Login
Latest topics
» Ada apa di balik serangan terhadap Muslim Burma?by Dejjakh Sun Mar 29, 2015 9:56 am
» Diduga sekelompok muslim bersenjata menyerang umat kristen
by jaya Wed Nov 27, 2013 12:30 am
» Sekitar 6.000 orang perempuan di Suriah diperkosa
by jaya Wed Nov 27, 2013 12:19 am
» Muhammad mengaku kalau dirinya nabi palsu
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:53 pm
» Hina Islam dan Presiden, Satiris Mesir Ditangkap
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:50 pm
» Ratusan warga Eropa jihad di Suriah
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:48 pm
» Krisis Suriah, 6.000 tewas di bulan Maret
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:46 pm
» Kumpulan Hadis Aneh!!
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:43 pm
» Jihad seksual ala islam!
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:40 pm
Most active topics
Social bookmarking
Bookmark and share the address of Akal Budi Islam on your social bookmarking website
Bookmark and share the address of on your social bookmarking website
Pencarian
Most Viewed Topics
Statistics
Total 40 user terdaftarUser terdaftar terakhir adalah tutunkasep
Total 1142 kiriman artikel dari user in 639 subjects
Top posting users this month
No user |
User Yang Sedang Online
Total 6 uses online :: 0 Terdaftar, 0 Tersembunyi dan 6 Tamu Tidak ada
User online terbanyak adalah 101 pada Fri Nov 15, 2024 3:57 am
NATO bidik Gaddafi, ledakan besar kembali menimpa Tripoli
:: Negara :: Negara Islam
Halaman 1 dari 1
NATO bidik Gaddafi, ledakan besar kembali menimpa Tripoli
TRIPOLI (Arrahmah.com) - Serangan udara terbaru NATO pada Sabtu (28/5/2011) menghantam sebuah distrik di Tripoli, tempat pemimpin Libya, Moammar Gaddafi, tinggal. Serangan ini terjadi setelah G8 meningkatkan eskalasi tekanannya terhadap Gaddafi agar segera turun dari kepemimpinannya di Libya.
Serangan terjadi pada malam keempat. Ledakan besar menghantam Bab Al-Aziziya, tepatnya di area selatan Al Qariet, AFP melaporkan.
Serangan itu pun muncul setelah presiden AS, Barack Obama menyatakan di hadapan negara-negara yang tergabung dalam G8 bahwa Amerika Serikat dan Perancis berkomitmen untuk menyelesaikan misinya di Libya. Pada saat yang sama, Rusia, yang abstain terhadap resolusi DK PBB untuk Libya, akhirnya ikut bergabung dalam menyerukan desakan agar Gaddafi segera hengkang.
Perubahan sikap Rusia yang cukup dramatis ini datang setelah perdana menteri Inggris, David Cameron, menyatakan bahwa misi NATO melawan Gaddafi sudah memasuki fase baru yang ditandai dengan ditingkatkannya jumlah helikopter tempur di wilayah konflik tersebut.
“Kami bergabung untuk menuntaskan misi ini,” kata Obama setelah berbicara dengan presiden Perancis, Nicholas Sarkozy dalam konferensi G8 di Deauville, Perancis.
Pemimpin G8 dari Inggris, Kanada, Perancis, Italia, Jerman, Rusia, dan Amerika Serikat menyuarakan pernyataan terakhir mereka untuk mengakhiri riwayat kepemimpinan Gaddafi yang sudah berlangsung selama 40 tahun.
“Gaddafi dan pemerintah Libya yang ada saat ini telah gagal melaksanakan tanggung jawab mereka untuk melindungi rakyat Libya. Ia (Gaddafi) tidak memiliki masa depan yang bebas dan bisa dipastikan tak mampu mewujudkan Libya yang demokratis. Ia harus pergi,” kata pernyataan itu.
Namun rezim Libya menolak seruan itu dan menyatakan bahwa semua inisiatif untuk mengakhiri krisis hanya akan berlaku melalui Uni Afrika.
“G8 merupakan organisasi ekonomi. Kami tidak punya kepentingan dengan keputusan mereka,” kata wakil menteri luar negeri Libya, Khaled Kaaim.
Tripoli pun menolak mediasi yang ditawarkan oleh Rusia dan mengklaim tidak akan pernah menerima mediasi apapun yang hanya akan memarjinalisasi rencana perdamaian Uni Afrika.
“Kami adalah negara Afrika. Segala inisiatif di luar Uni Afrika tertolak,” tambahnya.
Sementara itu, istri Gaddafi, Sofia, menyatakan kecamannya terhadap serangan yang diarahkan kepada suami dan keluarganya. Sofia menuduh NATO melakukan kejahatan perang dengan menyerang rezim Libya. (althaf/arrahmah.com)
Serangan terjadi pada malam keempat. Ledakan besar menghantam Bab Al-Aziziya, tepatnya di area selatan Al Qariet, AFP melaporkan.
Serangan itu pun muncul setelah presiden AS, Barack Obama menyatakan di hadapan negara-negara yang tergabung dalam G8 bahwa Amerika Serikat dan Perancis berkomitmen untuk menyelesaikan misinya di Libya. Pada saat yang sama, Rusia, yang abstain terhadap resolusi DK PBB untuk Libya, akhirnya ikut bergabung dalam menyerukan desakan agar Gaddafi segera hengkang.
Perubahan sikap Rusia yang cukup dramatis ini datang setelah perdana menteri Inggris, David Cameron, menyatakan bahwa misi NATO melawan Gaddafi sudah memasuki fase baru yang ditandai dengan ditingkatkannya jumlah helikopter tempur di wilayah konflik tersebut.
“Kami bergabung untuk menuntaskan misi ini,” kata Obama setelah berbicara dengan presiden Perancis, Nicholas Sarkozy dalam konferensi G8 di Deauville, Perancis.
Pemimpin G8 dari Inggris, Kanada, Perancis, Italia, Jerman, Rusia, dan Amerika Serikat menyuarakan pernyataan terakhir mereka untuk mengakhiri riwayat kepemimpinan Gaddafi yang sudah berlangsung selama 40 tahun.
“Gaddafi dan pemerintah Libya yang ada saat ini telah gagal melaksanakan tanggung jawab mereka untuk melindungi rakyat Libya. Ia (Gaddafi) tidak memiliki masa depan yang bebas dan bisa dipastikan tak mampu mewujudkan Libya yang demokratis. Ia harus pergi,” kata pernyataan itu.
Namun rezim Libya menolak seruan itu dan menyatakan bahwa semua inisiatif untuk mengakhiri krisis hanya akan berlaku melalui Uni Afrika.
“G8 merupakan organisasi ekonomi. Kami tidak punya kepentingan dengan keputusan mereka,” kata wakil menteri luar negeri Libya, Khaled Kaaim.
Tripoli pun menolak mediasi yang ditawarkan oleh Rusia dan mengklaim tidak akan pernah menerima mediasi apapun yang hanya akan memarjinalisasi rencana perdamaian Uni Afrika.
“Kami adalah negara Afrika. Segala inisiatif di luar Uni Afrika tertolak,” tambahnya.
Sementara itu, istri Gaddafi, Sofia, menyatakan kecamannya terhadap serangan yang diarahkan kepada suami dan keluarganya. Sofia menuduh NATO melakukan kejahatan perang dengan menyerang rezim Libya. (althaf/arrahmah.com)
Libya- Tamu
Muslim memberontak terhadap wakil Allah Qaddafi. Pejabat senior Libia dukung pemberontak
Delapan pejabat senior Libia yang membelot dari pemerintahan Kolonel Muammar Gaddafi menyatakan bergabung dan mendukung kemlompok pemberontak.
Salah satu dari pejabat itu menuduh pasukan pro Gaddafi melakukan pembunuhan massal dalam konferensi pers di Roma, Italia.
Salah satu dari jenderal yang memberikan keterangan kepada wartawan di Roma, bernama Oun Ali Oun, memutuskan untuk mengalihkan dukungan dari pemerintahan Libia, "atas nama para martir yang tewas dalam mempertahankan kemerdekaan".
Dia juga mengatakan "pembunuhan massal" dan "kekerasan terhadap perempuan terjadi di sejumlah kota di Libia".
Jenderal yang lain, Melud Massoud Halasa, mengatakan kepada wartawan bahwa pasukan Kolonel Gaddafi hanya memiliki tak lebih dari 10 jenderal yang loyal terhadap pemerintahannya.
Mantan Menteri Luar Negeri Libia Abdel Rahman Shalgam, yang mendukung pemberontak dan mengikuti konferensi pers, mengatakan sekitar 120 orang tentara telah membelot dalam beberapa hari terakhir.
Sejak kerusuhan yang terjadi pada Februari lalu, puluhan pejabat militer, menteri kabinet dan diplomat mundur dari pemerintahan Kolonel Gaddafi.
Sementara itu, di Libia Kolonel Gaddafi bertemu dengan Presiden Afrika Selatan Jacob Zumadi Tripoli untuk mencari solusi diplomatik dalam menghadapi konflik di negara kaya minyak itu.
Kolonel Gaddafi yang terakhir muncul dalam siaran televisi milik pemerintah pada 11 Mei lalu, tidak ikut dalam rombongan yang menyabut Zuma di Bandara Tripoli.
Dalam pembicaraan dengan Presiden Afrika Selatan itu, disebutkan mengenai genjatan senjata, distribusi bantuan kemanusiaan dan pelaksanaan reformasi yang dibutuhkan untuk mengakhiri krisis.
Setelah bertemu dengan Kolonel Gaddafi, Zuma mengatakan pemimpin Libia itu siap untuk menyepakati usulan Uni Afrika untuk melakukan gencatan senjata.
Selain itu, dia juga membantah laporan yang menyebutkan pembicaraan itu akan membahas tentang pelarian Kolonel Gaddafi.
Bagaimanapun, peta jalan damai yang diusulkan oleh Uni Afrika pada Februari lalu, telah ditolak oleh Badan Transisi Nasional Pemberontak TNC dan Nato karena tidak meminta Kolonel Gaddafi untuk turun dari jabatannya.
Nato mendesak larangan terbang di Libia dan mulai menyerang pasukan kolonel Gaddafi pada Maret lalu, sebulan setelah protes anti pemerintah terjadi.
Salah satu dari pejabat itu menuduh pasukan pro Gaddafi melakukan pembunuhan massal dalam konferensi pers di Roma, Italia.
Salah satu dari jenderal yang memberikan keterangan kepada wartawan di Roma, bernama Oun Ali Oun, memutuskan untuk mengalihkan dukungan dari pemerintahan Libia, "atas nama para martir yang tewas dalam mempertahankan kemerdekaan".
Dia juga mengatakan "pembunuhan massal" dan "kekerasan terhadap perempuan terjadi di sejumlah kota di Libia".
Jenderal yang lain, Melud Massoud Halasa, mengatakan kepada wartawan bahwa pasukan Kolonel Gaddafi hanya memiliki tak lebih dari 10 jenderal yang loyal terhadap pemerintahannya.
Mantan Menteri Luar Negeri Libia Abdel Rahman Shalgam, yang mendukung pemberontak dan mengikuti konferensi pers, mengatakan sekitar 120 orang tentara telah membelot dalam beberapa hari terakhir.
Sejak kerusuhan yang terjadi pada Februari lalu, puluhan pejabat militer, menteri kabinet dan diplomat mundur dari pemerintahan Kolonel Gaddafi.
Sementara itu, di Libia Kolonel Gaddafi bertemu dengan Presiden Afrika Selatan Jacob Zumadi Tripoli untuk mencari solusi diplomatik dalam menghadapi konflik di negara kaya minyak itu.
Kolonel Gaddafi yang terakhir muncul dalam siaran televisi milik pemerintah pada 11 Mei lalu, tidak ikut dalam rombongan yang menyabut Zuma di Bandara Tripoli.
Dalam pembicaraan dengan Presiden Afrika Selatan itu, disebutkan mengenai genjatan senjata, distribusi bantuan kemanusiaan dan pelaksanaan reformasi yang dibutuhkan untuk mengakhiri krisis.
Setelah bertemu dengan Kolonel Gaddafi, Zuma mengatakan pemimpin Libia itu siap untuk menyepakati usulan Uni Afrika untuk melakukan gencatan senjata.
Selain itu, dia juga membantah laporan yang menyebutkan pembicaraan itu akan membahas tentang pelarian Kolonel Gaddafi.
Bagaimanapun, peta jalan damai yang diusulkan oleh Uni Afrika pada Februari lalu, telah ditolak oleh Badan Transisi Nasional Pemberontak TNC dan Nato karena tidak meminta Kolonel Gaddafi untuk turun dari jabatannya.
Nato mendesak larangan terbang di Libia dan mulai menyerang pasukan kolonel Gaddafi pada Maret lalu, sebulan setelah protes anti pemerintah terjadi.
Murtadin- Tamu
Similar topics
» Pertempuran sengit di zinjibar, tiga brigade tentara rezim Yaman serang posisi Mujahidin AQAP
» Ledakan bom mematikan kembali guncang Pakistan
» Ledakan besar terdengar di Yaman selatan, 3 tentara rezim Saleh dilaporkan tewas
» Negara-negara Islam Sulit diajak berdamai
» OMMA : 21 tentara teroris NATO-Afghan
» Ledakan bom mematikan kembali guncang Pakistan
» Ledakan besar terdengar di Yaman selatan, 3 tentara rezim Saleh dilaporkan tewas
» Negara-negara Islam Sulit diajak berdamai
» OMMA : 21 tentara teroris NATO-Afghan
:: Negara :: Negara Islam
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik