Login
Latest topics
» Ada apa di balik serangan terhadap Muslim Burma?by Dejjakh Sun Mar 29, 2015 9:56 am
» Diduga sekelompok muslim bersenjata menyerang umat kristen
by jaya Wed Nov 27, 2013 12:30 am
» Sekitar 6.000 orang perempuan di Suriah diperkosa
by jaya Wed Nov 27, 2013 12:19 am
» Muhammad mengaku kalau dirinya nabi palsu
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:53 pm
» Hina Islam dan Presiden, Satiris Mesir Ditangkap
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:50 pm
» Ratusan warga Eropa jihad di Suriah
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:48 pm
» Krisis Suriah, 6.000 tewas di bulan Maret
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:46 pm
» Kumpulan Hadis Aneh!!
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:43 pm
» Jihad seksual ala islam!
by jaya Tue Nov 26, 2013 11:40 pm
Most active topics
Social bookmarking
Bookmark and share the address of Akal Budi Islam on your social bookmarking website
Bookmark and share the address of on your social bookmarking website
Pencarian
Most Viewed Topics
Statistics
Total 40 user terdaftarUser terdaftar terakhir adalah tutunkasep
Total 1142 kiriman artikel dari user in 639 subjects
Top posting users this month
No user |
User Yang Sedang Online
Total 80 uses online :: 0 Terdaftar, 0 Tersembunyi dan 80 Tamu :: 1 BotTidak ada
User online terbanyak adalah 101 pada Fri Nov 15, 2024 3:57 am
OKI kutuk penyerangan terhadap Masjid Al Aqsa oleh ekstrimis Yahudi
:: Negara :: Kejahatan Muslim
Halaman 1 dari 1
OKI kutuk penyerangan terhadap Masjid Al Aqsa oleh ekstrimis Yahudi
AlthafJum'at, 10 Juni 2011 18:29:15Hits: 0
JEDDAH (Arrahmah.com) - Organisasi Konferensi Islam (OKI) mengutuk penyerangan terhadap tempat suci Masjid Al Aqsa oleh segerombolan ekstrimis Yahudi, Kuna melaporkan pada Kamis (9/6/2011).
BErbicara kepada wartawan, Sekjen OKI, Prof. Ekmeleddin Ihsanogly, menyatakan bahwa tindakan itu merupakan bagian dari agresi Yahudi terhadap Muslim yang selalu berulang.
“Tindak kekerasan tersebut hampir setiap kali menimpa tempat suci dan menimpa penduduk Palestina yang tidak berdaya di wilayah yang diduduki. Tentunya hal ini membutuhkan tindakan mendesak dari komunitas internasional, seperti PBB dan UNESCo sebagaimana juga dari pemerintah di berbagai negeri muslim lainnya,” Ihsanoglu menekankan.
Sementara itu, para pemukim Zionis Israel pun berusaha untuk membakar sebuah masjid di kota Al Mughier, Tepi Barat, Selasa (7/6). (althaf/arrahmah.com)
JEDDAH (Arrahmah.com) - Organisasi Konferensi Islam (OKI) mengutuk penyerangan terhadap tempat suci Masjid Al Aqsa oleh segerombolan ekstrimis Yahudi, Kuna melaporkan pada Kamis (9/6/2011).
BErbicara kepada wartawan, Sekjen OKI, Prof. Ekmeleddin Ihsanogly, menyatakan bahwa tindakan itu merupakan bagian dari agresi Yahudi terhadap Muslim yang selalu berulang.
“Tindak kekerasan tersebut hampir setiap kali menimpa tempat suci dan menimpa penduduk Palestina yang tidak berdaya di wilayah yang diduduki. Tentunya hal ini membutuhkan tindakan mendesak dari komunitas internasional, seperti PBB dan UNESCo sebagaimana juga dari pemerintah di berbagai negeri muslim lainnya,” Ihsanoglu menekankan.
Sementara itu, para pemukim Zionis Israel pun berusaha untuk membakar sebuah masjid di kota Al Mughier, Tepi Barat, Selasa (7/6). (althaf/arrahmah.com)
Ketika memakai cadar dianggap melanggar 'hukum'
Rasul ArasyJum'at, 10 Juni 2011 17:47:04Hits: 186
Sejak diterapkannya aturan larangan cadar di Perancis, satu demi satu penindasan pada Muslimah di negara menara Eifell it uterus terjadi. Pasangan Muslim terpaksa keluar dari negara asl mereka dan memutuskan menggunakan tim hukum Inggris untuk melawan larangan cadar yang diterapkan di Perancis. Mereka mengungkapkan bahwa Perancis telah melanggar hak asasi dan membatasi aktivitas mereka di seluruh negara di Uni Eropa.
Pasangan, yang hingga kini ingin tetap anonim tersebut, sekarang tinggal di West Midlands dengan dua anak mereka. Mereka mengatakan bahwa peraturan yang baru ditetapkan di Perancis itu memaksa mereka keluar dari negara asal mereka.
Terkait gugatan hukumnya itu, mereka tengah mencari kelemahan dari kebijakan larangan bagi Muslimah menutupi wajahnya di depan umum dengan cadar sebagai ‘hal yang tidak perlu, tidak proporsional dan melanggar hukum’.
Sang suami yang merupakan warga Prancis, sementara istrinya diwakili oleh Robina Shah dari Layanan Konsultasi Imigrasi. Sang istri melalui wakilnya telah mengajukan permohonan ke Pengadilan HAM Eropa di Strasbourg. “Kasus ini jelas adalah penting bagi klien saya,” ujar Shah.
“Sebagai hasil dari larangan tersebut mereka harus meninggalkan negara mereka, larangan itu juga membatasi kebebasan memilih mereka, dan juga bagi anak perempuan mereka,” sambungnya lagi.
Dalam gugatan di pengadilan, pemohon utama, sang suami menuliskan bahwa dirinyalah yang memerintahkan istrinya untuk mengenakan burka, penutup seluruh tubuh yang meliputi cadar di wajah yang hanya menyisakan celah untuk mata.
Sang istri, pemohon kedua dalam kasus tersebut, ‘menghormati dan mengikuti’ permintaan suaminya itu ketimbang kehendaknya sendiri’, ujar Robina Shah kepada Pengadilan Strasbourg.
Sang istri menggugat pemerintah Perancis sebesar 10 Ribu Pounsterling, karena telah melanggar hak asasinya. Pasangan itu setuju jika dalam beberapa kesempatan tertentu, sang istri harus membuka cadarnya, seperti ketika diperiksa di bandara dan di bank.
sebelumnya Presiden Perancis, Nicolas Sarkozy melarang pemakaian cadar di muka umum pada April 2011 lalu. Bagi siapa yang memakai cadar di depan umum akan 130 poundsterling atau mendapatkan pendidikan kewarganegaraan Perancis.
Tepat satu bulan sejak larangan pemakaian cadar diberlakukan sudah banyak kasus penahanan terhadap Muslimah karena ‘pelanggaran’ tersebut. Pada bulan Mei lalu lima Muslimah Perancis ditangkap karena memakai cadar. Tidak hanya itu, kepolisian setempat juga memaska mereka untuk menanggalkan jilbab mereka di depan umum.
Seperti dilaporkan Press TV, ketika itu kelima Muslimah itu akan menghadiri konferensi mengenai hukum kontroversial itu. Konferensi tersebut diselenggarakan asosiasi multikultural, Don’t Touch My Constitution, yang telah mengumpulkan dana untuk membantu perempuan dalam membayar denda terkait undang-undang larangan cadar.
Pada 11 April 2011, Perancis menjadi negara pertama di Eropa yang menerapkan larangan mengenakan penutup wajah penuh, termasuk cadar Islam. Aturan itu langsung diikuti oleh penangkapan hampir 60 perempuan yang menentang larangan tersebut dengan berjalan di luar Katedral Notre Dame di Paris.
‘Pelanggar undang-undang’ cadar tersebut dikenakan sanksi berupa denda sebesar 217 dolar Amerika Serikat dan kerja sosial. Selama konferensi, penyelenggara pertemuan itu secara paksa dicegah oleh polisi untuk mendengar keterangan seorang perempuan, yang telah jatuh sakit dalam interogasi larangan cadar.
“Tujuan sebenarnya aturan itu adalah stigmatisasi masyarakat Muslim. Mengapa membuat hukum hanya untuk beberapa ratus orang. Anggota parlemen Perancis telah benar-benar berlebihan demi kepentingan mereka” kata Hassan Ben M’barek, seorang aktivis yang mengamati pertemuan itu.
Larangan kontroversial terhadap cadar telah memicu perdebatan di Perancis. Pendukung aturan itu mengklaim bahwa larangan ini akan melindungi negara dari radikalisme, sementara lawannya menilai undang-undang tersebut bertujuan memusuhi umat Islam di Perancis.
Banyak Muslim mengeluh bahwa media Perancis secara konsisten mengabaikan keyakinan agama perempuan yang mengenakan nikab atau burka di depan umum. Mereka digambarkan sebagai alat belaka, sementara setiap gerakan mereka dikendalikan oleh kaum laki-laki.
Beginilah wajah ‘kebebasan’ dalam sebuah negara penganut ‘kebebasan yang sebebas-bebasnya’. Meskipun berkoar-koar mengenai hak asasi manusia, kebebasan, demokrasi, dan kemanusiaan, nyatanya mereka tak mampu mempraktekkan ‘konsep ideal’ yang mereka agung-agungkan. Yang ada hanyalah praktek standar ganda yang secara tidak langsung telah menginjak-injak dan meludahi aturan buatan mereka sendiri. (rasularasy/arrahmah.com)
Sejak diterapkannya aturan larangan cadar di Perancis, satu demi satu penindasan pada Muslimah di negara menara Eifell it uterus terjadi. Pasangan Muslim terpaksa keluar dari negara asl mereka dan memutuskan menggunakan tim hukum Inggris untuk melawan larangan cadar yang diterapkan di Perancis. Mereka mengungkapkan bahwa Perancis telah melanggar hak asasi dan membatasi aktivitas mereka di seluruh negara di Uni Eropa.
Pasangan, yang hingga kini ingin tetap anonim tersebut, sekarang tinggal di West Midlands dengan dua anak mereka. Mereka mengatakan bahwa peraturan yang baru ditetapkan di Perancis itu memaksa mereka keluar dari negara asal mereka.
Terkait gugatan hukumnya itu, mereka tengah mencari kelemahan dari kebijakan larangan bagi Muslimah menutupi wajahnya di depan umum dengan cadar sebagai ‘hal yang tidak perlu, tidak proporsional dan melanggar hukum’.
Sang suami yang merupakan warga Prancis, sementara istrinya diwakili oleh Robina Shah dari Layanan Konsultasi Imigrasi. Sang istri melalui wakilnya telah mengajukan permohonan ke Pengadilan HAM Eropa di Strasbourg. “Kasus ini jelas adalah penting bagi klien saya,” ujar Shah.
“Sebagai hasil dari larangan tersebut mereka harus meninggalkan negara mereka, larangan itu juga membatasi kebebasan memilih mereka, dan juga bagi anak perempuan mereka,” sambungnya lagi.
Dalam gugatan di pengadilan, pemohon utama, sang suami menuliskan bahwa dirinyalah yang memerintahkan istrinya untuk mengenakan burka, penutup seluruh tubuh yang meliputi cadar di wajah yang hanya menyisakan celah untuk mata.
Sang istri, pemohon kedua dalam kasus tersebut, ‘menghormati dan mengikuti’ permintaan suaminya itu ketimbang kehendaknya sendiri’, ujar Robina Shah kepada Pengadilan Strasbourg.
Sang istri menggugat pemerintah Perancis sebesar 10 Ribu Pounsterling, karena telah melanggar hak asasinya. Pasangan itu setuju jika dalam beberapa kesempatan tertentu, sang istri harus membuka cadarnya, seperti ketika diperiksa di bandara dan di bank.
sebelumnya Presiden Perancis, Nicolas Sarkozy melarang pemakaian cadar di muka umum pada April 2011 lalu. Bagi siapa yang memakai cadar di depan umum akan 130 poundsterling atau mendapatkan pendidikan kewarganegaraan Perancis.
Tepat satu bulan sejak larangan pemakaian cadar diberlakukan sudah banyak kasus penahanan terhadap Muslimah karena ‘pelanggaran’ tersebut. Pada bulan Mei lalu lima Muslimah Perancis ditangkap karena memakai cadar. Tidak hanya itu, kepolisian setempat juga memaska mereka untuk menanggalkan jilbab mereka di depan umum.
Seperti dilaporkan Press TV, ketika itu kelima Muslimah itu akan menghadiri konferensi mengenai hukum kontroversial itu. Konferensi tersebut diselenggarakan asosiasi multikultural, Don’t Touch My Constitution, yang telah mengumpulkan dana untuk membantu perempuan dalam membayar denda terkait undang-undang larangan cadar.
Pada 11 April 2011, Perancis menjadi negara pertama di Eropa yang menerapkan larangan mengenakan penutup wajah penuh, termasuk cadar Islam. Aturan itu langsung diikuti oleh penangkapan hampir 60 perempuan yang menentang larangan tersebut dengan berjalan di luar Katedral Notre Dame di Paris.
‘Pelanggar undang-undang’ cadar tersebut dikenakan sanksi berupa denda sebesar 217 dolar Amerika Serikat dan kerja sosial. Selama konferensi, penyelenggara pertemuan itu secara paksa dicegah oleh polisi untuk mendengar keterangan seorang perempuan, yang telah jatuh sakit dalam interogasi larangan cadar.
“Tujuan sebenarnya aturan itu adalah stigmatisasi masyarakat Muslim. Mengapa membuat hukum hanya untuk beberapa ratus orang. Anggota parlemen Perancis telah benar-benar berlebihan demi kepentingan mereka” kata Hassan Ben M’barek, seorang aktivis yang mengamati pertemuan itu.
Larangan kontroversial terhadap cadar telah memicu perdebatan di Perancis. Pendukung aturan itu mengklaim bahwa larangan ini akan melindungi negara dari radikalisme, sementara lawannya menilai undang-undang tersebut bertujuan memusuhi umat Islam di Perancis.
Banyak Muslim mengeluh bahwa media Perancis secara konsisten mengabaikan keyakinan agama perempuan yang mengenakan nikab atau burka di depan umum. Mereka digambarkan sebagai alat belaka, sementara setiap gerakan mereka dikendalikan oleh kaum laki-laki.
Beginilah wajah ‘kebebasan’ dalam sebuah negara penganut ‘kebebasan yang sebebas-bebasnya’. Meskipun berkoar-koar mengenai hak asasi manusia, kebebasan, demokrasi, dan kemanusiaan, nyatanya mereka tak mampu mempraktekkan ‘konsep ideal’ yang mereka agung-agungkan. Yang ada hanyalah praktek standar ganda yang secara tidak langsung telah menginjak-injak dan meludahi aturan buatan mereka sendiri. (rasularasy/arrahmah.com)
AS, Eropa, dan Arab rancang Libya pasca Gaddafi di Abu Dhabi
AlthafJum'at, 10 Juni 2011 19:31:13Hits: 52
ABU DHABBI (Arrahmah.com) – Sejumlah negara besar bertemu hari Kamis (9/6/2011) untuk memetakan apa yang disebut Washington sebagai “Libya pasca Gaddafi” di saat ratusan juta dolar dana internasional dikucurkan untuk mendukung pemberontak.
Presiden Senegal, Abdoulaye Wade, sementara itu, mendesak pemimpin Libya, Muammar Gaddafi, untuk mundur.
“Lebih cepat lebih baik,” kata Wade ketika menjadi kepala negara pertama yang mengunjungi benteng pemberontak Benghazi di Libya timur.
Menlu AS, Hillary Rodham Clinton, dan rekan-rekan dari NATO serta negara-negara lain yang berpartisipasi dalam serangan udara terhadap pasukan Gaddafi mengadakan pembicaraan putaran ketiga mengenai Libya di ibukota Uni Emirat Arab, Abu Dhabi.
“Gaddafi tak mungkin lagi bertahan lama. Kami bekerja sama dengan mitra internasional melalui PBB untuk merencanakan Libya pasca-Qaddafi,” kata Clinton di hadapan peserta Tim Kontak Internasional.
“Waktu memihak kami,” lanjut Clinton. Ia menambahkan bahwa tekanan militer, ekonomi, dan politik internasional harus terus diberikan kepada Muammar Gaddafi yang telah berkuasa selama empat dekade.
“Pada hari-hari mendatang,” katanya, “kita harus mengoordinasikan banyak rencana dan bekerja sama” dengan Dewan Transisi Nasional (NTC) dan orang-orang Libya.”
“Masing-masing kami berusaha untuk melindungi rakyat Libya dan meletakkan fondasi demi masa depan Libya yang bersatu, demokratis, dan damai,” bual Clinton.
Clinton memang tidak mengatakan bahwa AS mengucurkan dana langsung untuk para pemberontak. Dana yang selama ini diberikan AS ($ 26,5 juta), kata Clinton, murni untuk membantu korban konflik, termasuk untuk para pengungsi Libya. Uang tersebut kemungkinan akan disalurkan melalui badan-badan donor.
Meski demikian, para pejabat Amerika mengatakan Amerika Serikat akan mendesak negara-negara Arab untuk memberikan lebih banyak dana untuk membiayai pemberontakan.
Pemerintahan Obama sudah dikritik oleh beberapa lawannya karena memungkinkan Inggris dan Perancis untuk memimpin misi NATO.
Mantan menteri luar negeri Libya dan utusan untuk PBB, Abdurrahman Shalgam, mengatakan kepada wartawan bahwa NTC membutuhkan setidaknya $ 3 miliar untuk menjalankan semua misinya selama empat bulan berikutnya di Libya. (althaf/arrahmah.com)
ABU DHABBI (Arrahmah.com) – Sejumlah negara besar bertemu hari Kamis (9/6/2011) untuk memetakan apa yang disebut Washington sebagai “Libya pasca Gaddafi” di saat ratusan juta dolar dana internasional dikucurkan untuk mendukung pemberontak.
Presiden Senegal, Abdoulaye Wade, sementara itu, mendesak pemimpin Libya, Muammar Gaddafi, untuk mundur.
“Lebih cepat lebih baik,” kata Wade ketika menjadi kepala negara pertama yang mengunjungi benteng pemberontak Benghazi di Libya timur.
Menlu AS, Hillary Rodham Clinton, dan rekan-rekan dari NATO serta negara-negara lain yang berpartisipasi dalam serangan udara terhadap pasukan Gaddafi mengadakan pembicaraan putaran ketiga mengenai Libya di ibukota Uni Emirat Arab, Abu Dhabi.
“Gaddafi tak mungkin lagi bertahan lama. Kami bekerja sama dengan mitra internasional melalui PBB untuk merencanakan Libya pasca-Qaddafi,” kata Clinton di hadapan peserta Tim Kontak Internasional.
“Waktu memihak kami,” lanjut Clinton. Ia menambahkan bahwa tekanan militer, ekonomi, dan politik internasional harus terus diberikan kepada Muammar Gaddafi yang telah berkuasa selama empat dekade.
“Pada hari-hari mendatang,” katanya, “kita harus mengoordinasikan banyak rencana dan bekerja sama” dengan Dewan Transisi Nasional (NTC) dan orang-orang Libya.”
“Masing-masing kami berusaha untuk melindungi rakyat Libya dan meletakkan fondasi demi masa depan Libya yang bersatu, demokratis, dan damai,” bual Clinton.
Clinton memang tidak mengatakan bahwa AS mengucurkan dana langsung untuk para pemberontak. Dana yang selama ini diberikan AS ($ 26,5 juta), kata Clinton, murni untuk membantu korban konflik, termasuk untuk para pengungsi Libya. Uang tersebut kemungkinan akan disalurkan melalui badan-badan donor.
Meski demikian, para pejabat Amerika mengatakan Amerika Serikat akan mendesak negara-negara Arab untuk memberikan lebih banyak dana untuk membiayai pemberontakan.
Pemerintahan Obama sudah dikritik oleh beberapa lawannya karena memungkinkan Inggris dan Perancis untuk memimpin misi NATO.
Mantan menteri luar negeri Libya dan utusan untuk PBB, Abdurrahman Shalgam, mengatakan kepada wartawan bahwa NTC membutuhkan setidaknya $ 3 miliar untuk menjalankan semua misinya selama empat bulan berikutnya di Libya. (althaf/arrahmah.com)
Tentara boneka Pakistan tembak mati seorang pria tak bersenjata
Hanin MazayaJum'at, 10 Juni 2011 14:57:43Hits: 253
KARACHI (Arrahmah.com) – Otoritas boneka Pakistan mengklaim tengah melakukan penyelidikan terkait munculnya sebuah video yang memperlihatkan seorang pria tak bersenjata ditembak oleh lima tentara Pakistan di Karachi.
Mayor Jenderal Aijaz Chaudry, kepala ranger untuk provinsi Sindh mengatakan penyelidikan dibentuk setelah rekaman pembunuhan terhadap Afsa Shah (22) muncul di stasiun televisi lokal dan situs internet Youtube pada Kamis (9/6/2011).
Shah diduga telah mencoba mencuri di rumah keluarga polisi di Clifton, Karachi, perumahan paling eksklusif pada Rabu.
Saudara Shah, Salik, seorang reporter televisi lokal divisi kriminalitas membantah bahwa Afsa adalah seorang pencuri seperti yang dituduhkan tentara Pakistan, yang juga dikenal sebagai ranger yang menembak orang tak bersalah.
“Saudaraku telah terbunuh di luar hukum. Saudaraku tewas secara brutal oleh rangers,” ujar Salik. “Apa salah yang telah ia lakukan terhadap orang lain?” Seperti yang dilaporkan Al Jazeera kemarin (10/6).
Rekaman pembunuhan brutal tersebut membuat marah rakyat Pakistan.
Banyak orang di Pakistan sudah kehilangan kepercayaan terhadap militer nasional, setelah “pembunuhan” syeikh Usamah bin Ladin di Pakistan dan serangan berulang tanpa sanksi, drone AS di perbatasan Pakistan.
Video muncul memperlihatkan seorang pemuda yang memohon agar ia dibiarkan hidup, lalu ia ditembak di tangan dan paha oleh tentara dan kemudian dibiarkan hingga meninggal.
Rekaman itu memicu kemarahan dari ratusan pelayat yang menghadiri pemakaman Shah.
Banyak yang meneriakkan ranger adalah pembunuh dan demonstran di jalan-jalan di Karachi menuntut hukuman gantung bagi para pembunuh.
Rehman Malik, Menteri Dalam Negeri Pakistan, mengatakan “Tindakan ini sangat melanggar hukum, bahkan jika benar pemuda itu merampok, itu tidak pantas dilakukan terhadapnya.”
Bulan lalu, tentara keamanan Pakistan menembak mati lima warga Chechnya yang tidak bersenjata di pos pemeriksaan di dekat kota Quetta. Salah satu korban adalah seorang wanita yang tengah hamil tua.
Pejabat Pakistan mengklaim bahwa kelimanya bersiap untuk melakukan serangan bunuh diri, namun rekaman menunjukkan mereka tidak bersenjata dan tidak ada bahan peledak yang ditemukan di dekat jenazah mereka. (haninmazaya/arrahmah.com)
KARACHI (Arrahmah.com) – Otoritas boneka Pakistan mengklaim tengah melakukan penyelidikan terkait munculnya sebuah video yang memperlihatkan seorang pria tak bersenjata ditembak oleh lima tentara Pakistan di Karachi.
Mayor Jenderal Aijaz Chaudry, kepala ranger untuk provinsi Sindh mengatakan penyelidikan dibentuk setelah rekaman pembunuhan terhadap Afsa Shah (22) muncul di stasiun televisi lokal dan situs internet Youtube pada Kamis (9/6/2011).
Shah diduga telah mencoba mencuri di rumah keluarga polisi di Clifton, Karachi, perumahan paling eksklusif pada Rabu.
Saudara Shah, Salik, seorang reporter televisi lokal divisi kriminalitas membantah bahwa Afsa adalah seorang pencuri seperti yang dituduhkan tentara Pakistan, yang juga dikenal sebagai ranger yang menembak orang tak bersalah.
“Saudaraku telah terbunuh di luar hukum. Saudaraku tewas secara brutal oleh rangers,” ujar Salik. “Apa salah yang telah ia lakukan terhadap orang lain?” Seperti yang dilaporkan Al Jazeera kemarin (10/6).
Rekaman pembunuhan brutal tersebut membuat marah rakyat Pakistan.
Banyak orang di Pakistan sudah kehilangan kepercayaan terhadap militer nasional, setelah “pembunuhan” syeikh Usamah bin Ladin di Pakistan dan serangan berulang tanpa sanksi, drone AS di perbatasan Pakistan.
Video muncul memperlihatkan seorang pemuda yang memohon agar ia dibiarkan hidup, lalu ia ditembak di tangan dan paha oleh tentara dan kemudian dibiarkan hingga meninggal.
Rekaman itu memicu kemarahan dari ratusan pelayat yang menghadiri pemakaman Shah.
Banyak yang meneriakkan ranger adalah pembunuh dan demonstran di jalan-jalan di Karachi menuntut hukuman gantung bagi para pembunuh.
Rehman Malik, Menteri Dalam Negeri Pakistan, mengatakan “Tindakan ini sangat melanggar hukum, bahkan jika benar pemuda itu merampok, itu tidak pantas dilakukan terhadapnya.”
Bulan lalu, tentara keamanan Pakistan menembak mati lima warga Chechnya yang tidak bersenjata di pos pemeriksaan di dekat kota Quetta. Salah satu korban adalah seorang wanita yang tengah hamil tua.
Pejabat Pakistan mengklaim bahwa kelimanya bersiap untuk melakukan serangan bunuh diri, namun rekaman menunjukkan mereka tidak bersenjata dan tidak ada bahan peledak yang ditemukan di dekat jenazah mereka. (haninmazaya/arrahmah.com)
Al Qaeda dan undang-undang senjata Amerika
Hanin MazayaKamis, 9 Juni 2011 16:38:16Hits: 2009
File di bawah “Fact is Stranger than Fistion”, seorang warga Amerika yang bekerja untuk Al Qaeda menyerukan rakyat Amerika untuk mengambil keuntungan dari undang-undang negara mereka mengenai kepemilikan senjata.
“Apa yang Anda tunggu?” Tanyanya dalam sebuah video yang diduga telah diproduksi di suatu tempat di Pakistan.
Pertanyaan itu berasal dari Adam Yahiyeh Gadahn, yang lahir di Oregon, tumbuh di California, kemudian masuk Islam dan kini menjadi salah satu juru bicara Al Qaeda.
Pesannya memiliki potensi untuk menghidupkan kembali perdebatan lama tentang undang-undang senjata Amerika. Mereka memiliki celah membingungkan dan sering disalahgunakan untuk penembakkan massal yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan Amerika Serikat, negara yang nyaman memimpin dunia dalam kepemilikan senjata pribadi (Yaman menjadi negara kedua, menurut survei yang dikeluarkan oleh Graduate Institute of International Studies di Jenewa).
“Amerika benar-benar dibanjiri dengan senjata api yang mudah didapat. Anda dapat pergi ke pertunjukan senjata di sebuah pusat konvensi lokal dan datang dan pergi dengan membawa senapan serbu otomatis tanpa pemeriksaan dan kemungkinan besar tanpa harus menunjukkan kartu identitas,” ujar Gadahn dalam video tersebut. Inti pesannya dalah senjata sangat mudah di dapat.
Video ini diminta oleh Mark Glaze, Direktur Walikota melawan Senjata Ilegal, mendesak sebuah kelompok pendukung untuk menyeru Kongres dan Presiden Obama untuk mengatasi apa yang ia sebut sebagai ancaman mencolok untuk keamanan nasional AS.
“Sepuluh tahun yang lalu,” tulisnya dalam situs kelompok itu, “kami belajar mengenai biaya mengabaikan ancaman Al Qaeda. Kami tidak akan membuat kesalahan itu lagi.”
Walikota melawan Senjata Ilegal merupakan koalisi yang didirikan oleh Walikota New York, Michael Bloomberg di tahun 2006 bersama dengan 15 walikota lainnya. Angka tersebut telah berkembang menjadi 550 dan kelompok pendukung “undang-undang akal sehat untuk pemeriksaan latar belakang” pembeli senjata. Mereka telah dikalahkan oleh Asosiasi Senapan Nasional (NRA) yang melihat semua upaya untuk memperketat peraturan sebagai serangan terhadap hak konstitusional, tercantum dalam amandemen kedua untuk memiliki dan memanggul senjata.
Itulah mengapa Government Accountability Office (GAO), lengan peneliti Kongres, menemukan setelah melihat ke dalam pemeriksaan latar belakang calon pembeli senjata, mewajibkan untuk mengajukan diri ke FBI. Menurut laporan GAO yang dibacakan saat sidang Kongres tahun lalu, penjualan senjata dan bahan peledak untuk orang-orang dalam daftar “teroris” mencapai 1.119 dalam periode enam tahun.
Sebuah editorial di Washington Post, mengatakan bahwa seruan Gadahn seharusnya berfungsi sebagai “katalis untuk Gedung Putih dan Kongres untuk bergerak pada undang-undang dan menutup celah dan ancaman teror”.
Pemerintah Obama mengatakan ia mengambil ancaman yang tersirat dalam seruan Gadahn, namun masih harus dilihat apakah akan ada tindakan atau tidak.
Presiden Meksiko, Felipe Calderon, dia telah berulangkali mendesak kontrol yang lebih ketat atas penjualan senjata di sekitar 8.500 toko di sepanjang perbatasan Meksiko, di mana lebih dari 36.000 orang tewas sejak 2006 dalam perang penjualan obat-obatan dan melawan pemerintah.
Meksiko prihatin sebagian besar telah jatuh kepada ketulian. Mungkin mereka akan lebih reseptif sekarang dan bahwa skenario potensial masa depan Amerika menurut mereka adalah bahwa pengikut Al Qaeda akan menggunakan senjata Amerika untuk membunuh sesama Amerika. (haninmazaya/arrahmah.com)
File di bawah “Fact is Stranger than Fistion”, seorang warga Amerika yang bekerja untuk Al Qaeda menyerukan rakyat Amerika untuk mengambil keuntungan dari undang-undang negara mereka mengenai kepemilikan senjata.
“Apa yang Anda tunggu?” Tanyanya dalam sebuah video yang diduga telah diproduksi di suatu tempat di Pakistan.
Pertanyaan itu berasal dari Adam Yahiyeh Gadahn, yang lahir di Oregon, tumbuh di California, kemudian masuk Islam dan kini menjadi salah satu juru bicara Al Qaeda.
Pesannya memiliki potensi untuk menghidupkan kembali perdebatan lama tentang undang-undang senjata Amerika. Mereka memiliki celah membingungkan dan sering disalahgunakan untuk penembakkan massal yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan Amerika Serikat, negara yang nyaman memimpin dunia dalam kepemilikan senjata pribadi (Yaman menjadi negara kedua, menurut survei yang dikeluarkan oleh Graduate Institute of International Studies di Jenewa).
“Amerika benar-benar dibanjiri dengan senjata api yang mudah didapat. Anda dapat pergi ke pertunjukan senjata di sebuah pusat konvensi lokal dan datang dan pergi dengan membawa senapan serbu otomatis tanpa pemeriksaan dan kemungkinan besar tanpa harus menunjukkan kartu identitas,” ujar Gadahn dalam video tersebut. Inti pesannya dalah senjata sangat mudah di dapat.
Video ini diminta oleh Mark Glaze, Direktur Walikota melawan Senjata Ilegal, mendesak sebuah kelompok pendukung untuk menyeru Kongres dan Presiden Obama untuk mengatasi apa yang ia sebut sebagai ancaman mencolok untuk keamanan nasional AS.
“Sepuluh tahun yang lalu,” tulisnya dalam situs kelompok itu, “kami belajar mengenai biaya mengabaikan ancaman Al Qaeda. Kami tidak akan membuat kesalahan itu lagi.”
Walikota melawan Senjata Ilegal merupakan koalisi yang didirikan oleh Walikota New York, Michael Bloomberg di tahun 2006 bersama dengan 15 walikota lainnya. Angka tersebut telah berkembang menjadi 550 dan kelompok pendukung “undang-undang akal sehat untuk pemeriksaan latar belakang” pembeli senjata. Mereka telah dikalahkan oleh Asosiasi Senapan Nasional (NRA) yang melihat semua upaya untuk memperketat peraturan sebagai serangan terhadap hak konstitusional, tercantum dalam amandemen kedua untuk memiliki dan memanggul senjata.
Itulah mengapa Government Accountability Office (GAO), lengan peneliti Kongres, menemukan setelah melihat ke dalam pemeriksaan latar belakang calon pembeli senjata, mewajibkan untuk mengajukan diri ke FBI. Menurut laporan GAO yang dibacakan saat sidang Kongres tahun lalu, penjualan senjata dan bahan peledak untuk orang-orang dalam daftar “teroris” mencapai 1.119 dalam periode enam tahun.
Sebuah editorial di Washington Post, mengatakan bahwa seruan Gadahn seharusnya berfungsi sebagai “katalis untuk Gedung Putih dan Kongres untuk bergerak pada undang-undang dan menutup celah dan ancaman teror”.
Pemerintah Obama mengatakan ia mengambil ancaman yang tersirat dalam seruan Gadahn, namun masih harus dilihat apakah akan ada tindakan atau tidak.
Presiden Meksiko, Felipe Calderon, dia telah berulangkali mendesak kontrol yang lebih ketat atas penjualan senjata di sekitar 8.500 toko di sepanjang perbatasan Meksiko, di mana lebih dari 36.000 orang tewas sejak 2006 dalam perang penjualan obat-obatan dan melawan pemerintah.
Meksiko prihatin sebagian besar telah jatuh kepada ketulian. Mungkin mereka akan lebih reseptif sekarang dan bahwa skenario potensial masa depan Amerika menurut mereka adalah bahwa pengikut Al Qaeda akan menggunakan senjata Amerika untuk membunuh sesama Amerika. (haninmazaya/arrahmah.com)
Similar topics
» Para tokoh agama kutuk perkawinan gay
» Negara-negara Islam Sulit diajak berdamai
» Mengenal Yahudi
» Lampiran 2 Muhammad, Nabi “Penutup Kenabian”
» Teolog Yahudi: Moses Maimonides
» Negara-negara Islam Sulit diajak berdamai
» Mengenal Yahudi
» Lampiran 2 Muhammad, Nabi “Penutup Kenabian”
» Teolog Yahudi: Moses Maimonides
:: Negara :: Kejahatan Muslim
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik