaikan menyebabkan kegelisahan dan para Islamis sekarang merasa tidak nyaman. Kapan pun saya menerima surat bernada kebencian, maka saya menjadi sangat yakin bahwa pesan yang saya sampaikan mengenai target. Saya bahkan sama sekali tidak memperdulikan surat-surat ini atau meresponnya. Waktu akan membuktikan semuanya. Kita hanya perlu menanamkan benih keraguan, itu saja! Sisanya biarkan alam yang menentukannya. Ia akan melakukan perannya sendiri. Saya akan beritahukan kepada anda bahwa saya pun telah menerima surat-surat yang tulus dari orang-orang Muslim yang memberitahukan kepada saya bahwa mereka telah meninggalkan Islam setelah mereka dengan seksama menguji ajaran Islam. Biasanya jarang sekali ada orang Muslim yang akan memberitahukan kepada publik bahwa ia telah meninggalkan Islam; karena itu, ketahuilah bahwa kebanyakan Muslim sangat jarang memberitahukan kepada anda bahwa mereka telah meninggalkan Islam. Karena itu, kita tidak perlu menjadi kecewa ketika kita menerima surat yang irasional dan penuh kebencian dari para Islamis. Membutuhkan waktu yang sangat lama (barangkali satu abad) sebelum kita melihat bukti nyata dari usaha yang kita lakukan hari ini. Pada waktu hal itu terjadi, saya sendiri sudah mati. Bagi saya, hal itu bukan persoalan. Saya tidak berharap bahwa jutaan orang Muslim akan meninggalkan agama mereka hanya dengan membaca sejumlah artikel. Hal ini tidak mungkin terjadi. Jalan bagi pencerahan adalah sesuatu yang sangat lambat.
Catat baik-baik bahwa tanpa kehadiran Internet maka kita tidak akan bisa mencapai apa yang sudah kita capai hari ini. Internet telah merubah segalanya. Anda bisa melihat sekarang ada begitu banyak websites yang memberitahukan “Islam yang sesungguhnya.” Bahkan beberapa tahun lalu hal ini tidak pernah dipikirkan oleh orang-orang Muslim. Saya sendiri paling banyak menemukan kebenaran mengenai Islam dari Internet. Karena itu, kita membutuhkan kesabaran. Islam hari ini adalah agama pembenci nomor satu. Kata “Islam” dan “fundamentalisme” diasosiasikan dengan terorisme, genosida, pembunuhan, pengeboman, kebencian, dan semua hal yang berlawanan dengan kemanusiaan. Hal-hal itu menyebabkan sakit yang sangat besar, kecemasan, panik, dan perasaan tidak nyaman diantara para Islamis. Mereka sangat mengerti bahwa ada Internet dan ini adalah media elektronik yang sangat ampuh untuk menunjukkan semua perbuatan jahat yang dilakukan atas nama Islam. Sebab itu banyak negara Islam yang menjadikan Internet sebagai musuh mereka. Itulah sebabnya mengapa para Islamis menscan seluruh dunia maya untuk memonitor apa yang dipikirkan oleh dunia mengenai Islam dan mereka berketetapan untuk mengcounter kebenaran dengan penyesatan dan penipuan bahkan jika mereka harus memelintir kitab suci mereka saat melakukannya. Saya sudah coba memberikan pada anda ide saya mengenai bagaimana merespon seorang Islamis. Respon terbaik adalah jangan merespon secara aktif. Kita hanya perlu memotret “Islam sejati” dan biarkan para Islamis memikirkan hal itu.
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Pasal 23 - Saksi-Saki Hidup vs. Kebenaran Politik
“Bagaimana jika – walaupun kita sangat mengharapkan dan menginginkan – namun Islam tetaplah bukan sebuah agama yang pada dasarnya baik, damai dan toleran? Bagaimana jika Islam pada dasarnya sangat mirip dengan Naziisme atau sistem-sistem keyakinan yang menyimpang atau yang jahat, dan yang pada hakekatnya ingin menguasai dunia?”
Sebagai kesimpulan terhadap kumpulan kesaksian-kesaksian dari buku ini, maka sebuah elemen yang sangat meyakinkan dapat ditarik. Walaupun para apologis Muslim membuat klaim-klaim yang tak habis-habisnya, dimana mereka mengatakan bahwa Islam sangat menghargai kebebasan personal dan toleransi terhadap non-Muslim, tetapi hal itu adalah sebuah perkecualian dan bukan norma. Sebagaimana yang kita ketahui saat ini, goal dari Islam radikal adalah untuk membawa dominasi global Islam secara komplet. Jika para Islamist tidak dihentikan, maka apa yang telah anda dengar di sini – cerita-cerita mengenai penindasan-penindasan, intoleransi, dan diskrimasi ekstrem yang sudah ditinggalkan oleh masyarakat Barat berabad-abad yang lalu – akan tetap diceritakan, bukan dari bagian dunia yang ada di seberang sana, tetapi dari para tetangga kita sendiri. Jika para Islamist tidak dihentikan, maka cerita dari mereka yang anda baca di sini akan menjadi kehidupan harian dari generasi-generasi masa depan di Barat, maupun di negara-negara non-Muslim. Jika anda berpikir bahwa hal ini adalah sebuah ide atau pikiran yang gila maka pertimbangkanlah hal berikut ini: Apakah kita memilih atau menolak untuk mengabaikan fakta-fakta, dunia Islam dan Barat sedang terlibat dalam sebuah perang suci. Dan kelihatannya dunia Barat tidak sedang memenangkan pertempuran itu. Adalah sebuah kebenaran, bahwa ada orang-orang yang dipersiapkan untuk mati dan membunuh kita hanya karena kita tidak mau memeluk Islam sebagaimana halnya mereka. Sebagai tambahan, mereka juga dipersiapkan untuk membunuh muslim-muslim lainnya, seperti halnya Benazir Bhutto, yang juga tidak memeluk Islam radikal. Kenyataan ini lebih lanjut terbukti dengan meningkatnya jumlah cerita-cerita baru yang dicatat Allah dan Islam sebagai sebuah pembenaran untuk pembunuhan berdarah dingin. Sesungguhnya, kejahatan Islam radikal dan kebencian terhadap Kristen, Hindu, Budha, dan terlebih khusus terhadap orang-orang Yahudi tampak jelas kepada siapa pun yang hanya membaca surat kabar secara sambil lalu.
Sebagaimana kita semua ketahui, pada tanggal 11 September 2001, sebagai tambahan atas runtuhnya menara kembar WTC, Islam radikal juga menyerang Pentagon. Ya, dengan nama Allah, para teroris menargetkan pusat dari militer Amerika. Perang ini dilaksanakan dalam nama Allah. Kemudian setelah peristiwa itu, tahun-tahun berikut telah menyaksikan gelombang kejahatan, semuanya dibawa dalam nama Islam, dan tidak ada harapan bahwa hal ini akan segera berlalu. Pada tahun-tahun terakhir, hal ini bahkan dari buruk menjadi sangat buruk.
Adalah sebuah kebenaran dan bukti-bukti terus bertambah bahwa Islam Fundamentalisme adalah sebuah masalah global, dan jika tidak segera dihentikan maka ia akan segera tiba di tetangga-tetangga yang ada di sekitar anda. Pada saat buku ini dicetak, sekumpulan besar cerita-cerita baru tanpa ada keraguan menjadi headline di berbagai media di seluruh dunia. Ada jutaan orang di seluruh dunia yang ingin menjadikan kita Muslim atau membunuh kita dengan nama Allah. Kiranya kita tidak pernah melupakan peristiwa 11 September, 11 Juli (Bom Madrid), serangan-serangan kereta api di India, dan kebiadaban yang dilakukan sejumlah Muslim Indonesia di Bali. Namun tetap saja, meskipun fakta-fakta sangat jelas dipaparkan melalui cerita-cerita dan kesaksian-kesaksian dalam buku ini sejak 11 September, masyarakat non Muslim khususnya yang ada di Barat kelihatan masih bingung mengenai sifat sesungguhnya dari Islam.
Pada satu pihak kita telah diberitahukan ribuan kali bahwa “Islam artinya damai” (yang sebenarnya Islam artinya tunduk kepada Allah). Kita juga telah diberitahukan bahwa Islam adalah sebuah agama yang indah dan ia sama halnya dengan agama-agama dunia lainnya. Kita juga coba diyakinkan bahwa dalam Islam tidak melekat kekerasan. Kita juga diberitahukan bahwa “Islam sejati” tidak mendukung jihad atau perang suci terhadap “orang-orang kafir”. Kita pun diberitahukan bahwa mereka yang melakukan kekerasan atas nama Islam hanyalah sebuah kelompok kecil dari populasi Muslim dunia. Mereka memberitahukan kepada kita bahwa orang-orang itu telah “membajak sebuah agama yang agung”. Namun diantara mereka yang telah meninggalkan Islam, kita mendengar sebuah cerita yang sangat berbeda. Apakah mereka yang mengatakan betapa Islam itu sebuah agama damai bukan pada kenyataannya sedang menyampaikan sebuah versi Islam yang telah disterilisasikan, atau “dikristenkan” dan secara khusus dikemas supaya bisa diterima di Barat atau pun di negara-negara Muslim lainnya? Apakah diet Islam adalah sebuah Islam yang sesungguhnya, atau wajah Islam yang sebenarnya adalah Islam yang kita lihat di berita malam, ketika mereka dilaporkan melakukan bom bunuh diri, perkosaan dan kekerasan dalam berbagai bentuk? Disinilah letak kesulitannya: suara-suara yang melukiskan Islam sebagai agama yang lemah-lembut dan indah biasanya berasal dari para politikus atau para apologis Muslim, atau juru bicara Masjid lokal.
Namun pada sisi yang lain, ada Islam yang berbeda yang kita lihat. Ini adalah Islam yang memproduksi terlalu banyak kekerasan dan pembunuhan-pembunuhan individual. Ini adalah Islamnya Osama Bin Laden, Mahmud Ahmadinejad, dan para pelaku bom bunuh diri. Ini adalah Islam jihad dan “bunuh para kafirun”. Ini adalah Islam yang kebanyakan orang pasti menginginkan agar ia dihapuskan sama sekali. Namun sekarang setelah kita membaca cerita-cerita dari para pria dan wanita eks Muslim yang berani, pertanyaan baru muncul: Siapa yang akan kita dengar? Apakah kita masih terus menerima klaim-klaim dari para politisi, para apologis Muslim, dan para penginjil yang menerima dana dari pemerintah Saudi Arabia yang menganut paham Wahabian, atau apakah kita akan menerima kisah-kisah yang disampaikan kepada kita oleh mereka yang telah meninggalkan Islam? Akankah kita menerima apa yang diberitahukan kepada kita, atau menerima apa yang telah kita saksikan pada dekade yang sudah lewat dalam skala global? Apakah kita akan benar-benar memperhatikan suara-suara dari para sarjana yang telah menghabiskan seluruh hidup mereka untuk mempelajari Islam seperti Robert Spencer atau Daniel Pipes, atau mempercayai mereka yang mengklaim bahwa ayat Quran yang berbunyi: “bunuhlah kafir kapan pun engkau bertemu dengan mereka” (Surah 2:191) sebenarnya mengandung pengertian untuk “mengasihi tetangga seperti mengasihi diri sendiri?”
Kapan saja sebuah cerita tertentu disampaikan dalam pemberitaan media mengenai perbuatan yang tidak manusiawi yang dilakukan oleh seseorang atas nama Islam, para komentator yang bermacam-macam secara refleks akan mencoba menjelaskan dan mengkualifikasikan bahwa, kendati ada orang-orang biadab yang melakukan tindakan-tindakan itu atas nama Islam, tetapi Islam sendiri sesungguhnya adalah sebuah agama yang agung dan mulia dan tidak bisa dipersalahkan. Mereka coba menghibur dan meyakinkan kita bahwa apa yang kita lihat hari ini dengan para pelaku bom bunuh diri dan pemancungan-pemancungan yang dilakukan sebenarnya hanyalah sejumlah kecil perbuatan jahat dan kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang yang sesat, yang telah “membajak sebuah agama yang agung.”
Ketika kita sebagai seorang non-Muslim membuat klaim seperti itu – bahwa pada intinya Islam adalah sebuah agama yang agung, damai dan baik – yaitu pada saat kita membuat klaim-klaim yang tidak didasarkan pada realitas obyektif, atau melalui sebuah pengujian yang solid terhadap teks-teks suci yang bervariasi maupun sejarah Islam, tetapi lebih didasarkan hanya pada iman kita saja bahwa hal itu pastilah demikian, maka secara literal kita sedang melakukan bunuh diri kultural. Hal ini tidaklah berlebih-lebihan. Ini adalah pendapat Jonestown dengan sebuah skala yang tidak bisa dibayangkan. Memang racun ini membutuhkan beberapa generasi untuk menyelesaikan karyanya, tetapi ia bukanlah sesuatu yang kurang efektif jika dibandingkan dengan Kool-Aid yang keji yang ditelan oleh massa (para pengikut Jim Jones) di Ghana.
Sekarang, dengan iman kita berbicara dalam 2 arah. Yang pertama, kita menyebut iman dalam pengertian sebuah sistem keyakinan, yang dalam kasus ini sistem keyakinan tanpa nama yang tidak jelas namun sangat populer yang berkata – dan kita semua mendengar kata-kata klise ini ribuan kali – bahwa semua agama memimpin kepada Tuhan dan pada dasarnya semua agama adalah baik. Kita juga menyebut iman dalam pengertian harapan – atau mungkin kata yang lebih baik adalah keputus-asaan. Sebuah keyakinan yang putus asa berpendapat bahwa Islam pada intinya pastilah baik; jika tidak...lantas bagaimana? Ia harus. Secara sederhana harus demikian. Tetapi bagaimana jika sebenarnya tidak demikian?
Apakah kita mengijinkan untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut? Kita mendengar bahwa ada orang-orang yang menuduh bahwa kita telah menyebarkan kebencian. Namun, apakah hal ini adalah sebuah “kebencian”, saat mengkritik atau mempertanyakan sebuah ideologi? Dengan kata lain, bukankah hal ini adalah kebencian yang ditujukan terhadap individu-individu dan bukan terhadap konsep atau ideologi? Atau kita ubah kalimatnya sebagai berikut, di awal 1940an, bisakah seseorang mengasihi orang-orang Jerman namun pada saat yang sama tetap mengecam keras Naziisme tanpa dituduh sedang menyebarkan kebencian? Atau pertanyaan relevan lainnya adalah: Bukankah kekuatan utama sebuah masyarakat yang “maju” adalah kemampuan masyarakat itu untuk dengan bebas memperdebatkan dan mendiskusikan segala hal yang nyata? Bukankah ini merupakan salah satu kekuatan utama dari budaya Barat? Besi menajamkan besi. Atau apakah pernyataan besi menajamkan besi saat ini dipandang sebagai sebuah ungkapan yang tidak perlu dan menjengkelkan, dan harus segera dibungkam?
Apakah “koreksi secara politis” telah menggilas habis kemampuan masyarakat kita untuk bisa secara berbudaya mendiskusikan hal-hal itu meskipun hal itu terkadang tidak nyaman untuk dibahas? Apakah seorang pengkoreksi politik tingkat tinggi telah merampok kita sebagai kelompok masyarakat yang sangat menjunjung tinggi kebebasan yang telah menjadikan kita masyarakat yang agung? Dalam usaha kita untuk menjadi sensitif, sudahkah kita mengabaikan akal sehat? Kita akan memperdebatkan apa yang kita miliki. Telah muncul sebuah usaha untuk menjelaskan banyak perbuatan biadab yang telah dilakukan dalam nama Allah. Seringkali, pembentukan negara Israel atau intervensi Amerika di Timur Tengah yang dipersalahkan – dan terlebih khusus lagi peperangan di Irak dan Afghanistan. Tetapi telah berurat berakar di dalam setiap kita kebutuhan akan penjelasan yang rasional sebagai cara bagaimana kita bisa menyelesaikan masalah ini. Jika kita bisa merubah diri kita sendiri, maka kita dapat menghilangkan keinginan musuh-musuh kita untuk membunuh kita – atau melenyapkan pemikiran mereka yang jahat. Sedihnya, keyakinan ini lebih banyak didasarkan pada emosionalisme yang didasarkan pada ketakutan, benci pada diri sendiri yang timbul karena perasaan bersalah, dan sikap masa bodoh yang menyolok terhadap sejarah Islam dan bukannya atas alasan-alasan yang masuk akal. Suatu hal yang menarik bahwa pada tahun 1940an, ketika Eropa menghadapi ancaman yang mengerikan dari Naziisme, ahli sejarah Gereja Roma Katolik dan Hilaire Belloc seorang intelektual meyakini bahwa Islam pada suatu hari nanti akan menjadi ancaman yang jauh lebih berbahaya dan mengerikan dibandingkan dengan rejim Hitler. Mereka mengingatkan kita akan sejarah dengan berkata: “Viena, sebagaimana yang kita lihat, hampir saja direbut dan hanya bisa diselamatkan oleh Raja Polandia pada tanggal yang menjadi waktu yang sangat bersejarah yaitu tanggal 11 September, 1683.”
Dengan kata lain, ancaman Islam telah ada jauh sebelum berdirinya negara modern Israel atau Amerika Serikat. Pada kenyataannya, sebagaimana sejumlah mantan Muslim katakan dalam buku ini, tradisi suci yang diterima secara universal oleh Islam telah mendeklarasikan sejak permulaan bahwa hari kebangkitan tidak akan datang sebelum para Muslim yang setia melenyapkan sama sekali (holocaust) orang-orang Yahudi. Apakah tradisi suci kuno ini harus dipersalahkan atas berdirinya negara Israel? Pada saat “inspirasinya”, orang-orang Yahudi tidak memiliki negara mereka sendiri. Tetapi roh Anti-Semitik dari Islam bahkan sudah ada ketika orang-orang Yahudi tidak memiliki negara sendiri.
Roh Anti-Semitik yang tidak berbelaskasihan ini mungkin diartikulasikan sangat baik melalui mulut seorang Hassan Nasrallah, pemimpin pergerakan Hezbollah di Lebanon, ketika ia berkata pada bulan Oktober 2002, ”Jika semua orang Yahudi telah berkumpul di Israel, maka hal itu akan sangat membantu kita untuk tidak perlu lagi memburu mereka di seluruh dunia.” Apakah Amerika harus dipersalahkan atas keinginan untuk melenyapkan seluruh orang Yahudi? Atau Islam radikal terlihat sebagai pesona yang sama dengan Adolf Hitler? Sesungguhnya, ajaran Mein Kampf dari Adolf Hitler menjadi buku best seller di banyak negara-negara Arab selama lebih dari satu dekade, khususnya di Palestina. Dengan memprogandakan kebencian terhadap Israel dan Amerika Serikat, bukankah hal yang sangat mungkin bahwa serangan 11 September tidak ada hubungannya dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat tetapi secara sederhana ini adalah serangan terhadap Amerika – negara Kristen terbesar di dunia – pada perayaan kemenangan tentara-tentara Kristen yang berhasil mengalahkan Muslim di pintu gerbang Viena, Austria?
Kembali pada pertanyaan yang ditanyakan di awal mengenai kebaikan atau kejahatan yang melekat pada Islam. Bagaimana jika – meskipun kita sangat berharap dan menginginkannya – Islam pada intinya bukanlah agama yang baik, damai dan toleran? Bagaimana jika Islam pada intinya sebenarnya sama dengan Naziisme atau sistem kepercayaan sesat atau jahat lainnya, yang bertujuan untuk mendominasi dunia? Bagaimana jika Islam dalam pondasinya memiliki banyak hal yang secara diametrikal beroposisi terhadap kebebasan berbicara, kebebasan memilih, kebebasan berekspresi – atau bentuk-bentuk kemerdekaan lain pada umumnya? Bagaimana jika klaim bahwa Islam telah dibajak oleh orang-orang radikal sebenarnya tidak benar, tetapi sebaliknya orang-orang radikal itu sebenarnya adalah mereka yang sangat akurat dan setia dalam mengamalkan inti dari ajaran Islam? Bagaimana jika sebuah studi obyektif terhadap Islam menunjukkan bahwa inilah yang sebenarnya terjadi?
Sebagaimana yang telah kita baca melalui beberapa kisah di atas, ada sebuah ancaman yang bersifat umum: Tak satu pun pendapat yang bersifat politik benar. Mengapa demikian? Mengapa ketika kita coba untuk menyingkapkan dan mendiskusikan natur yang sebenarnya dari Islam, maka kita dengan cepat mendengarkan mereka yang hanya mendiskusikan Islam dalam terminologi yang positif dan memancarkan cahaya, tetapi kita menolak untuk mempercayai kesimpulan-kesimpulan dari para sarjana yang telah menghabiskan hidup mereka untuk mempelajari Islam, dan menarik kesimpulan yang berbeda dengan para politikus itu? Atau yang lebih penting lagi, mengapa kita harus cepat-cepat menolak kisah-kisah nyata yang sangat pribadi dari orang-orang yang lahir dan dibesarkan dalam Islam dan kemudian meninggalkannya setelah menemukan wajah Islam yang sebenarnya? Mengapa gambar yang dengan jelas dilukiskan melalui kisah-kisah dalam buku ini tak satu pun yang dipertimbangkan oleh media atau sistem pendidikan? Mengapa hingga saat ini kita lebih memilih pembenaran politis di atas kenyataan yang sebenarnya? Dan sekarang, setelah mendengar peringatan-peringatan yang disampaikan di sini, masihkah kita memilih untuk tunduk tanpa berpikir di hadapan altar koreksi politis atau kita memilih untuk mengindahkan peringatan-peringatan dari para saksi hidup yang berani ini?
“Bagaimana jika – walaupun kita sangat mengharapkan dan menginginkan – namun Islam tetaplah bukan sebuah agama yang pada dasarnya baik, damai dan toleran? Bagaimana jika Islam pada dasarnya sangat mirip dengan Naziisme atau sistem-sistem keyakinan yang menyimpang atau yang jahat, dan yang pada hakekatnya ingin menguasai dunia?”
Sebagai kesimpulan terhadap kumpulan kesaksian-kesaksian dari buku ini, maka sebuah elemen yang sangat meyakinkan dapat ditarik. Walaupun para apologis Muslim membuat klaim-klaim yang tak habis-habisnya, dimana mereka mengatakan bahwa Islam sangat menghargai kebebasan personal dan toleransi terhadap non-Muslim, tetapi hal itu adalah sebuah perkecualian dan bukan norma. Sebagaimana yang kita ketahui saat ini, goal dari Islam radikal adalah untuk membawa dominasi global Islam secara komplet. Jika para Islamist tidak dihentikan, maka apa yang telah anda dengar di sini – cerita-cerita mengenai penindasan-penindasan, intoleransi, dan diskrimasi ekstrem yang sudah ditinggalkan oleh masyarakat Barat berabad-abad yang lalu – akan tetap diceritakan, bukan dari bagian dunia yang ada di seberang sana, tetapi dari para tetangga kita sendiri. Jika para Islamist tidak dihentikan, maka cerita dari mereka yang anda baca di sini akan menjadi kehidupan harian dari generasi-generasi masa depan di Barat, maupun di negara-negara non-Muslim. Jika anda berpikir bahwa hal ini adalah sebuah ide atau pikiran yang gila maka pertimbangkanlah hal berikut ini: Apakah kita memilih atau menolak untuk mengabaikan fakta-fakta, dunia Islam dan Barat sedang terlibat dalam sebuah perang suci. Dan kelihatannya dunia Barat tidak sedang memenangkan pertempuran itu. Adalah sebuah kebenaran, bahwa ada orang-orang yang dipersiapkan untuk mati dan membunuh kita hanya karena kita tidak mau memeluk Islam sebagaimana halnya mereka. Sebagai tambahan, mereka juga dipersiapkan untuk membunuh muslim-muslim lainnya, seperti halnya Benazir Bhutto, yang juga tidak memeluk Islam radikal. Kenyataan ini lebih lanjut terbukti dengan meningkatnya jumlah cerita-cerita baru yang dicatat Allah dan Islam sebagai sebuah pembenaran untuk pembunuhan berdarah dingin. Sesungguhnya, kejahatan Islam radikal dan kebencian terhadap Kristen, Hindu, Budha, dan terlebih khusus terhadap orang-orang Yahudi tampak jelas kepada siapa pun yang hanya membaca surat kabar secara sambil lalu.
Sebagaimana kita semua ketahui, pada tanggal 11 September 2001, sebagai tambahan atas runtuhnya menara kembar WTC, Islam radikal juga menyerang Pentagon. Ya, dengan nama Allah, para teroris menargetkan pusat dari militer Amerika. Perang ini dilaksanakan dalam nama Allah. Kemudian setelah peristiwa itu, tahun-tahun berikut telah menyaksikan gelombang kejahatan, semuanya dibawa dalam nama Islam, dan tidak ada harapan bahwa hal ini akan segera berlalu. Pada tahun-tahun terakhir, hal ini bahkan dari buruk menjadi sangat buruk.
Adalah sebuah kebenaran dan bukti-bukti terus bertambah bahwa Islam Fundamentalisme adalah sebuah masalah global, dan jika tidak segera dihentikan maka ia akan segera tiba di tetangga-tetangga yang ada di sekitar anda. Pada saat buku ini dicetak, sekumpulan besar cerita-cerita baru tanpa ada keraguan menjadi headline di berbagai media di seluruh dunia. Ada jutaan orang di seluruh dunia yang ingin menjadikan kita Muslim atau membunuh kita dengan nama Allah. Kiranya kita tidak pernah melupakan peristiwa 11 September, 11 Juli (Bom Madrid), serangan-serangan kereta api di India, dan kebiadaban yang dilakukan sejumlah Muslim Indonesia di Bali. Namun tetap saja, meskipun fakta-fakta sangat jelas dipaparkan melalui cerita-cerita dan kesaksian-kesaksian dalam buku ini sejak 11 September, masyarakat non Muslim khususnya yang ada di Barat kelihatan masih bingung mengenai sifat sesungguhnya dari Islam.
Pada satu pihak kita telah diberitahukan ribuan kali bahwa “Islam artinya damai” (yang sebenarnya Islam artinya tunduk kepada Allah). Kita juga telah diberitahukan bahwa Islam adalah sebuah agama yang indah dan ia sama halnya dengan agama-agama dunia lainnya. Kita juga coba diyakinkan bahwa dalam Islam tidak melekat kekerasan. Kita juga diberitahukan bahwa “Islam sejati” tidak mendukung jihad atau perang suci terhadap “orang-orang kafir”. Kita pun diberitahukan bahwa mereka yang melakukan kekerasan atas nama Islam hanyalah sebuah kelompok kecil dari populasi Muslim dunia. Mereka memberitahukan kepada kita bahwa orang-orang itu telah “membajak sebuah agama yang agung”. Namun diantara mereka yang telah meninggalkan Islam, kita mendengar sebuah cerita yang sangat berbeda. Apakah mereka yang mengatakan betapa Islam itu sebuah agama damai bukan pada kenyataannya sedang menyampaikan sebuah versi Islam yang telah disterilisasikan, atau “dikristenkan” dan secara khusus dikemas supaya bisa diterima di Barat atau pun di negara-negara Muslim lainnya? Apakah diet Islam adalah sebuah Islam yang sesungguhnya, atau wajah Islam yang sebenarnya adalah Islam yang kita lihat di berita malam, ketika mereka dilaporkan melakukan bom bunuh diri, perkosaan dan kekerasan dalam berbagai bentuk? Disinilah letak kesulitannya: suara-suara yang melukiskan Islam sebagai agama yang lemah-lembut dan indah biasanya berasal dari para politikus atau para apologis Muslim, atau juru bicara Masjid lokal.
Namun pada sisi yang lain, ada Islam yang berbeda yang kita lihat. Ini adalah Islam yang memproduksi terlalu banyak kekerasan dan pembunuhan-pembunuhan individual. Ini adalah Islamnya Osama Bin Laden, Mahmud Ahmadinejad, dan para pelaku bom bunuh diri. Ini adalah Islam jihad dan “bunuh para kafirun”. Ini adalah Islam yang kebanyakan orang pasti menginginkan agar ia dihapuskan sama sekali. Namun sekarang setelah kita membaca cerita-cerita dari para pria dan wanita eks Muslim yang berani, pertanyaan baru muncul: Siapa yang akan kita dengar? Apakah kita masih terus menerima klaim-klaim dari para politisi, para apologis Muslim, dan para penginjil yang menerima dana dari pemerintah Saudi Arabia yang menganut paham Wahabian, atau apakah kita akan menerima kisah-kisah yang disampaikan kepada kita oleh mereka yang telah meninggalkan Islam? Akankah kita menerima apa yang diberitahukan kepada kita, atau menerima apa yang telah kita saksikan pada dekade yang sudah lewat dalam skala global? Apakah kita akan benar-benar memperhatikan suara-suara dari para sarjana yang telah menghabiskan seluruh hidup mereka untuk mempelajari Islam seperti Robert Spencer atau Daniel Pipes, atau mempercayai mereka yang mengklaim bahwa ayat Quran yang berbunyi: “bunuhlah kafir kapan pun engkau bertemu dengan mereka” (Surah 2:191) sebenarnya mengandung pengertian untuk “mengasihi tetangga seperti mengasihi diri sendiri?”
Kapan saja sebuah cerita tertentu disampaikan dalam pemberitaan media mengenai perbuatan yang tidak manusiawi yang dilakukan oleh seseorang atas nama Islam, para komentator yang bermacam-macam secara refleks akan mencoba menjelaskan dan mengkualifikasikan bahwa, kendati ada orang-orang biadab yang melakukan tindakan-tindakan itu atas nama Islam, tetapi Islam sendiri sesungguhnya adalah sebuah agama yang agung dan mulia dan tidak bisa dipersalahkan. Mereka coba menghibur dan meyakinkan kita bahwa apa yang kita lihat hari ini dengan para pelaku bom bunuh diri dan pemancungan-pemancungan yang dilakukan sebenarnya hanyalah sejumlah kecil perbuatan jahat dan kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang yang sesat, yang telah “membajak sebuah agama yang agung.”
Ketika kita sebagai seorang non-Muslim membuat klaim seperti itu – bahwa pada intinya Islam adalah sebuah agama yang agung, damai dan baik – yaitu pada saat kita membuat klaim-klaim yang tidak didasarkan pada realitas obyektif, atau melalui sebuah pengujian yang solid terhadap teks-teks suci yang bervariasi maupun sejarah Islam, tetapi lebih didasarkan hanya pada iman kita saja bahwa hal itu pastilah demikian, maka secara literal kita sedang melakukan bunuh diri kultural. Hal ini tidaklah berlebih-lebihan. Ini adalah pendapat Jonestown dengan sebuah skala yang tidak bisa dibayangkan. Memang racun ini membutuhkan beberapa generasi untuk menyelesaikan karyanya, tetapi ia bukanlah sesuatu yang kurang efektif jika dibandingkan dengan Kool-Aid yang keji yang ditelan oleh massa (para pengikut Jim Jones) di Ghana.
Sekarang, dengan iman kita berbicara dalam 2 arah. Yang pertama, kita menyebut iman dalam pengertian sebuah sistem keyakinan, yang dalam kasus ini sistem keyakinan tanpa nama yang tidak jelas namun sangat populer yang berkata – dan kita semua mendengar kata-kata klise ini ribuan kali – bahwa semua agama memimpin kepada Tuhan dan pada dasarnya semua agama adalah baik. Kita juga menyebut iman dalam pengertian harapan – atau mungkin kata yang lebih baik adalah keputus-asaan. Sebuah keyakinan yang putus asa berpendapat bahwa Islam pada intinya pastilah baik; jika tidak...lantas bagaimana? Ia harus. Secara sederhana harus demikian. Tetapi bagaimana jika sebenarnya tidak demikian?
Apakah kita mengijinkan untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut? Kita mendengar bahwa ada orang-orang yang menuduh bahwa kita telah menyebarkan kebencian. Namun, apakah hal ini adalah sebuah “kebencian”, saat mengkritik atau mempertanyakan sebuah ideologi? Dengan kata lain, bukankah hal ini adalah kebencian yang ditujukan terhadap individu-individu dan bukan terhadap konsep atau ideologi? Atau kita ubah kalimatnya sebagai berikut, di awal 1940an, bisakah seseorang mengasihi orang-orang Jerman namun pada saat yang sama tetap mengecam keras Naziisme tanpa dituduh sedang menyebarkan kebencian? Atau pertanyaan relevan lainnya adalah: Bukankah kekuatan utama sebuah masyarakat yang “maju” adalah kemampuan masyarakat itu untuk dengan bebas memperdebatkan dan mendiskusikan segala hal yang nyata? Bukankah ini merupakan salah satu kekuatan utama dari budaya Barat? Besi menajamkan besi. Atau apakah pernyataan besi menajamkan besi saat ini dipandang sebagai sebuah ungkapan yang tidak perlu dan menjengkelkan, dan harus segera dibungkam?
Apakah “koreksi secara politis” telah menggilas habis kemampuan masyarakat kita untuk bisa secara berbudaya mendiskusikan hal-hal itu meskipun hal itu terkadang tidak nyaman untuk dibahas? Apakah seorang pengkoreksi politik tingkat tinggi telah merampok kita sebagai kelompok masyarakat yang sangat menjunjung tinggi kebebasan yang telah menjadikan kita masyarakat yang agung? Dalam usaha kita untuk menjadi sensitif, sudahkah kita mengabaikan akal sehat? Kita akan memperdebatkan apa yang kita miliki. Telah muncul sebuah usaha untuk menjelaskan banyak perbuatan biadab yang telah dilakukan dalam nama Allah. Seringkali, pembentukan negara Israel atau intervensi Amerika di Timur Tengah yang dipersalahkan – dan terlebih khusus lagi peperangan di Irak dan Afghanistan. Tetapi telah berurat berakar di dalam setiap kita kebutuhan akan penjelasan yang rasional sebagai cara bagaimana kita bisa menyelesaikan masalah ini. Jika kita bisa merubah diri kita sendiri, maka kita dapat menghilangkan keinginan musuh-musuh kita untuk membunuh kita – atau melenyapkan pemikiran mereka yang jahat. Sedihnya, keyakinan ini lebih banyak didasarkan pada emosionalisme yang didasarkan pada ketakutan, benci pada diri sendiri yang timbul karena perasaan bersalah, dan sikap masa bodoh yang menyolok terhadap sejarah Islam dan bukannya atas alasan-alasan yang masuk akal. Suatu hal yang menarik bahwa pada tahun 1940an, ketika Eropa menghadapi ancaman yang mengerikan dari Naziisme, ahli sejarah Gereja Roma Katolik dan Hilaire Belloc seorang intelektual meyakini bahwa Islam pada suatu hari nanti akan menjadi ancaman yang jauh lebih berbahaya dan mengerikan dibandingkan dengan rejim Hitler. Mereka mengingatkan kita akan sejarah dengan berkata: “Viena, sebagaimana yang kita lihat, hampir saja direbut dan hanya bisa diselamatkan oleh Raja Polandia pada tanggal yang menjadi waktu yang sangat bersejarah yaitu tanggal 11 September, 1683.”
Dengan kata lain, ancaman Islam telah ada jauh sebelum berdirinya negara modern Israel atau Amerika Serikat. Pada kenyataannya, sebagaimana sejumlah mantan Muslim katakan dalam buku ini, tradisi suci yang diterima secara universal oleh Islam telah mendeklarasikan sejak permulaan bahwa hari kebangkitan tidak akan datang sebelum para Muslim yang setia melenyapkan sama sekali (holocaust) orang-orang Yahudi. Apakah tradisi suci kuno ini harus dipersalahkan atas berdirinya negara Israel? Pada saat “inspirasinya”, orang-orang Yahudi tidak memiliki negara mereka sendiri. Tetapi roh Anti-Semitik dari Islam bahkan sudah ada ketika orang-orang Yahudi tidak memiliki negara sendiri.
Roh Anti-Semitik yang tidak berbelaskasihan ini mungkin diartikulasikan sangat baik melalui mulut seorang Hassan Nasrallah, pemimpin pergerakan Hezbollah di Lebanon, ketika ia berkata pada bulan Oktober 2002, ”Jika semua orang Yahudi telah berkumpul di Israel, maka hal itu akan sangat membantu kita untuk tidak perlu lagi memburu mereka di seluruh dunia.” Apakah Amerika harus dipersalahkan atas keinginan untuk melenyapkan seluruh orang Yahudi? Atau Islam radikal terlihat sebagai pesona yang sama dengan Adolf Hitler? Sesungguhnya, ajaran Mein Kampf dari Adolf Hitler menjadi buku best seller di banyak negara-negara Arab selama lebih dari satu dekade, khususnya di Palestina. Dengan memprogandakan kebencian terhadap Israel dan Amerika Serikat, bukankah hal yang sangat mungkin bahwa serangan 11 September tidak ada hubungannya dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat tetapi secara sederhana ini adalah serangan terhadap Amerika – negara Kristen terbesar di dunia – pada perayaan kemenangan tentara-tentara Kristen yang berhasil mengalahkan Muslim di pintu gerbang Viena, Austria?
Kembali pada pertanyaan yang ditanyakan di awal mengenai kebaikan atau kejahatan yang melekat pada Islam. Bagaimana jika – meskipun kita sangat berharap dan menginginkannya – Islam pada intinya bukanlah agama yang baik, damai dan toleran? Bagaimana jika Islam pada intinya sebenarnya sama dengan Naziisme atau sistem kepercayaan sesat atau jahat lainnya, yang bertujuan untuk mendominasi dunia? Bagaimana jika Islam dalam pondasinya memiliki banyak hal yang secara diametrikal beroposisi terhadap kebebasan berbicara, kebebasan memilih, kebebasan berekspresi – atau bentuk-bentuk kemerdekaan lain pada umumnya? Bagaimana jika klaim bahwa Islam telah dibajak oleh orang-orang radikal sebenarnya tidak benar, tetapi sebaliknya orang-orang radikal itu sebenarnya adalah mereka yang sangat akurat dan setia dalam mengamalkan inti dari ajaran Islam? Bagaimana jika sebuah studi obyektif terhadap Islam menunjukkan bahwa inilah yang sebenarnya terjadi?
Sebagaimana yang telah kita baca melalui beberapa kisah di atas, ada sebuah ancaman yang bersifat umum: Tak satu pun pendapat yang bersifat politik benar. Mengapa demikian? Mengapa ketika kita coba untuk menyingkapkan dan mendiskusikan natur yang sebenarnya dari Islam, maka kita dengan cepat mendengarkan mereka yang hanya mendiskusikan Islam dalam terminologi yang positif dan memancarkan cahaya, tetapi kita menolak untuk mempercayai kesimpulan-kesimpulan dari para sarjana yang telah menghabiskan hidup mereka untuk mempelajari Islam, dan menarik kesimpulan yang berbeda dengan para politikus itu? Atau yang lebih penting lagi, mengapa kita harus cepat-cepat menolak kisah-kisah nyata yang sangat pribadi dari orang-orang yang lahir dan dibesarkan dalam Islam dan kemudian meninggalkannya setelah menemukan wajah Islam yang sebenarnya? Mengapa gambar yang dengan jelas dilukiskan melalui kisah-kisah dalam buku ini tak satu pun yang dipertimbangkan oleh media atau sistem pendidikan? Mengapa hingga saat ini kita lebih memilih pembenaran politis di atas kenyataan yang sebenarnya? Dan sekarang, setelah mendengar peringatan-peringatan yang disampaikan di sini, masihkah kita memilih untuk tunduk tanpa berpikir di hadapan altar koreksi politis atau kita memilih untuk mengindahkan peringatan-peringatan dari para saksi hidup yang berani ini?
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
Kata-Kata Penutup
Dari sini hendak kemana?
Oleh: Gregory M. Davis
Mereka yang telah melihat Islam dari dalam tahu lebih baik warna sebenarnya dari Islam dibandingkan mereka yang hanya melihatnya dari luar. Ini semua adalah kesaksian-kesaksian mereka – lebih lengkap dibandingkan pendapat para politikus atau para pengamat Barat. Kita harus memperhatikan apa yang mereka katakan jika kita ingin selamat dari ancaman Islam yang ditujukan kepada seluruh dunia. Berita-berita yang menggunung yang melaporkan tindak kekerasan, kekacauan, dan terorisme dari seluruh penjuru dunia sudah membuat banyak orang terhenyak, tetapi sayangnya hanya sedikit orang yang memiliki kesabaran atau pikiran yang jernih bagaimana bisa memfokuskan diri untuk menyelesaikan masalah ini. Tidak lagi diragukan bahwa semua kekerasan-kekerasan yang kita saksikan di dunia saat ini, dari Nigeria hingga Thailand, dari Bosnia hingga Bali, dari Chechnya hingga Filipina, dari Sudan hingga Indonesia, dari Israel hingga Kashmir, di Paris, London, Madrid, Moskow, Washington dan New York, kesemuanya itu berakar dalam iman kepada Muhammad.
Melintasi bola dunia, sementara Islam berjaya (Saat Muslim menginvasi Tanah Suci Yerusalem dan Spanyol pada abad ke-7 dan ke-8 AD, hingga Turki yang nyaris menaklukkan Viena di penghujung abad ke-17), jihad Islam masih terus kita saksikan keberadaannya. Ketika tidak ada “komando pusat” yang mengatur jihad secara global, ada sebuah buku yang selalu mereka pakai: Quran dan hidup serta teladan Muhammad yang ada dalam Sunnah Rasul. Jika Barat dan dunia non-Muslim lainnya terus-menerus salah dalam memahami fakta mendasar ini, maka sedikit harapan bagi kita untuk bisa mengambil tindakan pertahanan diri yang sesuai. Kita tidak hanya sedang diancam oleh para teroris yang bertindak sewaktu-waktu, tetapi oleh sebuah ideologi yang bersatu padu, yang selama seribu tahun telah mengancam akan menguasai Barat dan mengalahkan budaya lain yang sebenarnya lebih maju daripada budayanya sendiri. Tanyakanlah pada orang-orang Persia dan orang-orang Bizantium. Saat ini ada banyak tulisan maupun komentar mengenai terorisme, tetapi masih sedikit yang menyinggung mengenai Islam itu sendiri. Kita harus mengerti bahwa terorisme seperti itu bukanlah musuh yang sesungguhnya. Islam bukanlah terorisme dan terorisme bukanlah Islam. Terorisme adalah taktik untuk mengganggu tatanan politik sehingga ia bisa diganti dengan sesuatu yang lain. Tak ada yang bisa menggantikan obyektif tertinggi dari musuh kita. Inilah sesungguhnya goal dari terorisme Islam yang harus kita pahami supaya kita bisa menghadapinya. Goal para jihadis bukanlah untuk menyatukan Irlandia atau berakhir dengan melakukan pengetesan terhadap binatang; tetapi untuk merealisasikan peraturan global Allah yaitu hukum Sharia. Hal ini merupakan perintah dari kitab suci mereka dan merupakan teladan dari Nabi mereka. Kita harus rela tangan kita menjadi kotor ketika coba memahami inspirasi Islamik, yaitu Quran dan Sunnah, jika kita mau merespon secara efektif perang yang dilancarkan oleh Islam kepada kita.
Alasan bahwa seorang individu Muslim satu hari kelak akan terbangun ketika mendengarkan seruan jihad, adalah bervariasi bergantung pada individu-individu bersangkutan. Dalam setiap komunitas ideologis, akan ada selalu orang-orang percaya sejati yang rela mengorbankan nyawanya untuk keyakinannya. Mereka bergerak dan mendapatkan kekuatan untuk bergaul secara simpatik dengan sesama, bisa jadi dengan orang-orang yang kurang ortodoks, kurang setia. Banyak orang beriman tidak memerlukan praktek, atau bahkan menganut semua yang diajarkan oleh iman mereka, untuk dapat menyediakan ruang bagi orang-orang yang sungguh-sungguh beriman. Dan orang-orang yang sungguh-sungguh beriman inilah yang menjadi barisan terdepan komunitas dalam usahanya untuk merealisasikan tujuan-tujuan besarnya. Mengapa suara kaum Muslim “moderat” hanya terdengar sedikit? Tepatnya karena mereka akan bertikai dengan suara kaum alim ulama yang ortodoks, yang dalam konteks Islam apapun, harus memenangkan perdebatan. Sementara bisa jadi ada banyak kaum “moderat” Mensheviks di awal pergerakan Komunis, yang tak terhindarkan lagi, dalam terang asumsi ideologi Komunis, bahwa kaum Bolsheviks akan mendapatkan kekuasaan. Hasilnya adalah, ketika populasi Muslim secara umum di dunia Barat mulai bertumbuh – dan pertumbuhannya itu dipacu oleh kekuatan-kekuatan sekuler Barat – maka ini akan menjadi dasar bagi kaum jihadis yang fanatik.
Adalah penting untuk menyadari bahwa subversi pemerintahan sekular Barat oleh agenda Sharia akan terus dilaksanakan dengan cara-cara lainnya selain terorisme. Di Barat, aktifis Muslim semakin bertambah dimana mereka memanfaatkan diri mereka bagi orang lain, melalui bentuk-bentuk subversi legal maupun intimidasi. Mereka yang berpandangan bahwa tujuan menghalalkan cara dapat dengan segera memaksa sebuah masyarakat yang terbuka, yang tentu saja memperbesar keuntungan dari adanya keragu-raguan, dapat segera didirikan. Salah-satu debat yang tidak berkesudahan di dalam komunitas-komunitas Muslim, baik di dunia Islam maupun di Barat, adalah apakah strategi yang lebih Fabianis dapat lebih membawa keberhasilan bagi jihad untuk jangka waktu yang lama daripada pendekatan yang dilakukan bin Laden. Dan lagi, wilayah-wilayah penting dari kota-kota besar di Eropa – Paris, London, Rotterdam, Malmo – secara efektif telah diperintah dengan hukum Sharia, yang dipelopori oleh para imam lokal dan para pengikut mereka yang sungguh-sunguh beriman. Dan sementara Islam terus bertumbuh dengan melompat dan melambung, populasi asli Eropa mulai jatuh, ini sebuah trend yang telah berlangsung selama berabad-abad. Dalam sejarah dunia tidak pernah ada sebuah peradaban yang secara lahiriah telah terbentuk menolak untuk berkembang. Nampaknya Eropa, yang telah membuang spiritualitas Kristennya untuk mencapai kejayaan yang lebih, dalam hidup ini, menemukan kesulitan bahkan hanya untuk dapat tetap hidup.
Tetapi mereka yang telah berdiam di istana kekuasaan tidak dapat membayangkan jika pendidikan dari peradaban modern akan memperoleh ancaman yang serius dari sebuah agama kuno yang berasal dari padang gurun Arabia – ini suatu contoh sikap yang dapat ditemukan di Kairo, Antiokhia, Persia, Spanyol, Konstantinopel, dan banyak tempat lainnya sebelum mereka ditaklukkan oleh para pengikut Muhammad yang “primitif”. Kita harus tetap mengingat bahwa pada abad ke-13 silam, Eropa dan kekristenan harus berjuang mempertahankan hidup mereka terhadap imperialisme Islam. Ada kalanya, hal itu seperti berlari jarak dekat. Walau kelihatannya permanen, ketenangan relatif yang telah kita nikmati atas front Islam sejak kemenangan Katolik Roma di Wina pada 11 September 1683 – sebuah tanggal di kalender yang harus diingat selamanya tentang sebuah jenis kemenangan yang berbeda – lebih merupakan pengecualian daripada yang sebenarnya. Saat ini kita tidak sedang menghadapi pasukan Arab atau Ottoman yang bergerak maju ke pintu gerbang kita; namun kita sedang menyaksikan transformasi dari dalam pusat-pusat kekuatan dunia Barat menjadi pusat-pusat kekuatan Islam, dengan seijin pemerintah yang berwenang, yang jika bukan karena telah berkolaborasi, telah menjadi tidak berkompeten untuk melakukan tindakan kriminal.
Selagi pada satu sisi, Islam mempunyai dinamika dan kekuatan yang tetap ada sebagai sebuah iman religius mayor, ia sendiri sebenarnya memiliki kemiripan dengan kelompok-kelompok totalitarian modern seperti Komunisme dan Sosialisme Nasional. Islam selalu mengusahakan penaklukan dan kepatuhan sebuah teritori kepada sebuah rejim politis dan legal tertentu, dan dalam hal ini adalah HUKUM SHARIA. Sama halnya dengan komunisme dan sosialisme nasional, Islam membagi dunia ke dalam 2 kelompok, yaitu kelompok yang baik dan kelompok yang jahat. Dar-Al-Islam atau Rumah Islam adalah teritorial yang sudah mengalami pencerahan dengan diberlakukannya Hukum Sharia; sementara Dar al-Harb atau Rumah Perang adalah seluruh dunia yang lain, yang harus ditaklukkan dengan peperangan hingga mereka secara permanen dibawa ke dalam Hukum Sharia. Merupakan ironi besar pada masa kini dimana energi politik yang sangat besar dihabiskan untuk menjaga kehidupan publik Barat melalui membersihkan agama tradisional Barat yaitu Kekristenan, sementara Islam, sebuah ideologi yang secara nyata-nyata tidak membedakan antara politik dengan agama, dengan gembira diijinkan masuk melalui pintu depan.
Kecuali natur politiknya, Islam terus berlindung dibawah rubrik “agama”, sebuah istilah yang samar-samar, atau sentimentil yang dipakai untuk mencegah dengan kuat penyelidikan ke dalam dirinya sendiri. Diantara para elit pada masa kini, “agama” sering dianggap sebagai mitologi dan ritual-ritual dari orang-orang primitif, dan oleh sebab itu mereka adalah orang-orang yang tidak sepatutnya disingkirkan. (Tentu saja mereka mengecualikan Kekristenan, yang dianggap sebagai instrumen tirani bangsa kulit putih).
Salah satu kesulitan dari orang-orang Barat untuk bisa memahami bahaya dari Islam adalah, bahwa sejak Revolusi Prancis, bahaya yang mengancam Barat dalam skala luas adalah bahwa dari dalamnya bangkit tradisi-tradisi intelektual. Komunisme dan Sosialisme Nasional sebagai contoh, merupakan tumor yang telah berkembang untuk menodai aspek-aspek pemikiran Barat sehingga mengakibatkan bencana yang besar. Isme seperti modernitas dengan tepat dikarakteristikkan sebagai penaklukan dunia secara “ekstrim”.
Barat terus jatuh ke dalam mendustai diri sendiri, dimana cara-cara politik liberal yang mereka anut akan dimanfaatkan oleh Islam, dan ini merupakan kesalahan kebijakan, baik kebijakan luar negeri maupun domestik. Dalam keyakinan bahwa Irak bisa diubah menjadi negara demokrasi gaya Barat, Amerika telah mengeluarkan darah dan dana yang sangat besar, hanya untuk mengganti seorang diktator sekular (dan mantan sekutu) menjadi sebuah teokrasi Islam. Demikian juga Eropa Barat melakukan kesalahan tragis yang lain dimana mereka mencoba mempersatukan kekuatan ekonomi ke dalam kerjasama yang disebut “Euro-Mediterannean Union” atau Eurabia. Pertumbuhan Islam di Eropa secara cepat berkonfrontasi dengan populasi Eropa dengan sebuah pilihan yang sulit, yaitu apakah akan:
Jika peradaban Barat mau serius mempertahankan dirinya, maka ia harus pertama-tama dengan jujur mengakui natur politik Islam. Adalah sangat penting untuk mengklasifikasikan Islam sebagai sebuah sistem politik dengan aspek-aspek keagamaan daripada sebagai agama dengan aspek-aspek politik. Pada hakekatnya, Islam adalah sebuah bentuk pemerintahan alternatif yang berkompetisi dengan pemerintahan Barat maupun sekular lainnya yang mencoba untuk melemahkannya dan pada akhirnya menghancurkan dan menggantikannya.
Masyarakat Barat melakukan kesalahan jika mereka menganggap Islam sebagai “agama” dan menawarkan perlindungan khusus yang diasosiasikan dengan istilah itu. Dibawah kedok “kebebasan beragama”, Para aktifis Muslim akan terus menentang pemerintahan Barat, pertama-tama secara politis, kemudian dengan menggunakan kekerasan. Hal ini sudah sering terjadi di Eropa Barat dimana mereka menggunakan kekerasan untuk mengintimidasi dan meningkatkan populasi mereka sebanyak-banyaknya, yaitu untuk mempersiapkan jalan untuk melakukan tuntutan secara politis. Islam seharusnya tidak diberikan status perlindungan sebagai sebuah agama sebab ia tidak mengakui pemisahan antara agama dengan politik dimana gaya pemerintahan Barat dan kebebasan beragama didasarkan. Setiap pengakuan terhadap legitimasi haruslah timbal balik: hal ini tidak logis-dan merupakan bunuh diri-bagi pemerintahan di Barat maupun di negara-negara non-Muslim lainnya, yang menganggap Islam sebagai sebuah “agama” yang sah ketika Islam sendiri tidak mau mengakui legitimasi dari pemerintahan-pemerintahan yang sama. Barat dan bahkan seluruh dunia Non-Muslim lainnya harus bangkit dari kenyataan bahwa mereka sedang menghadapi sebuah mesin perang terbesar yang pernah ada dalam sejarah dunia; sebuah ideologi yang mengajarkan untuk membunuh orang lain, merampasi kekayaan mereka, menduduki tanah mereka, dan memperbudak penduduknya. Di samping itu, penghancuran institusi-institusi mereka bernilai sangat tinggi dan dianggap sebagai batu loncatan untuk mencapai keselamatan. Kebijakan yang tepat untuk menyingkirkan Islam adalah: jauhkan ia dari masyarakat kita sementara kita pun harus realistis mengenai kemampuan kita untuk mempengaruhi hubungan-hubungan dalam lingkungan yang sudah ia pengaruhi. Yang terutama adalah, kita harus membuang fantasi bahwa globalisasi akan menyembuhkan antipati Islam yang sudah berlangsung selama 1400 tahun. Mereka yang menolak untuk menerima kebenaran ini seharusnya bertanya kepada diri mereka sendiri: Apakah penolakan mereka sebagai hasil dari studi secara seksama terhadap sumber-sumber dan sejarah Islam, atau hal ini disebabkan oleh ketidakmauan mereka untuk menerima sebuah realitas yang mengharuskan mereka untuk berkorban dan bergumul? Kenyataannya bahkan para apologis Muslim kekurangan dasar pemahaman terhadap subyek yang seharusnya mereka kuasai dengan baik. Bagi mereka yang tahu lebih baik, kita tidak boleh ragu untuk mengajak orang-orang seperti itu supaya kita bisa mengekspos ketidaktahuan mereka, ketidakjujuran dan kemalasan intelektual mereka.
Ini adalah sebuah hal yang paradoks, tetapi tak ada masyarakat yang memiliki kelangsungan hidup sebagai goal tertinggi yang akan selamat. Ia harus memiliki tujuan akhir yang tidak terlihat dan yang lebih tinggi untuk memotivasi masyarakatnya mempertahankan tatanan sosial terhadap potensi serangan. Percaya kepada realitas yang lebih tinggi yang melebihi dunia ini meyakinkan para pejuang, apakah ia seorang sarjana atau seorang ahli dalam peperangan – bahwa pertempuran-dan jika diperlukan, kematian-adalah sesuatu yang pantas. Tumpulnya spiritualitas Barat merupakan kekuatan Islam. Hari ini, semua yang dibuat oleh Barat mengagumkan dan berbeda dengan yang dibuat oleh masyarakat lainnya-ekspansi keluar, kekristenan, pencapaian budaya yang superior- telah dirusak oleh serangan-serangan para relativis. Untuk memulihkan warisan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Barat, yang selama ini kurang diperhatikan oleh para penjaganya, merupakan hal yang harus segera dilakukan supaya Barat dan seluruh dunia Non-Muslim bisa tetap bertahan.
Bisa dibuktikan bahwa Islam memiliki orang-orang percaya sejati-bagaimana dengan kita?
Gregory M. Davis, Ph.D
Penulis dari “Religion of Peace” Perang Islam terhadap dunia
Produser dan Direktur dari Islam: Apa Yang Harus Diketahui oleh Barat
Dari sini hendak kemana?
Oleh: Gregory M. Davis
Mereka yang telah melihat Islam dari dalam tahu lebih baik warna sebenarnya dari Islam dibandingkan mereka yang hanya melihatnya dari luar. Ini semua adalah kesaksian-kesaksian mereka – lebih lengkap dibandingkan pendapat para politikus atau para pengamat Barat. Kita harus memperhatikan apa yang mereka katakan jika kita ingin selamat dari ancaman Islam yang ditujukan kepada seluruh dunia. Berita-berita yang menggunung yang melaporkan tindak kekerasan, kekacauan, dan terorisme dari seluruh penjuru dunia sudah membuat banyak orang terhenyak, tetapi sayangnya hanya sedikit orang yang memiliki kesabaran atau pikiran yang jernih bagaimana bisa memfokuskan diri untuk menyelesaikan masalah ini. Tidak lagi diragukan bahwa semua kekerasan-kekerasan yang kita saksikan di dunia saat ini, dari Nigeria hingga Thailand, dari Bosnia hingga Bali, dari Chechnya hingga Filipina, dari Sudan hingga Indonesia, dari Israel hingga Kashmir, di Paris, London, Madrid, Moskow, Washington dan New York, kesemuanya itu berakar dalam iman kepada Muhammad.
Melintasi bola dunia, sementara Islam berjaya (Saat Muslim menginvasi Tanah Suci Yerusalem dan Spanyol pada abad ke-7 dan ke-8 AD, hingga Turki yang nyaris menaklukkan Viena di penghujung abad ke-17), jihad Islam masih terus kita saksikan keberadaannya. Ketika tidak ada “komando pusat” yang mengatur jihad secara global, ada sebuah buku yang selalu mereka pakai: Quran dan hidup serta teladan Muhammad yang ada dalam Sunnah Rasul. Jika Barat dan dunia non-Muslim lainnya terus-menerus salah dalam memahami fakta mendasar ini, maka sedikit harapan bagi kita untuk bisa mengambil tindakan pertahanan diri yang sesuai. Kita tidak hanya sedang diancam oleh para teroris yang bertindak sewaktu-waktu, tetapi oleh sebuah ideologi yang bersatu padu, yang selama seribu tahun telah mengancam akan menguasai Barat dan mengalahkan budaya lain yang sebenarnya lebih maju daripada budayanya sendiri. Tanyakanlah pada orang-orang Persia dan orang-orang Bizantium. Saat ini ada banyak tulisan maupun komentar mengenai terorisme, tetapi masih sedikit yang menyinggung mengenai Islam itu sendiri. Kita harus mengerti bahwa terorisme seperti itu bukanlah musuh yang sesungguhnya. Islam bukanlah terorisme dan terorisme bukanlah Islam. Terorisme adalah taktik untuk mengganggu tatanan politik sehingga ia bisa diganti dengan sesuatu yang lain. Tak ada yang bisa menggantikan obyektif tertinggi dari musuh kita. Inilah sesungguhnya goal dari terorisme Islam yang harus kita pahami supaya kita bisa menghadapinya. Goal para jihadis bukanlah untuk menyatukan Irlandia atau berakhir dengan melakukan pengetesan terhadap binatang; tetapi untuk merealisasikan peraturan global Allah yaitu hukum Sharia. Hal ini merupakan perintah dari kitab suci mereka dan merupakan teladan dari Nabi mereka. Kita harus rela tangan kita menjadi kotor ketika coba memahami inspirasi Islamik, yaitu Quran dan Sunnah, jika kita mau merespon secara efektif perang yang dilancarkan oleh Islam kepada kita.
Alasan bahwa seorang individu Muslim satu hari kelak akan terbangun ketika mendengarkan seruan jihad, adalah bervariasi bergantung pada individu-individu bersangkutan. Dalam setiap komunitas ideologis, akan ada selalu orang-orang percaya sejati yang rela mengorbankan nyawanya untuk keyakinannya. Mereka bergerak dan mendapatkan kekuatan untuk bergaul secara simpatik dengan sesama, bisa jadi dengan orang-orang yang kurang ortodoks, kurang setia. Banyak orang beriman tidak memerlukan praktek, atau bahkan menganut semua yang diajarkan oleh iman mereka, untuk dapat menyediakan ruang bagi orang-orang yang sungguh-sungguh beriman. Dan orang-orang yang sungguh-sungguh beriman inilah yang menjadi barisan terdepan komunitas dalam usahanya untuk merealisasikan tujuan-tujuan besarnya. Mengapa suara kaum Muslim “moderat” hanya terdengar sedikit? Tepatnya karena mereka akan bertikai dengan suara kaum alim ulama yang ortodoks, yang dalam konteks Islam apapun, harus memenangkan perdebatan. Sementara bisa jadi ada banyak kaum “moderat” Mensheviks di awal pergerakan Komunis, yang tak terhindarkan lagi, dalam terang asumsi ideologi Komunis, bahwa kaum Bolsheviks akan mendapatkan kekuasaan. Hasilnya adalah, ketika populasi Muslim secara umum di dunia Barat mulai bertumbuh – dan pertumbuhannya itu dipacu oleh kekuatan-kekuatan sekuler Barat – maka ini akan menjadi dasar bagi kaum jihadis yang fanatik.
Adalah penting untuk menyadari bahwa subversi pemerintahan sekular Barat oleh agenda Sharia akan terus dilaksanakan dengan cara-cara lainnya selain terorisme. Di Barat, aktifis Muslim semakin bertambah dimana mereka memanfaatkan diri mereka bagi orang lain, melalui bentuk-bentuk subversi legal maupun intimidasi. Mereka yang berpandangan bahwa tujuan menghalalkan cara dapat dengan segera memaksa sebuah masyarakat yang terbuka, yang tentu saja memperbesar keuntungan dari adanya keragu-raguan, dapat segera didirikan. Salah-satu debat yang tidak berkesudahan di dalam komunitas-komunitas Muslim, baik di dunia Islam maupun di Barat, adalah apakah strategi yang lebih Fabianis dapat lebih membawa keberhasilan bagi jihad untuk jangka waktu yang lama daripada pendekatan yang dilakukan bin Laden. Dan lagi, wilayah-wilayah penting dari kota-kota besar di Eropa – Paris, London, Rotterdam, Malmo – secara efektif telah diperintah dengan hukum Sharia, yang dipelopori oleh para imam lokal dan para pengikut mereka yang sungguh-sunguh beriman. Dan sementara Islam terus bertumbuh dengan melompat dan melambung, populasi asli Eropa mulai jatuh, ini sebuah trend yang telah berlangsung selama berabad-abad. Dalam sejarah dunia tidak pernah ada sebuah peradaban yang secara lahiriah telah terbentuk menolak untuk berkembang. Nampaknya Eropa, yang telah membuang spiritualitas Kristennya untuk mencapai kejayaan yang lebih, dalam hidup ini, menemukan kesulitan bahkan hanya untuk dapat tetap hidup.
Tetapi mereka yang telah berdiam di istana kekuasaan tidak dapat membayangkan jika pendidikan dari peradaban modern akan memperoleh ancaman yang serius dari sebuah agama kuno yang berasal dari padang gurun Arabia – ini suatu contoh sikap yang dapat ditemukan di Kairo, Antiokhia, Persia, Spanyol, Konstantinopel, dan banyak tempat lainnya sebelum mereka ditaklukkan oleh para pengikut Muhammad yang “primitif”. Kita harus tetap mengingat bahwa pada abad ke-13 silam, Eropa dan kekristenan harus berjuang mempertahankan hidup mereka terhadap imperialisme Islam. Ada kalanya, hal itu seperti berlari jarak dekat. Walau kelihatannya permanen, ketenangan relatif yang telah kita nikmati atas front Islam sejak kemenangan Katolik Roma di Wina pada 11 September 1683 – sebuah tanggal di kalender yang harus diingat selamanya tentang sebuah jenis kemenangan yang berbeda – lebih merupakan pengecualian daripada yang sebenarnya. Saat ini kita tidak sedang menghadapi pasukan Arab atau Ottoman yang bergerak maju ke pintu gerbang kita; namun kita sedang menyaksikan transformasi dari dalam pusat-pusat kekuatan dunia Barat menjadi pusat-pusat kekuatan Islam, dengan seijin pemerintah yang berwenang, yang jika bukan karena telah berkolaborasi, telah menjadi tidak berkompeten untuk melakukan tindakan kriminal.
Selagi pada satu sisi, Islam mempunyai dinamika dan kekuatan yang tetap ada sebagai sebuah iman religius mayor, ia sendiri sebenarnya memiliki kemiripan dengan kelompok-kelompok totalitarian modern seperti Komunisme dan Sosialisme Nasional. Islam selalu mengusahakan penaklukan dan kepatuhan sebuah teritori kepada sebuah rejim politis dan legal tertentu, dan dalam hal ini adalah HUKUM SHARIA. Sama halnya dengan komunisme dan sosialisme nasional, Islam membagi dunia ke dalam 2 kelompok, yaitu kelompok yang baik dan kelompok yang jahat. Dar-Al-Islam atau Rumah Islam adalah teritorial yang sudah mengalami pencerahan dengan diberlakukannya Hukum Sharia; sementara Dar al-Harb atau Rumah Perang adalah seluruh dunia yang lain, yang harus ditaklukkan dengan peperangan hingga mereka secara permanen dibawa ke dalam Hukum Sharia. Merupakan ironi besar pada masa kini dimana energi politik yang sangat besar dihabiskan untuk menjaga kehidupan publik Barat melalui membersihkan agama tradisional Barat yaitu Kekristenan, sementara Islam, sebuah ideologi yang secara nyata-nyata tidak membedakan antara politik dengan agama, dengan gembira diijinkan masuk melalui pintu depan.
Kecuali natur politiknya, Islam terus berlindung dibawah rubrik “agama”, sebuah istilah yang samar-samar, atau sentimentil yang dipakai untuk mencegah dengan kuat penyelidikan ke dalam dirinya sendiri. Diantara para elit pada masa kini, “agama” sering dianggap sebagai mitologi dan ritual-ritual dari orang-orang primitif, dan oleh sebab itu mereka adalah orang-orang yang tidak sepatutnya disingkirkan. (Tentu saja mereka mengecualikan Kekristenan, yang dianggap sebagai instrumen tirani bangsa kulit putih).
Salah satu kesulitan dari orang-orang Barat untuk bisa memahami bahaya dari Islam adalah, bahwa sejak Revolusi Prancis, bahaya yang mengancam Barat dalam skala luas adalah bahwa dari dalamnya bangkit tradisi-tradisi intelektual. Komunisme dan Sosialisme Nasional sebagai contoh, merupakan tumor yang telah berkembang untuk menodai aspek-aspek pemikiran Barat sehingga mengakibatkan bencana yang besar. Isme seperti modernitas dengan tepat dikarakteristikkan sebagai penaklukan dunia secara “ekstrim”.
Barat terus jatuh ke dalam mendustai diri sendiri, dimana cara-cara politik liberal yang mereka anut akan dimanfaatkan oleh Islam, dan ini merupakan kesalahan kebijakan, baik kebijakan luar negeri maupun domestik. Dalam keyakinan bahwa Irak bisa diubah menjadi negara demokrasi gaya Barat, Amerika telah mengeluarkan darah dan dana yang sangat besar, hanya untuk mengganti seorang diktator sekular (dan mantan sekutu) menjadi sebuah teokrasi Islam. Demikian juga Eropa Barat melakukan kesalahan tragis yang lain dimana mereka mencoba mempersatukan kekuatan ekonomi ke dalam kerjasama yang disebut “Euro-Mediterannean Union” atau Eurabia. Pertumbuhan Islam di Eropa secara cepat berkonfrontasi dengan populasi Eropa dengan sebuah pilihan yang sulit, yaitu apakah akan:
a) Terus memperlakukan Islam sebagai sebuah “pilihan gaya hidup” dan dengan diam-diam menyelinap di belakang kerudung besi Sharia pada separuh abad berikutnya;
b) Mengabaikan asumsi-asumsi modern dari negara kesejahteraan dengan mengatur tingkat imigrasi yang cocok, multikultural dan revolusioner,
c) Mengelola dengan bijaksana bangkitnya Islam Eropa dan terorisme jihad melalui membangun sebuah negara polisi. Berdasarkan sejarah Eropa beberapa abad yang lalu, pentingnya Islam bagi Eropa persisnya adalah untuk dimanfaatkan sebagai sebuah teks awal dalam membangun maryarakat Orwellian yang bisa diatur. Hipotesis ini dengan cermat menunjukkan pada kita mengapa para elit politik di Eropa lebih suka menandatangani jaminan kematian atas peradaban mereka. Komunisme dan fasis revolusioner (Nazi) memang pernah mencoba sebuah negara polisi pan-Eropa, tetapi mereka gagal melakukannya.
d) Kecenderungan yang semakin meningkat, yaitu terjadinya perang sipil; seperti yang terjadi di Lebanon, Bosnia, dan Kosovo. Meskipun sulit membayangkan terjadinya perang kota di London dan Paris, tetapi orang juga sebelumnya tidak pernah membayangkan bahwa akan terjadi perang kota di Sarajevo dan Beirut, tetapi hal itu ternyata terjadi juga.
Jika peradaban Barat mau serius mempertahankan dirinya, maka ia harus pertama-tama dengan jujur mengakui natur politik Islam. Adalah sangat penting untuk mengklasifikasikan Islam sebagai sebuah sistem politik dengan aspek-aspek keagamaan daripada sebagai agama dengan aspek-aspek politik. Pada hakekatnya, Islam adalah sebuah bentuk pemerintahan alternatif yang berkompetisi dengan pemerintahan Barat maupun sekular lainnya yang mencoba untuk melemahkannya dan pada akhirnya menghancurkan dan menggantikannya.
Masyarakat Barat melakukan kesalahan jika mereka menganggap Islam sebagai “agama” dan menawarkan perlindungan khusus yang diasosiasikan dengan istilah itu. Dibawah kedok “kebebasan beragama”, Para aktifis Muslim akan terus menentang pemerintahan Barat, pertama-tama secara politis, kemudian dengan menggunakan kekerasan. Hal ini sudah sering terjadi di Eropa Barat dimana mereka menggunakan kekerasan untuk mengintimidasi dan meningkatkan populasi mereka sebanyak-banyaknya, yaitu untuk mempersiapkan jalan untuk melakukan tuntutan secara politis. Islam seharusnya tidak diberikan status perlindungan sebagai sebuah agama sebab ia tidak mengakui pemisahan antara agama dengan politik dimana gaya pemerintahan Barat dan kebebasan beragama didasarkan. Setiap pengakuan terhadap legitimasi haruslah timbal balik: hal ini tidak logis-dan merupakan bunuh diri-bagi pemerintahan di Barat maupun di negara-negara non-Muslim lainnya, yang menganggap Islam sebagai sebuah “agama” yang sah ketika Islam sendiri tidak mau mengakui legitimasi dari pemerintahan-pemerintahan yang sama. Barat dan bahkan seluruh dunia Non-Muslim lainnya harus bangkit dari kenyataan bahwa mereka sedang menghadapi sebuah mesin perang terbesar yang pernah ada dalam sejarah dunia; sebuah ideologi yang mengajarkan untuk membunuh orang lain, merampasi kekayaan mereka, menduduki tanah mereka, dan memperbudak penduduknya. Di samping itu, penghancuran institusi-institusi mereka bernilai sangat tinggi dan dianggap sebagai batu loncatan untuk mencapai keselamatan. Kebijakan yang tepat untuk menyingkirkan Islam adalah: jauhkan ia dari masyarakat kita sementara kita pun harus realistis mengenai kemampuan kita untuk mempengaruhi hubungan-hubungan dalam lingkungan yang sudah ia pengaruhi. Yang terutama adalah, kita harus membuang fantasi bahwa globalisasi akan menyembuhkan antipati Islam yang sudah berlangsung selama 1400 tahun. Mereka yang menolak untuk menerima kebenaran ini seharusnya bertanya kepada diri mereka sendiri: Apakah penolakan mereka sebagai hasil dari studi secara seksama terhadap sumber-sumber dan sejarah Islam, atau hal ini disebabkan oleh ketidakmauan mereka untuk menerima sebuah realitas yang mengharuskan mereka untuk berkorban dan bergumul? Kenyataannya bahkan para apologis Muslim kekurangan dasar pemahaman terhadap subyek yang seharusnya mereka kuasai dengan baik. Bagi mereka yang tahu lebih baik, kita tidak boleh ragu untuk mengajak orang-orang seperti itu supaya kita bisa mengekspos ketidaktahuan mereka, ketidakjujuran dan kemalasan intelektual mereka.
Ini adalah sebuah hal yang paradoks, tetapi tak ada masyarakat yang memiliki kelangsungan hidup sebagai goal tertinggi yang akan selamat. Ia harus memiliki tujuan akhir yang tidak terlihat dan yang lebih tinggi untuk memotivasi masyarakatnya mempertahankan tatanan sosial terhadap potensi serangan. Percaya kepada realitas yang lebih tinggi yang melebihi dunia ini meyakinkan para pejuang, apakah ia seorang sarjana atau seorang ahli dalam peperangan – bahwa pertempuran-dan jika diperlukan, kematian-adalah sesuatu yang pantas. Tumpulnya spiritualitas Barat merupakan kekuatan Islam. Hari ini, semua yang dibuat oleh Barat mengagumkan dan berbeda dengan yang dibuat oleh masyarakat lainnya-ekspansi keluar, kekristenan, pencapaian budaya yang superior- telah dirusak oleh serangan-serangan para relativis. Untuk memulihkan warisan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Barat, yang selama ini kurang diperhatikan oleh para penjaganya, merupakan hal yang harus segera dilakukan supaya Barat dan seluruh dunia Non-Muslim bisa tetap bertahan.
Bisa dibuktikan bahwa Islam memiliki orang-orang percaya sejati-bagaimana dengan kita?
Gregory M. Davis, Ph.D
Penulis dari “Religion of Peace” Perang Islam terhadap dunia
Produser dan Direktur dari Islam: Apa Yang Harus Diketahui oleh Barat
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
ah ini kan artikel para propagandis biar makin banyak domba tersesatnya !!!!!!
watchout lost sheep coming !!!!!!!!!!!!
watchout lost sheep coming !!!!!!!!!!!!
s4l4s22- Jumlah posting : 143
Join date : 15.09.11
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
watchout lost sheep coming !!!!!!
kalian mau2nya jadi domba, udah domba tersesat lagi lo gw sih amit2 naudubillah min dalik
kalian mau2nya jadi domba, udah domba tersesat lagi lo gw sih amit2 naudubillah min dalik
s4l4s22- Jumlah posting : 143
Join date : 15.09.11
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
masa ngaku murtadin suruh baca al-fatihah aja mukanya langsung merah delima
wkwkwkkw
wkwkwkw
kalian mau2nya jadi tentara
wkwkwkkw
wkwkwkw
kalian mau2nya jadi tentara
s4l4s22- Jumlah posting : 143
Join date : 15.09.11
Re: Mengapa Kami Meninggalkan Islam?
AYAT PORNO DIDALAM ALKITAB:
KIDUNG AGUNG 7 : 6-8
(6) Betapa cantik, betapa jelita engkau, hai tercinta di antara segala yang disenangi.
(7) Sosok tubuhmu seumpama pohon korma dan BUAH DADAMU gugusannya.
( Kataku: "Aku ingin memanjat pohon korma itu dan memegang gugusan-gugusannya Kiranya BUAH DADAMU seperti gugusan anggur dan nafas hidungmu seperti buah apel.
AYAT PENGHINANAAN TERHADAP PARA NABI:
KEJADIAN 9 : 20-24
(20) Nuh menjadi petani; dialah yang mula-mula membuat kebun anggur.
(21) Setelah ia minum anggur, mabuklah ia dan ia telanjang dalam kemahnya.
(22) Maka Ham, bapa Kanaan itu, melihat aurat ayahnya, lalu diceritakannya kepada kedua saudaranya di luar.
(23) Sesudah itu Sem dan Yafet mengambil sehelai kain dan membentangkannya pada bahu mereka berdua, lalu mereka berjalan mundur; mereka menutupi aurat ayahnya sambil berpaling muka, sehingga mereka tidak melihat aurat ayahnya.
(24) Setelah Nuh sadar dari mabuknya dan mendengar apa yang dilakukan anak bungsunya kepadanya
CATATAN: PADA KIDUNG AGUNG 7: 6-8 MENYEBUTKAN (MAAF) BUAH DADA
BAGAIMANA MUNGKIN DIDALAM KITAB SUCI TERDAPAT KATA-KATA PORNO, TUHAN TIDAK AKN MUNGKIN BERKATA PORNO YANG DAPAT BERKATA PORNO HANYA MANUSIA SAJA, JADI AYAT TERSEBUT ADALAH BUATAN MANUSIA ... DARI SINI JELAS TERBUKTI KALO ALKITAB TERDAPAT AYAT CAMPUR ADUK ANTARA AYAT-AYT YANG BENAR-BENAR FIRMAN TUHAN DAN AYAT-AYAT BUATAN MANUSIA,
PADA KEJADIAN 9 : 20-24 MENCERITAKAN TENTANG NABI NUH YANG MABUK-MABUKKAN LALU TELANJANG, BAGAIMAN MUNGKIN DIDALAM KITAB SUCI TERDAPAT AYAT YANG MELECEHKAN NABI DAN RASUL, JELAS ITU BUKAN PERKATAN TUHAN, ITU FITNAH DARI PENULIS YANG NOTABENE ADALAH ORANG KAFIR YANG INGIN MELECEHKAN PARA NABI DAN RASUL UTUSAN ALLAH SWT.
KIDUNG AGUNG 7 : 6-8
(6) Betapa cantik, betapa jelita engkau, hai tercinta di antara segala yang disenangi.
(7) Sosok tubuhmu seumpama pohon korma dan BUAH DADAMU gugusannya.
( Kataku: "Aku ingin memanjat pohon korma itu dan memegang gugusan-gugusannya Kiranya BUAH DADAMU seperti gugusan anggur dan nafas hidungmu seperti buah apel.
AYAT PENGHINANAAN TERHADAP PARA NABI:
KEJADIAN 9 : 20-24
(20) Nuh menjadi petani; dialah yang mula-mula membuat kebun anggur.
(21) Setelah ia minum anggur, mabuklah ia dan ia telanjang dalam kemahnya.
(22) Maka Ham, bapa Kanaan itu, melihat aurat ayahnya, lalu diceritakannya kepada kedua saudaranya di luar.
(23) Sesudah itu Sem dan Yafet mengambil sehelai kain dan membentangkannya pada bahu mereka berdua, lalu mereka berjalan mundur; mereka menutupi aurat ayahnya sambil berpaling muka, sehingga mereka tidak melihat aurat ayahnya.
(24) Setelah Nuh sadar dari mabuknya dan mendengar apa yang dilakukan anak bungsunya kepadanya
CATATAN: PADA KIDUNG AGUNG 7: 6-8 MENYEBUTKAN (MAAF) BUAH DADA
BAGAIMANA MUNGKIN DIDALAM KITAB SUCI TERDAPAT KATA-KATA PORNO, TUHAN TIDAK AKN MUNGKIN BERKATA PORNO YANG DAPAT BERKATA PORNO HANYA MANUSIA SAJA, JADI AYAT TERSEBUT ADALAH BUATAN MANUSIA ... DARI SINI JELAS TERBUKTI KALO ALKITAB TERDAPAT AYAT CAMPUR ADUK ANTARA AYAT-AYT YANG BENAR-BENAR FIRMAN TUHAN DAN AYAT-AYAT BUATAN MANUSIA,
PADA KEJADIAN 9 : 20-24 MENCERITAKAN TENTANG NABI NUH YANG MABUK-MABUKKAN LALU TELANJANG, BAGAIMAN MUNGKIN DIDALAM KITAB SUCI TERDAPAT AYAT YANG MELECEHKAN NABI DAN RASUL, JELAS ITU BUKAN PERKATAN TUHAN, ITU FITNAH DARI PENULIS YANG NOTABENE ADALAH ORANG KAFIR YANG INGIN MELECEHKAN PARA NABI DAN RASUL UTUSAN ALLAH SWT.
s4l4s22- Jumlah posting : 143
Join date : 15.09.11
Halaman 2 dari 2 • 1, 2
Similar topics
» Mengapa kami harus keluar dari bumi Allah SWT?
» BUKTI DARI QURAN BAGI PERINTAH EKSEKUSI MURTAD (mereka yang meninggalkan agama Islam)
» Mengapa Hanya Menyerang Islam?
» Mengapa Hanya Menyerang Islam
» Sepuluh Alasan Utama Mengapa Islam Bukan Agama Damai?
» BUKTI DARI QURAN BAGI PERINTAH EKSEKUSI MURTAD (mereka yang meninggalkan agama Islam)
» Mengapa Hanya Menyerang Islam?
» Mengapa Hanya Menyerang Islam
» Sepuluh Alasan Utama Mengapa Islam Bukan Agama Damai?
:: Debat Islam :: Murtadin
Halaman 2 dari 2
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik